Catatan: Maharadi
PEMANDANGAN perbukitan dan hutan perawan yang indah. Semuanya tampak alami, kami pun telah menyatu dengan Alam. Begitu cantik, menikmati eksotisnya panaroma Dataran Tinggi Gayo.
Menelusuri jalan ditengah hamparan hutan belantara Samar Kilang Kecamatan Syiah Utama Kabupaten Bener Meriah. Pekan lalu, Sabtu 18 Mei 2013 bersama Gayo Fourwhelrs Community (GFC), komunitas pencita mobil jeep.
Menikmati perjalanan yang berbeda, ini perlu di lakukan. Supaya berwarna. “Kita perlu refreshing juga,” kata Fikri saat menyetir mobil yang aku tumpangi. Bagi Fikri bergabung dengan komunitas adventure Offroad itu adalah wadah untuk melepas rasa penat dan mencari warna baru dalam hidup ini.
”Bersahabat dengan alam itu indah, pikiran menjadi tenang, masalah utang pun serasa lunas,” ungkapnya Fikri sambil menatapku.
Berbekal semangat dan nilai kekompakan belasan kru GFC melewati jalur trekking, dengan sulit dan terjal. Siang itu, saat memasuki Bur origon, Kami telah di jamu rinai hujan. Perlahan namun pasti, roda-roda kendaraan menelusuri jalan-jalan yang semakin semangkin menyempit, semak dan berbatu.
Keberangakatan kami, memilih medan yang penuh tantangan. Perjalanan konvoi sebanyak 10 unit mobil jeep, menempuh jarak sekitar 70 km. Mulai menyusuri Bur Origion, Simpang Bidin, Wih Kanis, Pepedang, Kelowang, Tembolon, Rusip, Bontok dan terakhir kampung tujuan kami.
Mobil yang lain melaju meningalkan kami berdua.Tiba sampai persimpang Bidin, mobil rakitan jimny jangkrek keluaran tahun 80 –an yang saya tumpangi menabrak batu besar, sehingga stang besi ban sebelah kiri bengkok. Hampir saja kami terguling.
Melihat keadaan stang mobil rasanya perjalanan menuju Samar Kilang tertunda siang itu. Hanya bisa pasrah. Rinai hujan terus menghujam kami. Waktu pun berlalu. Sinyal Ponsel tidak bersahabat,” matilah Aku ini,” pikirku.
Kalau tidak kompak bukan komunitas Jeep namanya. Terdengar suara menderu, satu-persatu unit mobil menghampiri kami.,”Alhamdulilah pikirku, aku selamat,”.
”Kenapa Om?” Tanya Hasandi pada Fikri, salah satu navigatornya Feri.
“Stang ban kirinya bengkok, Om,” Jawab Fikri. Om adalah nama panggilan setiap anggota GFC, disini tidak ada senior maupun jinior, semua sama rata, tanpa memandang siapa dan jabatan apa.
Kru pun memperlihatkan kekompakanya, segala jenis kunci di bawah tempat duduk mobil di keluarkan. Satu persatu baot di lepas. Besi bengkok berukuran 50 cm akhirnya berhasil di luruskan.
Hujan datang semakin deras, kami sepakat untuk berhenti sejenak sambil ngemil di persimpang Bidin. Satu jam melewati Bur Origon setelah hujan reda, kami menlanjutkan perjalanan.
Di kanan kiri sepanjang jalan wih Kanis, mata termanjakan oleh pemandangan perkebunan kopi yang berbaris di perbukitan hijau. Kabut mengambang tipis, bermain di sela hijaunya pepohonan. Matahari telah menapakan sinarnya.
Petani kopi, melambaikan tangan, menyampa dengan bersahabat. Saat mobil kami melintasi arela perkebunan kopi itu. Sedikitnya ada 500 ribu Hektar areal perkebunan masyarakat yang berjejer di sepanjang jalan Wih Kanis.
Teriknya matahari, padahal jam di tangan ku menunjukan pukul 15.12 Wib. Saat melewati perkampungan Pepedang, suasana berganti. Hamparan luas pohon pinang, kemiri, aren dan coklat menghiasi panorama, aliran sungai memecah kesunyian, menyempurnakan lukisan Sang Pencipta.
Sembari menyusuri perjalanan, sesekali kami selingi, berhenti menikamati air aren yang telah tersedia di lapak pingir jalan. Foto bersama, mengabadikan setiap momen yang ada. Kerap kali terdengar galak tawa dari anggota.
Ba’da Ashar menunjukan perjalanan hampir mendekati tujuan. Setelah memasuki perkampungan Kelowang, Tembolon, Rusip, dan Bontok. Aku sudah tak sabar melihat perkampungan terakhir ibu kota Kecamatan Syiah Utama, Samar Kilang.
Samar Kilang, seperti yang sudah tersebar kabarnya. Menyimpan sejuta pesona indah dengan nuasa hutan blantara yang masih perawan. Tekstur jalan yang masih berupa tanah dan berbatu membuat perjalanan sedikit lambat. Namun akhirnya pada pukul 17.50 Wib kami tiba ke tempat tujuan.
Dari jarak yang semakin dekat suara gemuruh air Sungai Krueng Jamboe Aye, sudah terdengar. Seperti mengodaku untuk berlari dan mendekatinya. Ini adalah kali pertamanya aku menginjakan kaki di perbatasan Kabupaten Bener Meriah dengan Aceh Timur. Provinsi Aceh itu.
Saat sampai di lokasi. Anggota GFC terlihat kegirangan. Ekspresi wajah sapaan ramah tamah dari 350 kepala Keluarga (KK) menyambut kami keheranan. Saat menyaksikan kendaraan offroad tubular berkonvoi, bermesin Jeep Chrokke tahun 1995, melintasi pemukiman warga.
Merasakan langsung bagaimana serunya melintasi Bur origon- Samar kilang bersama komunitas Gayo Fourwhelrs Community adalah pengalaman pertamaku. Saksikan cerita kami selanjutnya. Bersambung…