Oleh: Zuliana Ibrahim
Lahir dari rahim yang mengandung cita-cita
kini menjelma bukit paling dingin di jantung
berduyun membaca nasib
mengalirlah sejarah di tangan tak tersiasat
Takengen,
dengan dahaga yang tumbuh pada sejuta pohon pinus
menyasak benih masa depan di pangkuan ine
matahari jadi saksi,
Lut tawar cermin generasi
Takengen,
sekujur tubuhnya harum renggali
adat dan agama jadi kiblat yang sakral
kopinya jadi air mata bangga bagi Negeri Antara
Pagi yang girang,
petani tak lagi kalut oleh rentenir
perayaaan dengan doa
musim depik tiba
Memperingati HUT Takengen ke-436