Bendera Aceh Berkibar Provinsi ALA Berpisah Dari Aceh

Oleh: Ardiman*

“jeritan suku-suku minoritas pedalaman aceh terhadap qanun bendera, dan pemerintah aceh.”

Sepereti ucapan Muhamad Hamka yang pernah di muat di lintas gayo” keadilah akan datang dari Pemerintahan Aceh (pesisir) terhadap suku minoritas aceh adalah impian sia-sia yang di lakukan suku minoritas terhadap pemerintah aceh.

Analongi ini sangat tepat untuk mendeskripsikan sikap (keadilan) pemerintah provinsi Aceh terhadap masyarakat suku minoritas di aceh. Singkatnya, keadilan merupakan sesuatu yang mustahil untuk diperoleh masyarakat minoritas dari pemerintah provinsi Aceh (pesisir).

Provinsi ALA ingin pisah dari aceh apa bila qanun bendera disahkan oleh pemerintah pusat dan bendera lambang aceh berkibar diwilayah aceh salah satunya ialah dikarekan pemimpin aceh tidak idiel dalam memimpin rakyatnya yang dimana suku-suku minoritas yang di acuh dan di asingkan dari aceh sendiri dan apabila pemerintah aceh (pesisir) dan LWN(Lembaga wali nanggroe) tetap berpedoman pada prinsip-prinsip atas pengesahan qanun bendera akan terjadinya konplik di aceh yang kesekian kalinya antar pemerintah aceh dan suku-suku minoritas yang berada diwilayah aceh saat ini dan tidak tertutup kemungkinan suku-suku minoritas lainnya akan ikut untuk memisahkan diri dari aceh yang dikarenkan aceh dan pemimpin aceh (pesisir) dan WN itu milik suku-suku mayoritas bukan milik rakyat aceh kenapa suku-suku minoritas akan mengatakan seperti ini contoh kecil saat ini yang terjadi diwilayah aceh tentang bencana alam (gempa bumi) didataran tinggi gayo (provinsi ALA) dimana diketika suku-suku minoritas ini membutuhkan perhatian dari pemimpinnya untuk meringankan beban dipundak mereka akan tetapi pemerintah aceh sendiri tidak mendegarkan tangisan mereka yang memohon perhatian dari pemimpinnya sehingga dianggap oleh suku ini tidak serius dan tidak fokus dalam menyelesaikan masalah tangisan suku-suku minoritas ini,Oleh karna itu suku-suku minoritas mengaggap kasih sanyang pemerintah aceh dan WN terhadap suku-suku minoritas hanya sebelah mata, bahkan kemungkinan tidak melihat jeritan rakyatnya minoritas.

Dimana ketika masalah ini pemerintah tidak terlalu konsisten memperhatikan masyarakat yang sedang menjerit-jerit dan memohon perhatian pemimpinnya tetapi pemimpinnya asik mengurus masalah QANUN WALI NANGROE dan QANUN BENDERA ACEH sedangkan rakyatnya sedang menagis dan sangat membutuhkan pemimpinnya ada untuk meringankan beban dan menghapus air mata mereka inikah yang dikatakan pemimpin yang menyatukan rakyat aceh yang peduli terhadap rakyat aceh???

Inilah salah satu bentuk keluhan suku minoritas yang berada di dataran tinggi gayo (ALA)
dan ini pula yang salah satu kontravesrsi provinsi ALA terhadap pengesahan qanun bendera di aceh yang di anggap ketidak adilannya dalam memimpin rakyak aceh bahkan hanya memisahkan rakyak minoritas dari aceh, bukankah seorang pemimpin itu menyatukan masyarakatnya,mendegarkan jeritan rakyatnya,memperhatikan rakyatnya dan menghapus airmata masyarakat aceh.

Seperti pepatah Muhamad Hamka yang pernah dimuat di lintas gayo

Mangharapkan keadilan datang dari Pemerintahan Aceh (pesisir) adalah pekerjaan sia-sia. “Ibarat seorang bocah yang menghitung jumlah bintang di langit.” 

Ironisnya saat bersumpah untuk memperjuangkan propensi aceh untuk bebas dari penindasan suku jawa terhadap masyarakat aceh dan pada masa konflik dulu tidak adanya kata-kata tentang perbedaan, tetapi di ketika masa itu telah berlalu janji,sumpah,ucapan.canda antar pejuag gerakan aceh merdeka (GAM) mengapa pejuang dari suku-suku tidak dianggap lagi dalam pemerintahan aceh (pesisir) dan tidak lagi menaggapi inspirasi mereka-mereka pejuang aceh dari suku minoritas dan tidak lagi didegarkan oleh petinggi aceh saat ini padahal dulunya masih sama-sama memperjuangkan aceh untuk kebebasan dari suku jawa tapi mengapa sekarang pemerintah aceh menindas rakyat aceh sendiri, nah ini yang paling tidak di setujui oleh suku minoritas pedalaman aceh terhadap pemimpin yang memperebutkan kekuasaan tanpa mempertimbangkan apa yang terjadi terhadap  rakyat aceh sendiri.

Inilah yang terpenting dari semua penjelasan saya dan menurut pendapat kawan-kawan yaitu ala harus melonjak tinggi dari keterdiamannya selama ini, pemisahan  provinsi ala dari provinsi aceh (pesisir) merupakan satu jalan  untuk menigkatkan kesejahteraan rakyat/suku minoritas dalam mengapai  martabat dan level yang lebih baik bagi suku-suku minoritas aceh pedalaman.

Mahasiswa Universitas Syiah Kuala Jurusan Ilmu Politik/Fisip*

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

3,627 comments