Pemilu di Aceh Paling Brutal Plus-Plus

Oleh: Ghazali Abbas Adan

Ghazali Abbas Adan
Ghazali Abbas Adan

Politisi NasDem Akbar Faisal menyebut pemilu legislatif 2014 adalah pemilu paling brutal yang pernah diikutinya. Beruntung, perolehan suara Akbar mampu mengantarnya duduk sebagai anggotabDPR period3 2014-2019 (Serambi, 29/04/2014). Bukti brutalitas yang dipertontonkan dalam pemilu legislitif 2014 adalah praktik politik uang. Disebutkan ada caleg menebar uang Rp 10 M, satu Kabupaten banjir uang dan sembako.

 

Adapun modus politik uang menurut NasDem, pemberian uang atau barang secara langsung saat sosialisasi. Dalam bentuk politik transaksional berupa janji-janji material. Diantaranya dalam bentuk pemberian ambulans dan gaji pada pada Ketua RT/RW serta tokoh masyarakat. Ada juga yang memperbaiki jalan atau membuat sekretariat RT/RW. Serangan fajar yang dalam pemilu legislatif kemarin, dilakukan dua sampai tiga hari sebelum pemungutan suara.

 

Betapa menurut politisi NasDem ini dengan menebar uang (peng) ketika berupaya mendapatkan kursi DPR dalam pemilu sudah disebut pemilu paling brutal. Ini baru satu “P” sudah dikatakan demikian. Bagaimana dengan praktik 5-P dalam pemilu-pemilu ? Yakni pertama, PEUYO, menakuti-nakuti, intimidasi, dan teror terhadap pesaing dan rakyat ketika memburu dan mempertahankan kekuasaan. Kedua, PEUREULOH, ialah merusak alat-alata peraga/pendukung dalam proses pemilu. Seperti merusak bendera, baliho, spanduk, kantor, rumah, kendaraan dan lain-lain. Ketiga, PEUNGEUT, yakni manipulasi suara, seumpama penggelembungan suara untuk satu pihak, dan penggerogotan suara terhadap pihak lain, juga mencoblos kertas suara golput untuk dimasukkan ke jumlah bilangan kandidat. Keempat, PENG, yakni politik uang, bagi-bagi sembako dan rupa-rupa mudus operandi lain. Kelima POH-MUPOH, yakni menumpah darah manusia dan membunuh, baik yang korbannya itu kader/simpatisan partai peserta pemilu, maupun rakyat biasa.

 

Adalah fakta, bahwa kelima “P” ini oleh gerombolan fasis jahiliyah dengan pongah dan tanpa merasa melawan hukum dan berdosa dipraktikkan di Aceh. Kalau satu “P” saja, yakni politik peng (uang) sudah dikatakan paling brutal, berarti apabila 5-P harus dikatakan pemilu di Aceh paling brutal plus-plus. Plus-plus lagi karena Aceh ini, nanggroe syariat Islam, tetapi perilaku fasis primitif jahilyah itu tetap saja dipertontonkan.

 

Selain pemilu di Aceh saya katakan paling brutal plus-plus, juga harus saya katakan, bahwa siapapun yang mendapatkan kursi kekuasaan, baik di legislatif dan  eksekutif dengan salah satu “P” atau lebih, apalagi lengkap 5-P, maka mereka bukanlah orang-orang terhormat, tidak layak dan tidak boleh dihormati, mereka adalah manusia primitif jahiliyah, karena kursi kekuasaan itu didapatkan dengan cara-cara fasis primitif jahiliyah. Kursi terhormat sejatinya harus didapatkan dengan cara-cara terhormat pula.

 

Betapa tidak pantas dalam era modern  berperadaban dan bertamaddun ada  orang-orang dan/atau kelompok manusia masih menjadi  budak hawa nafsu, yakni ketika memburu dan mempertahahkan kekuasaan  dengan pongah mempertontonkan perilaku fasis primitif jahiliyah itu. Sekali lagi menurut saya, sebagai orang-orang modern, beradab dan bertamaddun, apalagi bersyariat bahwa sesuhgguhnya mereka bukanlah orang-orang terhormat, terhadap mereka tidak pantas dan tidak boleh dihormati, sekaligus menjadikan mereka sebagai musuh bersama (‘aduwwum mubiin lil-jamii’). Nashrumminallaahi wafathun qariib. Wassalam

 

* Salah seorang rakyat jelata peserta pemilu 2014.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

3,627 comments

  1. Kalau memang kejam Pak Ghazali Abbas Adan cobak bapak bekerja sama dengan pak Ir Tagore Untuk memperjuangan ALA dan ABAS baru disana kita pebaiki cara politik kita yang madani jangan lagi seperti yang bapak katakan itu.

    1. win kul kalaulah memang murni pemekaran ini untuk kemajuan daerah OK OK saja, tapi kalau hanya mementingkan sukuisme, dengan mengungkit SARA maka jawabannya adalah perlawanan balik krn tdk semua org dipesisir melakukan apa yg dituduhkan, perjuangan ini nggak murni, karena sarat kebencian etnis yang terus di bangun, kalau itu diterapkan(persuku/perproinsi), maka indonesia lebih baik dibubarkan saja krn berbeda suku n adat. tapi kalau kita tanya masalah pembangunan maka pertanyaan itu tanyakan ke pemerintah pusat, krn daerah masih belum ada kuasa apa, coba saja anda bandingkan daerah2 lain di sumetra maka aceh adalah daerah yang tidak maju. aceh ini namanya saja otonomi khusus tp hasil(uang) daerah tetap ke pusat n disana uang di olah lagi