Oleh: Khairul Rijal*
GELOMBANG perekonomian saat ini dihadapkan dengan ketidakpastian. Di tengah gejolak krisis utang dan defisit anggaran negara yang melanda Uni Eropa tentunya mengakibatkan beberapa sektor perekonomian berpengaruh besar bagi bangsa. Dampak tersebut mulai kita rasakan saat ini.
Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa krisi Eropa diperkirakan berlangsung lama. Disamping itu berbagai persoalan di Indonesia saat ini masih belum stabil, disaat huru-hara konflik domokrasi ekononi masih menggurita ditubuh bangsa. Tentunya ketidakstabilan ini menimbulkan pertanyaan bagaimanakah laju perekonimian dan tantangan yang dihadapi Indonesia saat ini. Ditengah himpitan beberapa faktor (sosial, budaya, politik dan ekonomi) yang dipenuhi ketidakpastian, dilema tersebut semakin mendekatkan bangsa kepada titik kehancuran dan semakin menjauhkan bangsa dari kebahagian, kesejahteraan dan rasa aman.
Terkait hal ini faktor ekonomi menjadi salah satu pilar terpenting yang perlu mendapatkan perhatian. Hal ini dikarenakan demokrasi ekomoni yang kita rasakan saat ini masih dibentengi dengan tembok-tembok besar kapitalisme yang lebih mementingkan diri sendiri (self interes). Pemujaan terhadap ekonomi kapitalis berdampak pada kehancuran secara multidimensial.
Sedikit kita mengingat sejarah terjadinya sistem kapitalisme agar kita lebih mencermati nilai yang terkandung didalamnya. Secara dramatis pada 1776, ketika sebuah penerbit di London menerbitkan karya monumental Adam Smith, The Wealth Of Nation, sebuah karya intelektual yang terkenal diseluruh dunia, (Mark Skousen, 2001). Sebagaimana diketahui, The Wealth Of Nation (1776), Smith, memperkenalkan sebuah ajaran ekonomi yang berlandaskan liberal (liberalisme). Inti ajaran ekonomi liberal adalah pemujaan terhadap kecanggihan sistem ekonomi pasar dibandingkan dengan sistem ekonomi lainnya, selain itu, sistem ini meyakini adanya kekuasaan tangan ghaib (The Insivible Hand) yang mengatur keseimbangan antara permintaan dan penwaran, (Revrison Baswir, 2010).
Perekonomian kapitalis menjalar sangat cepat, hampir seluruh dunia merasakan ekonomi buatan Adam Smith tersebut, akan tetapi agenda ekonomi neolibralisme di Indonesia baru dimulai pada tahun 1960-an, di saat bersamaan Presiden Soeharto menduduki kursi kekuasaan dan pelaksanaan sistem ekonomi kapitalis tersebut baru dilakukan secara intensif pada tahun 1980-an.
Logika jongkok ekonomi liberal (kapitalis), terletak pada kebijakan cara produksi yang mendesak atas dasar kapitalisme dan sistem alokasi atas dasar mekanisme pasar, pada dasarnya ekonomi liberal (kapitalis) secara sistematis telah merubah sistem perekonomian sebuah negara, hal ini disebabkan terhambatnya peran negara dalam mengelola pasar dan lebih mementingkan momentum menigkatnya sebuah pasar, implikasinya kedudukan negara dalam dunia perekonomian berada dibawah ketiak para pemodal besar, dampaknya ketergantungan negara miskin dan negara yang mulai berkembang akan kebutuhannya tersandung oleh para pemodal besar, akibatnya, esensi kepentingan negara melindungi rakyatnya akan hilang dan lebih mementingkan perlindungan terhadap pemodal inetrnasional.
