Catatan: Win NG*
TENTANG malu, ada sebuah cerita di suatu negeri, pada malam bulan ramadhan saat semua sholat tarawih, pada malam ke 22 Ramadhan. Ada seorang anak yang duduk di belakang, seorang bapak dengan hikmat mengikuti sholat tarawih malam itu, saat semua berjalan hingga selesai sholat tarawih, di sela-sela menunggu ceramah saat di sela-sela itu seorang anak tadi buang angin, di masjid.
Karena ada bunyi yang di keluarkan, maka semua mata tertuju padanya, dan semua orang melihatnya dengan berbagai alasan ada yang geram ada yang biasa saja ada juga yang tak memperdulikan, di benak anak tersebut bingung, takut dan malu, dan ia langsung lari keluar dari masjid, dan pulang ke rumahnya dan mengurung diri dalam kamar. Dia sangat malu. Ia merasa sudah mempermalukan keluarganya karena sudah me melakukan hal yang memang tak di sengajanya tetapi ia sangat malu dan dengan cemas, tanpa berpikir panjang ia terus berpikir tentang tanggapan orang, apa pandangan orang tentang keluargaku, apakah keluargaku yang mengajarkan ku begini atau sudah memang menjadi kebiasaan di keluarga ku, malu nya tak tertahan kan lagi.
Hingga ia berpikir pendek. Dari pada malu di bawa hidup lebih baik mati. Keesokan harinya di pagi saat sahur itu sang anak tersebut di temukan mati, tergantung. Anak itu melakukan bunuh diri, setelah di seledikinya dengan beberapa indikasi yang menonjol yaitu karena malu.
Kita lihat dari cerita di atas adalah sebuah cerita sangat sering terjadi di sekitar kita bahkan terkadang tak mempedulikannya. Bagi penulis ini adalah sebuah pertunjukan di mana moral dan malu itu di letak kan, anak ini memang memiliki pemikiran yang pendek tetapi ia telah menunjukan sebuah tangung jawab di mana semua kita bisa saja melakukan tingkat yang sama atau lebih tinggi dari ini saat ini. Kita coba pikir bagaimana sebenarnya hidup ini, apa yang kita punya di dunia ini, apa yang di jaga oleh semua orang, yaitu rasa malu.
Tetapi bila tak ada lagi rasa malu di diri seseorang maka tak layak lagi manusia itu di katakanya manusia. Penulis mengangap anak ini lebih di katakan manusia dari pada yang tak punya malu di hidup ini, bukan saja di nilai dari pribadinya tetapi pasti ada rentetan keluarga dan lingkungan nya yang membuat begini,
Bagaimana dengan kita apakah masih punya malu melakukan kejelekan yang lebih dari anak ini, dan kita masih merasa bangga dengan semuanya. Pertanyaanya apakah kita layak di katakan manusia, jika tak ada lagi malu di diri kita. Kita melakukan hal yang di sengaja dan sengaja kita lakukan untuk sebuah kepentingan, mungkin kita harus berpikir dan berpikir lagi sebenar-benarnya berpikir untuk apa malu untuk kita, otak hati dan tingkah laku kita harus di lindungi oleh rasa malu ini, bukan hanya berpikir malu untuk sesama manusia tetapi yang se harusnya malu yaitu malu pada Allah SWT. Semoga kita semua menjadi bagian yang terbaik dan malu menjadi baju kita, dari kata, juga perbuatan.(win.nav968@gmail.com)
*Mahasiswa asal Aceh Tengah di Jakarta