Membenahi Kualitas Guru

Oleh Johansyah*

BEBERAPA waktu yang lalu,  Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) telah mengadakan uji kompetensi guru sebagaimana direncanakan sebelumnya. Menurut Mendikbud Mohammad Nuh, hasil dari nilai rata-rata sementara hasil uji kompetensi awal (UKA) guru tidak memuaskan. Lebih lanjut Ia menjelaskan, dari hasil pemindaian yang baru berjalan 82 persen, diperoleh nilai rata-rata guru SD hanya mencapai angka 35 dari 100 soal yang dikerjakan (Kompas, 16/03).

Bagaimana proses sebenarnya yang diterapkan dalam UKA tersebut kita tidak tau. Namun kita layak pertanyakan, apakah uji kompetensi sudah sesuai dengan konsep ideal dari kompetensi guru itu sendiri?, yakni kompetensi pedagogik, kompetensi, personal, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Ataukah hanya sekedar melihat aspek kognetif guru saja?. Apapun, yang jelas untuk sementara kita menyimpulkan bahwa kompetensi guru kita masih lemah. Namun demikian permasalahannya tidaklah sesederhana yang kita bayangkan, banyak faktor yang menjadi penyebabnya.

Faktor yang penulis maksud dapat dilihat dari problem internal guru sendiri dan dari sistem dan kebijakan pendidikan. Dari internal guru sebenarnya kita dapat melihat beberapa permasalahan; Pertama, bahwa rata-rata dari guru SD kita di Indonesia merupakan lulusan Diploma dua (D2). Memang, terkadang jenjang pendidikan bukanlah menjadi fektor utama rendahnya kemampuan guru, namun tidak bisa ditepis bahwa banyak sedikitnya akan berpengaruh terhadap kemampuan teoritis guru.

Kedua, ketika guru melaksanakan tugas mengajar, sedikit sekali dari mereka yang mau secara kontinyu mengupdate perkembangan teori-teori pendidikan. Para guru kita lebih fokus kepada praktik pembelajaran dengan menyiapkan Rencana Persiapan Pembelajaran (RPP), silabus, serta media pembelajaran pendukung. Mereka tidak akan pernah menguasai dengan baik teori semisal Binjamin S Bloom tentang tiga ranah pendidikan, namun walaupun tidak menguasai teorinya dengan baik, mereka memeraktikkannya dalam proses pembelajaran atau evaluasinya.

Ketiga, masalah stagnasi wawasan dan pengetahuan guru yang tidak mengikuti dinamika dan perubahan sosial, temuan teknologi, dan perkembangan pengetahuan sehingga acap kali menjadi kesulitan baru bagi guru ketika mereka berhadapan dengan sebuah situasi kekinian yang membutuhkan pengetahuan atau temuan terbaru pula. Dengan kata lain, semangat untuk pengembangan diri para guru sangat rendah, padahal kita tau pengetahuan itu berkembang sangat dinamis dan terus mengalami perubahan paradigma maupun teori.

Keempat, yang menjadi masalah juga di internal guru adalah prioritas untuk dapat naik golongan dan tentunya naik gaji. Dengan kata lain orientasi pada pemenuhan materi lebih besar dari pada orientasi peningkatan kualitas mengajar sesuai dengan kompetensi guru sebagaimana mestinya. Orientasi materi tentunya hal yang lumrah, namun sangat tidak lumrah jika orientasi materi tersebut mengaburkan eksistensi seseorang sebagai guru. Maka untuk itu sejatinya prinsip keseimbangan harus dijunjung tinggi, yakni mendidik dan memperoleh materi dari usaha mendidik tersebut.

Adapun dari sistem dan kebijakan pendidikan sendiri, sebenarnya banyak permasalahan yang membuat guru lamban dalam mengembangkan potensinya. Secara rinci permasalahan yang dimaksud antara lain;

Pertama, kebijakan pendidikan yang kerap kali tidak melihat dunia realitas pendidikan Indonesia. Sebaliknya kebijakan merupakan upaya copy-paste pemerintah dengan mengadopsi kebijakan pendidikan dari negara lain yang dianggap berhasil. Alhasil, ketika kebijakan tersebut diterapkan tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.

Kedua, kebijakan pendidikan di Indonesia sering kali dimanfaatkan untuk peluang melakukan penyimpangan. Secara konsep pemerintah telah merancang bagus sebuah konsep dan kebijakan pendidikan seperti sertifikasi dan UKA, serta beberapa kebijakan pendidikan lainnya, namun dalam implementasinya kebijakan ini kemudian dijadikan sebagai celah untuk melalukan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Baru-baru ini, banyak guru yang mengaku bahwa mereka diperas oleh oknum pejabat di sebuah dinas pendidikan agar lulus dalam UKA. Kenyataan ini membuktikan bahwa kebijakan pendidikan dimanfaatkan untuk memeras guru sebagai objek implementasi kebijakan, mereka menjadi ‘sapi perah’ para oknum pengelola pendidikan yang tidak bertanggungjawab dan tidak bermoral. Hal ini juga disebabkan lemahnya pengawasan terhadap implementasi dari kebijakan pendidikan.

Ketiga, bahwa dalam mengimplementasikan kebijakan pendidikan, pemerintah sering kali gegabah dan kurang perhitunga, mereka terlalu merasa yakin bahwa kebijakan tersebut akan berdampak positif bagi perkembangan pendidikan Indonesia. Di sisi lain, pemerintah (pusat) terkesan kurang mendengar aspirasi dari para guru di daerah-daerah sebagai ujung tombak implementasi kebijakan.

Pembenahan Guru

Untuk memperbaiki kualitas guru, dalam beberapa artikel penulis pernah menawarkan; pertama, pemerintah wajib membenahi sistem rekrutment calon guru, proses pendidikan (terutama kurikulum), pembinaan setelah menjadi sarjana pendidikan, rekrutmen ketika tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan pembinaan mereka setelah menjadi guru PNS. Selama ini kelima proses ini selama ini penulis lihat masih lemah terutama dalam rekrutmen calon guru, tidak ada proses yang mengarah kepada analisis kompetensi guru.

Kedua, internal pemerintah yang dalam hal ini adalah Kemdikbud harus berusaha keras dalam menciptakan iklim sistem pendidikan yang berkarakter. Jika merujuk kepada konsep dan kebijakan pendidikan, di satu sisi semuanya sangat baik, namun karena dalam implementasimya tidak dilandasi nilai moral maka kebijakan tersebut menjadi sesuatu yang tidak membawa perubahan ke arah perbaikan pendidikan, justru malah sebaliknya.

Untuk itu, dalam meningkatkan kualitas pendidikan, terutama guru, maka moral/akhlak wajib menjadi akar dan landasan kebijakan dan implementasi pendidikan. Jika tidak, kebijakan bagaimanapun bagusnya tidak akan pernah mengubah wajah pendidikan indonesia menjadi lebih baik.

*Penulis adalah Mahasiswa S3 Pendidikan IAIN Ar-Raniry Banda Aceh

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.