Puisi-puisi : Steve Agusta

kematian kata

bulan lalu angin memberiku kabar

tentang kematian kata

kemarin badai mengirimiku surat

tentang kemusnahan hurufhuruf

 

aku jadi gelisah akan bapak dan ibu

yang selalu memakai kata dan huruf

di rumah maupun di kantor

mereka pasti kehilangan pekerjaan untuk berceloteh

 

penjaringan, 5 juli 2013

 

 

aku masih di sini

aku masih di sini

memungut rindu yang tercecer di beranda malam

berteman sepi, bermahkotakan remang

kadang mataku menarikan tangis

mulut melafalkan igauan namamu pada malam

 

dari sudut telingaku masih terdengar

bisikmu yang penuh haru

desahmu yang berlumur lara

 

cinta yang kini usang tak patut kusebut pelangi

lantaran usia telah memangkas nafsunya

ia kehilangan gairah untuk mencumbui sepi sekalipun

 

aku masih di sini

menanti senja kembali bersama namamu

untuk kututurkan kepada cucuku

sebelum aku dan dia menutup usia

 

freedom, 5 juli 2013

 

 

tubuh

suatu hari tetangga rumahku mendekatiku dengan geram

dan bilang tubuhku yang hitam telah meletihkan matanya

aku tertegun menatap tubuhku yang terlanjur ada

aku meminta kepadanya agar ia meminta Tuhan menggantinya

 

esok hari ia kembali lagi menemuiku

dan bilang bahwa hanya adam yang mampu menolongku

aku dengan girang pergi menemui adam dan

langsung bercumbu nikmat dengannya

 

kini ia datang bersama tangis

di dadanya. di sela isaknya terselip penyesalan

telah mengabaikan waktunya hanya untuk membenci

tubuhku yang hitam, sementara ia sendiri lupa mencintai tubuhnya.

 

s7 pluit, 9 juni 2013

 

 

menanam surga

suatu malam, ayah memberiku surga

untuk kutanam di halaman rumah.

katanya, surga sama seperi gereja, mesjid,

pura, wihara, dan istana presiden. di halamannya

berjubel pohonpohon rimbun, tempat burungburung

menaruh masa depan generasinya. dari sana pula mengalir

sungai yang paling jernih airnya. ikanikan beranak pinak

tanpa takut membaca kepunahan. setiap tanah yang dibasahinya

tumbuh beragam jenis buahbuahan dan sayuran.

 

sembari menggenggam surga pemberian ayah

aku pergi mencari gereja, mesjid, pura, wihara, dan isntana presiden.

tak satupun yang kutemukan.

 

lalu aku kembali ke rumah. ayah sedang menanti senja terkahirnya.

aku bertanya kepadanya, “di negeri mana kita tinggal? aku tak menemukan

tempattempat suci yang ayah ceritakan itu”.

“jangan kau mencari mereka. mereka telah pergi.

sekarang, tanamlah surga itu di beranda rumah kita.

hanya itu yang kumiliki di akhir hayatku”.

 

kebon jeruk, 15 april 2013

 

 

kepergianku

Tuhan yang rintik matanya

menemukan tubuhku di tepi jalan ibu kota

 

keluh tak sempat kutuliskan pada matahari

yang menemani siangku

rintih tak sempat kuutarakan pada bulan

yang pergi sebelum aku

rumputrumput pun tak sempat memimum tangisku

 

aku berjumpa dengan Tuhan dalam diam

tanpa sedikit desah atas kepergianku

 

jembatan dua, 10 juli 2013

 

steve agusta1Steve Agusta, lahir  di Oepoli, 30 September 1985,  Pekerjaan serorang Jurnalis

Aktif menulis puisi dan cerpen sejak dua tahun terakhir. Aktif di berbagai grup kepenulisan dan media Online . Sejak awal Mei 2013, terpilih menjadi Ketua Komunitas Cinta BAKMI (Baca, Apresiasi Kreativitas Menulis Inspirasi) Wilayah DKI Jakarta.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.