Kopi masih menjadi sumber mata pencaharian utama masyarakat Gayo, Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah dengan cita rasa dijajaran papan atas dunia. Menjadi petani kopi ternyata tak perlu ilmu khusus berdasarkan teori-teori yang dipelajari secara sistematis, ternyata dari pengalaman pun dapat dijadikan bekal dalam merawat kopi untuk kualitas dan kuantitas produksi maksimal.
Seperti yang dilakukan seorang petani kopi arabika Gayo, Zaini (45 tahun) warga Kampung Merah Mege Kecamatan Atu Lintang Kabupaten Aceh Tengah yang menjadi petani kopi berprestasi dengan mengandalkan pengalamannya dalam bertani kopi.
Zaini menggantungkan hidupnya dari kopi dengan pola perkebunan oranik, tanpa menggunakan bahan kimia. Tak heran, dilahan berukuran 4 hektar yang digarap bersama keluarganya, Zaini mampu menghasilkan 1,5 ton kopi asalan Green Bean/hektar/tahun. Ini merupakan hasil panen yang fantastis bagi petani kopi yang hanya menerapkan sistem GAP (Good Agriculture Practices) yang disertai dengan ketekunan mengelola kebun kopinya.
Ditahun 2010 lalu, kopi miliknya berhasil memenangkan kontes Specialty Kopi Arabica Indonesia di Pasar Lelang di Bali, hasil cupping score (pengujian cita rasa kopi) yang diuji oleh Specialty Coffee Asosiation of Amerika (SCAA) dan Coffee Quality Institute (CQI) kopi milik Zaini, meraih score tertinggi dengan nilai 85,43. Tak tanggung-tanggung kopi arabika Gayo mampu mengalahkan sederetan kopi ternama lainnya di Indonesia seperti Flores, Sumut, Jawa dan Bali.
Tak heran jika, kegigihan Zaini dalam mengolah lahan pertaniannya tersebut, dirinya meraih penghargaan dari Menteri Pertanian Republik Indonesia sebagai Petani Kopi Berprestasi. Ternyata penghargaan tersebut tak lantas membuat, Zaini menjadi sombong, akan tetapi pada tahun 2007 lalu berbekal penghargaan tersebut, dirinya memutuskan untuk mengabdi kepada petani kopi sebagai totalitasnya dalam pengabdian diri kepada masyarakat dengan membentuk lembaga Pusat Pelatihan Petani Pedesaan Swadaya (P4PS).
Misi dari lembaga ini dibentuknya tak lain hanya untuk melayani pelatihan kepada petani kopi yang ingin belajar cara merawat kopi yang baik, dan tempat pelatihannya pun dibuat dekat dengan tempat tinggalnya, hal ini dibuatnya untuk bisa terjangkau bagi para petani kopi yang ingin belajar.
“Saya mendirikan lembaga ini karena saya prihatin kepada masyarakat Gayo yang tidak bisa mengolah lahan pertaniannya dengan baik, sehingga hasil yang diperoleh pun tak maksimal, dilembaga ini juga saya memberikan pelatihan kepada petani tentang cara pemangkasan kopi, pemupukan menggunakan kompos, penanaman pohon pelindung, pemangkasan naungan dan penataan kebun yang baik”, kata Zaini, Minggu 21 April 2013.
Tak hanya itu, saat ini Zaini juga menjadi salah satu motivator petani kopi Aceh Tengah dan Bener Meriah yang tergabung kedalam Conservasi Internasional (CI). Ruang kerjanya pun menjadi bertambah, awalnya dengan lembaga yang dibentuknya sebagai pusat pelatihan pengolahan lahan kopi saja, kini meluas dengan dengan menjadikan lahan perkebunan kopi menjadi kawasan konservasi.
“Saat ini saya juga menjadi salah satu motivator CI, materi pun bertambah, dengan menjadikan kopi sebagai lahan konservasi hutan dan teknis budidaya kopi, hal ini untuk mengatasi arus globalisasi pemanasan global”, tambah ayah 3 orang anak ini.
Sebagai motivator bagi petani, Zaini memberikan pelatihan kepada petani yang berada di 14 kecamatan yang ada di Aceh Tengah sebanyak 14 gelombang dalam 3 hari per gelombangnya.
“Pada hari Jum’at nanti sudah masuk gelombang ke-7, pelatihan sudah berlangsung mulai 9 April sampai dengan 25 Mei 2013 mendatang, pematerinya juga tak hanya saya saja ada dari Universitas Gajah Putih Takengon dan Dinas Perkebunan dan Kebutahan Aceh Tengah”, ujarnya.
Tak hanya petani yang berasal dari Aceh Tengah saja yang ikut dalam pelatihan tersebut, petani dan penyuluh dari Kabupaten Simalungun Sumatera Utara pun turut ikut serta dalam pelatihan yang dipimpinnya itu.
“Benar, ada saudara kita petani dan penyuluh dari Simalungun yang ikut dalam pelatihan ini, palatihan pun dilakukan disini, agar bisa langsung praktek, dan semua peserta menginap di pondok ini”, terangnya.
Dari sejumlah prestasi yang didapat, Zaini telah mengumpulkan sejumlah penghargaan ditingkat nasional, tahun 2011 lalu, Zaini menjadi Petani Kreatif dalam Pekan Kebudayaan Nasional ke-XIII Petani dan Nelayan di Kalimantan Timur.
Saat ini Zaini sedang menjalani, kopi sebagai salah satu objek wisata sebagai agrowisata. “Kopi tidak hanya sebagai objek perdangan kan, bisa juga sebagai agrowisata, dan banyak orang Bule yang datang kesini hanya ingin berwisata saja, mereka pun betah berhari-hari bahkan ada yang berbulan-bulan tinggal disini”, kata Zaini.
Disamping semua prestasi yang diraihnya, ternyata tak sejalan dengan keseriusan pemerintah dan koperasi yang bergerak dibidang ini untuk meningkatkan kesejahteraan petani kopi.
Diceritakannya, banyak koperasi yang selalu meminta data dan teknis dari hasil pengolahan kebun yang dioleh secara organik miliknya itu, akan tetapi tujuan mereka hanya memanfaatkannya saja.
“Banyak yang datang kemari, membawa pembeli untuk koperasinya, mereka bilang kita petani binaannya, padahal tidak pernah mereka membina saya, saya belajar secara otodidak, tidak ada bantuan mereka sama sekali, tapi bagi kepentingan bisnis mereka berani mengatakan itu, seharusnya pemerintah kita juga tanggap akan hal ini, agar tingkat kesejahteraan petani kopi meningkat”, Demikian kata Zaini. (Darmawan Masri)