Muhammad Syukri*
PADA saat membayar rekening listrik secara online diluncurkan oleh Dahlan Iskan (waktu itu Dirut PLN), semua pelanggan mengacungkan jempol kepadanya. Bagaimana tidak, dengan model pembayaran secara online, pelanggan dapat membayar tagihan listriknya dari seluruh penjuru tanah air, baik melalui kantor pos atau bank. Terobosan ini sangat membantu para pelanggan, sekaligus diyakini dapat menata sistem keuangan di BUMN itu.
Bagi para pelanggan, mereka tidak khawatir lagi akan menumpuknya tunggakan tagihan karena lupa atau kesulitan mendatangi loket pembayaran. Ini disatu sisi, disisi lain, meskipun sudah menggunakan sistem pembayaran online, toh besaran tagihan tidak berbeda dibandingkan pembayaran secara manual. Terkadang, masih sering terjadi pembengkakan tagihan atau diwaktu yang lain tagihannya cukup kecil.
Hari ini, Kamis (20/9), saya sangat terkejut mendengar ocehan Aman Iko, seorang pelanggan yang baru keluar dari kantor pos. Dia mengeluhkan, koq biaya online atau admin pos sebesar Rp.1900 dibebankan kepada pelanggan. Soalnya, pelanggan tidak pernah meminta pihak PLN untuk menerapkan sistem pembayaran tagihan listrik secara online. “Sistem itu kan inisiatif PLN, maka biayanya jadi beban PLN bukan ditanggung pelanggan,” keluh warga Kebayakan Aceh Tengah itu.
Saya mencoba melihat resi pembayaran tagihan listrik Aman Iko. Benar, di bagian bawah rekening itu tertulis admin pos Rp.1900, lalu dibawahnya tertulis jumlah total yang harus dibayar pelanggan. Tidak salah jika sikap kritis Aman Iko yang mengkomplain kewajiban membayar biaya online. Soalnya, saat pelanggan masih membayar tagihan secara manual, tidak dikenakan biaya admin online. Harusnya, biaya pelayanan online menjadi tanggung jawab PLN, karena program ini dimaksudkan untuk menata sistem keuangan mereka.
Memang selama ini saya, mungkin juga pelanggan yang lain, kurang memperhatikan adanya pembebanan biaya admin online. Berapa jumlah tagihan yang dikatakan pihak bank atau pos, saya langsung membayarnya. Sesampai di rumah, saya mencoba membaca ulang bukti pembayaran tagihan listrik yang dibayar secara online.
Ternyata, semua tagihan listrik yang saya bayar sudah termasuk biaya admin online. Jelas sekali tertera di resi itu, kalau membayar tagihan listrik di kantor pos, dikenakan biaya admin sebesar Rp.1900. Sedangkan membayar via bank dikenakan biaya admin sebesar Rp.1600. Duh, ternyata beban rekening listrik secara online menjadi tanggungan pelanggan.
Hal ini membuktikan bahwa pihak PLN tidak mau rugi sedikitpun, meskipun pembayaran tagihan listrik secara online adalah program unggulan badan usaha milik negara itu. Bayangkan, jumlah pelanggan PLN seperti ditulis Indonesia Finance Today, (16/12/2011) bahwa pada tahun 2010 pelanggan PLN mencapai 42,4 juta, dan tahun 2011 diproyeksikan mencapai 45,5 juta. Dipastikan, pelanggan sejumlah itu diwajibkan membayar Rp.1900 atau Rp.1600 per bulan untuk admin online, cukup besar kan?
Katakanlah kita gunakan data tahun 2010 yaitu 42,4 juta pelanggan dikalikan dengan Rp.1600 maka uang pelanggan yang tersedot sebesar Rp. 67,8 milyar per bulannya. Angka yang sangat fantastis, pantas saja pihak PLN tidak mau menanggung biaya pembayaran tagihan listrik secara online. Moga tulisan singkat ini membuka mata para pelanggan PLN, termasuk mereka yang terkait dengan topik ini. (Sumber : Kompasiana)