Banda Aceh | Lintas Gayo : Seniman Saman Gayo dari Gayo Lues kecewa pada pemerintah Aceh yang menamakan tarian Saman Gayo dengan Saman Aceh. Padahal, Saman Gayo merupakan seni yang selama ini memberi konstribusi pada kesenian Aceh secara luas. “Penari Saman harus laki-laki, itulah Saman Gayo,” kata Bayu, pelatih Saman Gayo di Banda Aceh, Sabtu (23/4).
Hal itu disampaikan Bayu berkaitan dengan pengesahan Unesco terhadap 11 warisan dunia yang dimiliki Indonesia sebanyak empat di antaranya berupa alam, tiga cagar budaya, dan empat karya budaya tidak benda, dan salah satunya Saman Gayo yang sebagian seniman Aceh gerah dengan menyebut tarian Saman Gayo sebagai bagian dari tari Ratoh Duek. Seharusnya, Saman Gayo dikatakan sebagai kesenian ‘syiar agama’ yang berposisi duduk berasal dari Gayo Lues.. “Disebut Ratoh itu harus ada kajian ulang, apakah sebutan Ratoh lahir sebelum Saman Gayo atau setelah itu,” jelas Bayu, si mantan pemain Saman Gayo.
Sementara tokoh masyarakat Gayo Lues Bahrinsyah menyambut baik penganugerahan Saman Gayo sebagai salah satu budaya warisan dunia, namun sebaiknya ini disikapi dengan bijak agar tidak terjadi kerancuan di kesenian Aceh sendiri. “Semua bentuk kesenian di Aceh ada penciptanya, jangan asal caplok samanpun disebut milik Aceh bukan Gayo. Yang benar Saman Gayo dari Provinsi Aceh,” katanya.
Bahrinsyah, pelaku Saman yang sudah berkali-kali menghibur Istana Negara itu merasa kecewa dengan pemerintah Aceh yang tidak mampu memilah kekayaan budaya daerahnya sendiri. Ini pertanda ketidak pedulian pemerintah pada kesenian, terutama kesenian Gayo sebagai seni yang berkarakter tinggi.dan unik. “Ini sama aja dengan membiarkan, sementara Saman Gayo sudah bekerja keras membangun identitas, Kalau bisa pemerintah Aceh mengundang peneliti dari UNESCO untuk datang dan melihat langsung keaslian Saman di Gayo Lues” demikian kata Bahrinsyah.
Saman Gayo merupakan kesenian yang berkembang pesat di daerah Gayo Lues. Bukti perkembangan itu, terlihat pada meluaskan masyarakat Gayo segala umur dapat memainkan Saman, termasuk pejabat yang ada di negeri seribu bukit tersebut. Saman Gayo biasanya dimainkan oleh kaum lelaki yang pertama kali diperkenalkan pada pembukaan Taman Mini Indonesia Indah pada tahun 1974, dan merupakan permintaan Ibu Tien Soeharto. Sejak itu kesenian ini terus berkembang kemana-mana, hingga sebagian sanggar di Jakarta dan di Aceh mengorbankan kesenian seperti Ratoh, Rateep Meuseukat, dan beberapa jenis Tari lainnya dengan menyebutnya Tari Saman. (Jauhari Samalanga | atjehpost.com)
setuju,saman hany diprnkan oleh kaum adam,kl utk kaum hawa,oya bines,wow..tarianmemukau+++dan+,dmkian jg didong,tdk ada didong banan,terkecuali syaer.oya bananpe ara.
caplok terus, rakus dipelihara.
Begini saja, kita daftarkan juga di Unesco Seudati Gayo… Hayo siapa yang bersedia jadi sponsor…?
betol itu… Jgn seenak.a aja maen caplok… Klo bgini cara.a bisa2 kesenian d gayo tak pernah nampak dpermukaan….. Setuju sekali saya klo pemerintah aceh bisa menhadirkan unesco ke gayo lues…..terimakasih..