Oleh : Drs. Jamhuri Ungel, MA[i]
Dalam kajian keilmuan, filsafat adalah upaya mencari hikmah atau kebenaran sedangkan logika merupakan alat untuk mencarinya, lalu apa sebenarnya yang diaksud dengan kebenaran ? Secara umum manusia baik para ahli atau manusia biasa berbeda dalam menyebutkan apa itu kebenaran.
Perbedaan dalam menyebutkan apa itu kebenaran, membuat manusia tidak sama ketika harus mencari, membuat atau mempertahankan kebenaran. Ada diantara sebagian orang yang menganggap bahwa pluralisme adalah kebenaran sehingga mereka memperjuangkan agar pluralisme diakui oleh semua orang sebagai kebenaran, mereka mencari petunjuk yang dapat dijadikan alasan yang memperkuat pendapat mereka dengan harapan mendapat pengakuan dari semua orang pluralisme adalah kebenaran. Mereka yang tidak menganggap prluralisme sebagai sebagai kebenaran mereka menentang adanya pluralisme tersebut, untuk ini mereka berpendapat dalam kehidupan ini harus menyatu dan satu dan mereka yang berbeda dikelompokkan dengan lawan.
Kejadian seperti ini terjadi dalam semua aspek kehidupan mulai dari yang paling general sampai kepada pertikuler terkecil, termasuk tentang keberagaman jenis manusia sampai kepada keberagaman suku, dari keberagaman jenis agama sampai kepada keberagaman mazhab dalam beragama. Mereka yang menganggap keberagaman sebagai kebenaran tentu selalu mempertahankan dan memperjuangkan agar keberagaman itu tetap terjaga dan tidak mungkin dihilangkan, karena itu mereka selalu siap mengadu argumentasi dengan mereka yang tidak mengatakan keberagaman sebagai sebuah kebenaran, tetapi mereka yang tidak mengatakan keberagaman itu sebagai kebenaran juga selalu berupaya dan siap mengadu argumentasi dengan lawan mereka.
Dalam realitanya keberagaman atau pluralisme tidak pernah hilang terlebih dalam masalah yang general, namun sebaliknya juga banyak masalah-masalah dalam kehidupan manusia yang pada awalnya berbeda atau beragam namun kemudian menyatu dengan hilangnya satu persatu partikuler yang ada. Kita masih mengakui dan melihat kenyataan adanya keberagaman warna kulit manusia, ada yang berkulit hitam, putih, merah atau warna lain, namun ketika terjadi perkawinan antar warna kulit maka warna kulit itu akan berubah pada generasi sesudahnya. Demikian juga dengan perbedaan bahasa atara dua orang yang melakukan perkawinan akan melahirkan bahasa yang berbeda pada keturunan selanjunya.
Contoh keberagaman ini juga bisa kita sebutkan dalam bidang ibadah dikalangan umat Islam. Pada dasarnya Al-Qur’an yang satu berasal dari Tuhan yang satu dan hadis berasal dari Nabi yang satu yaitu Muhammad SAW. Ketika al-Qur’an yang satu dijelaskan dengan perbuatan Nabi yang satu untuk sebagiannya melahirkan perbuatan yang beragam. Seperti : Tuhan menyuruh Muhammad ketika akan melakukan shalat hendaklah berwudhuk, lalu ketika melaksanakan perintah Tuhan tersebut Muhammad melakukannya dengan berbeda, sekali ia mencuci anggota wudhuknya (muka, tangan, kepala dan kaki) satu-satu kali, pada waktu yang lain ia membasuhnya dengan dua-dua kali dan pada kesempatan yang lain beliau membasuhnya tiga-tiga kali. Itulah salah satu perbuatan yang beragam dicontohkan oleh Nabi dan masih banyak perbuatan lain yang juga beragam.
Dalam perkembangannya perbuatan beragam ini memunculkan (pemahaman yang seolah mengharuskan) pilihan dalam pelaksanaannya, sehingga dalam realitanya kita lihat sebagian masyarakat mengharuskan mengamalkan satu dari tiga cara yang dicontoh, apakah satu kali, dua kali atau tidak kali. Penggiringan pemilihan satu ini bermula pada masa mazhab dalam priode hukum Islam, dengan didasari kepada salah satu lebih benar dari yang lain, lagi-lagi penempatan kebenaran pada keberagaman atau salau satu dari keberagaman tersebut.
Kebenaran menjadi inti dari ajaran Islam dan untuk mewujudkan kebenaran tersebut Tuhan katakan : Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran…(an-Nisa’ : 170), Allah telah menurunkan al-Kitab dengan membawa kebenaran…(al-Baqarah : 176), Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu (al-Baqarah : 147).
Dan Nabi bersabda “Sesungguhnya tidaklah aku diutus, kecuali untuk menyempurnakan akhlak manusia” dan akhlak yang baik merupakan instrumen penting untuk mendukun terwujudnya kebenaran.
Karena tujuan agama adalah kebenaran maka kita harus menundukkan segala sesuatu di bawah perjuangan menuju kebenaran, pluralisme harus ditundukkan di bawah kebenaran dan pluralisme bukan inti ajaran islam seperti banyak diyakini oleh sebagian orang, namun menolak pluralisme juga merupakan perbuatan yang sia-sia karena ia adalah realita. Demikian juga dengan perbedaan dalam pengamalan keberagaman seperti yang telah dicontohkan oleh Nabi, bahwa keberagaman itu adalah sebuah realita dari perbuatan Nabi dan dalam perbuatan tersebut ada kebenaran yang harus ditegakkan dan diagungkan dan kebenaran itu ada dalam semua perbuatan Nabi, jadi memilih satu-satu kali didalamnya ada kebenaran dan juga memilih dua-dua atau tiga-tiga kali dan memaksakan orang lain untuk menentukan hanya memilih satu dari tidak keberagaman adal perbuatan sia-sia.
[i] Dosen Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh.
ngomong jangan “islam bersatu”, tapi kalau sesama muslimyg dekat2( antara aceh dan gayo bukan saudara) nggak mau bersaudara, itu prakteknya nol namanya