Lingkaran ekonomi kapitalis senantiasa dianut dan dipuja sampai saat ini, padahal sejarah menjadi saksi bagaimana kekejaman sistem ini membumi hanguskan dunia, terjadinya krisis moneter di beberapa negara di Ameriks Latin pada lembaran akhir 1980-an, petaka krisis moneter yang melanda bumi Indonesia pada tahun 1992, dan saat ini sejarah itu terulang kembali disaat krisis utang berkelanjutan terjadi pada Zona Euro (2011-2012) yang terus mengganggu pasar keuangan global, maka dari itu ekonomi dapat disimpulkan bahwa, ekonomi kapitalis bagaikan bom waktu yang terus mengahantui dan perlahan-lahan akan menghancurkan kemakmuran dan keadilan sebuah bangsa. Ironis jika fakta ekonomi tersebut jelas berdampak merugikan, akan tetapi masih dipuja dipakai sampai saat ini.
Wacana yang berkembang saat ini ialah, dunia semakin meragukan kapasitas kapitalisme. World Economic Forum (WEF) mengadakan pertemuan yang memperdebatkan kedudukan kapitalisme yang semakin meresahkan sosial dan moral sebuah negara, dari hasil tersebut beberapa pemikir memberikan pendapatnya terkait hal ini, seorang panelis dan salah satu pendiri Carlyle Group, mengatakan “kapitalisme merupakan bentuk terburuk dari sebuah sistem, kecuali bagi setiap sistem lainnya”.
Pendiri dari WEF Klaus Schwab, mengatakan “kapitalisme dalam bentuk sekarang tidak cocok lagi bagi dunia kita”. Ditengah hantaman kritik terhadap kapitalisme, pendiri Microsoft, Bill Gates mempunyai pendapar berbeda, Bill Gates menilai kapitalisme sebagai sistem fenomenal dengan alasan sistem tersebut lebih memberi ruang dibandingkan sistem-sistem yang lainnya (Republika 26/1/12). Di saat waktu yang hampir bersamaan, Bloomberg megeluarkan hasil jajak pendapat global dari kalangan investor mengenai kondisi ekonomi terkini. Berdasarkan hasil tersebut, 70 persen responden mengatakan sistem kapitalisme menyebabkan negara dalam kubangan krisisi ekonomi, jajak pendapat tersebut menyimpulkan fenomena mengejutkan yaitu kapitalisme merupakan penyebab krisis ekonomi saat ini, hal inilah dikarenakan tidak adanya keseimbangan pertumbuhan ekonomi yang merata. Selain itu, Dana Moneter Internasional (IMF) memberikan sinyal bahwa perekonnomian dunia semakin melesu. Hal ini ini dikarenakan laju pertubuhan global ekonomi semakin melamban dan pengalami pergeseras dari perkiraan sebelumnya 4 persen menjadi 3,3 persen.
Dari fakta ini, penulis mengambil kesimpulan bahwa penggunaan sistem kapitalisme berdampak buruk bagi sebuah negara yaitu kehancuran secara multidimensil (sosia, budaya, politik dan ekonomi), dan dampak ini telah kita rasakan diberbagai daerah di Indonesia. Dunia saat ini mulai mengatakan tidak kepada kapitalisme, saat bangsa kita mengambil kebijakan tepat dari sistem ekonomi abu-abu yang dianut bangsa saat ini. Di samping itu, janji pemerintah tentang proyek infrasruktur harus segera direalisasikan.
Transparansi terhadap berbagai anggaran yang dilakukan pemerintah terhadap berbagai kebijakan harus disosilisasikan agar roda perekonomian semakin meningkat. Antisipasi terhadap bahaya ekonomi liberalis (kapitalis) harus ditanggapi pemerintah dengan melakukan perombakan terhadap sistem ekonomi (pasar, investor, agraria, tambang dan perbankan) dengan kebijakan fiskal dan moneternya.
Cita-cita bangsa tahun ini bukan sekedar pencapaian pertumbuhan ekonomi 6,7 persen saja, akan tetapi di saat pendapatan bangsa perkapita meningkat di saat itu juga rakyat mendapatkan kesejahteraan dan keadilannya bukan sebaliknya.
*Penulis adalah Mahasiswa Perbankan Syariah FAI-UMJ dan anggota Islamic Economic Study circle (IESC).