Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh sebagai bagian dari unsur lembaga swadaya masyarakat yang concern terhadap akselerasi terwujudnya good governance di Aceh, include pada sisi law enforcement, terus berupaya maksimal guna memberikan kontribusi nyata bagi publik di Provinsi Aceh.
Berdasarkan usulan anggaran yang diajukan oleh Pemerintah Aceh untuk APBA 2015 yang diusulkan dalam KUA-PPAS 2015 disebutkan bahwa Pemerintah Aceh mengusulkan Penyertaan Modal untuk Badan Usaha Milik Aceh (BUMA) yang diperiotaskan kepada Perusahaan Daerah Pembangunan Aceh (PDPA), PT Investa Aceh, Mikro Inovation Fund (MIF), PT Bank Aceh dan PT BPR Mustaqim Sukamakmur dengan jumlah angggaran yang diusulkan sebesar Rp.283.000.000.000,-
Usulan penyertaan modal tersebut diberikan dengan komposisi anggaran pembagian yang terdiri dari peruntukan modal untuk PDPA Rp.25.000.000.000,- untuk modal PT Investa Rp.125.000.000.000,- untuk modal PT MIF Rp.63.000.000.000,- untuk modal PT Bank Aceh Rp.50.000.000.000,- serta untuk modal PT BPR Mustaqim Sukamakmur Rp.20.000.000.000,- dan berdasarkan hasil analisa GeRAK Aceh serta kajian diketahui bahwa penyertaan modal khusus untuk Perusahaan Daerah Pembangunan Aceh (PDPA) dan PT Investa untuk tahun APBA 2015 tidak tepat dianggarkan karena beberapa hal diantaranya:
1. Bahwa berdasarkan hasil Audit BPK-RI tahun 2013 dengan nomor Nomor : 10.A/LHP/XVIII.BAC/05/2014 tertanggal : 21 Mei 2014 diketahui bahwa Penyertaan modal Pemerintah Aceh pada PDPA dengan nilai investasi awal berdasarkan harga perolehan (cost method) sebesar Rp5.150.000.000,00 dan porsi kepemilikan sebesar 65,55%. Penyertaan modal tersebut tidak dapat diyakini kewajaran nilainya dikarenakan opini Laporan Auditor Independen atas Laporan Keuangan PDPA per tanggal 31 Desember 2008 No.LHA-979/PW.01/4/2009 tanggal 31 Desember 2009 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menyatakan ”tidak menyatakan pendapat” atau disclaimer dimana laporan penyajian keuangannya dinilai tidak wajar dan berpotensi terjadi dugaan tindak pidana korupsi.
2. Bahwa sampai akhir tahun 2013 berdasarkan temuan hasil audit BPK-RI diketahui bahwa Laporan Keuangan PDPA per 31 Desember 2013 belum diaudit oleh auditor independen. Dan diketahui bahwa peyajian laporan keuangan PDPA masih bermasalah dan dapat berpotensi merugikan keuangan daerah, dan patut diduga bahwa PDPA adalah perusahaan yang berkategori “sakit” dan sangat rawan terjadi pelanggaran hukum terhadap pelaksanaan serta pertanggungjawaban keuangan atas penyertaan modal yang dilakukan oleh Pemerintah Aceh.
3. Bahwa sejak didirikan PDPA sampai dengan saat ini adalah sebuah “perusahaan gagal” yang belum pernah memberikan dampak apapun untuk penerimaan anggaran daerah, jika dikalkulasikan bahwa penyertaan modal awal sebesar Rp5.150.000.000, dan jika ditambahkan dengan alokasi anggaran APBA tahun 2015 maka total anggaran yang akan dikelola PDPA adalah Rp30.150.000.000,- jadi berdasarkan fakta tersebut maka anggaran untuk PDPA sebagaimana usulan dalam KUA-PPAS 2015 tidak dapat dianggarkan sebelum ada pembenahan dan pertanggungjawaban atas anggaran sebelumnya yang belum dapat diyakini kewajaran pertanggungjawababnya sebagaimana temuan atas hasil audit BPK-RI.
4. Bahwa PDPA saat ini diduga adalah sebuah perusahaan yang kepengurusannya diisi oleh orang-orang yang tidak profesional dibidangnya, dimana berdasarkan hasil temuan GeRAK Aceh menemukan fakta bahwa kepengurusan PDPA diisi oleh kolega Gubernur Aceh, dan atas hal tersebut dapat diduga bahwa pengusulan anggaran untuk modal PDPA dapat berpotensi korupsi karena memiliki konflik kepentingan, dan ditakutkan bahwa penyertaan modal ini akan membawa dampak sistemik yang pada akhirnya penyertaan modal ini akan sia-sia dan tidak memberikan dampak penerimaan daerah karena akan habis anggarannya untuk kepentingan konsumtif seperti biaya gaji, pengadaan mobil, tujungan serta SPPD biaya perjalanan.
5. Bahwa untuk penggusulan penyertaan modal bagi PT Investa yang diusulkan dalam KUA-PPAS 2015 juga tidak sesuai dengan komposisi belanja anggaran yang diperioritaskan, sebab berdasarkan hasil kajian GeRAK Aceh menemukan fakta bahwa PT Investa mengusulkan rencana pengembangan bidang peternakan dan pengemukan sapi (lembu) yang berencana bekerjasama dengan perusahaan australia (Lawson), dan diketahui bahwa pengusulan anggaran ini lebih banyak untuk membangun kandang dan membeli tanah, maka atas dasar temuan tersebut patut diduga bahwa pengusulan anggaran untuk PT Investa tidak tepat karena kegiatan yang dilakukan tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan belum ada kajian mendalam terhadap kegiatan yang diusulkan, dan patut diduga bahwa kegiatan terhadap pengembangan bidang peternakan dan pengemukan sapi akan bernasib sama sebagaimana kasus yang pernah dialami oleh PT Kuta Malaka terkait kredit macet pada Bank Aceh sebesar Rp.10,4 M terkait impor sapi tahun 2009.
6. Bahwa rencana kegiatan yang dilakukan oleh PT Investa tidak memiliki basis perencanaan yang baik dan tidak memiliki koordinasi yang baik dan terstruktur dengan upaya kegiatan dan program dinas terkait, maka atas dasar tersebut GeRAK Aceh mengusulkan bahwa pengusulan anggaran untuk PT Investa tidak dapat dilakukan pada tahun anggaran 2015 karena harus terlebih dahulu dilakukan kajian dan pengawasan oleh DPRA sebelum melakukan penyertaan modal, sebab konsekwensi dari pernyataan modal ini sangat rawan terjadi potensi kerugian dibandingkan dengan laba yang akan diperoleh dari penyertaan modal yang dilakukan.
7. Bahwa penyertaan modal untuk perusahaan lain seperti penyertaan tambahan modal untuk PT Bank Aceh dan BPR Mustaqim Sukamakmur perlu mendapat klarifikasi dan pengawasan yang kuat dari DPRA, sebab berdasarkan hasil Audit BPK-RI tahun 2013 dengan Nomor :10.A/LHP/XVIII.BAC/05/2014 tertanggal : 21 Mei 2014 diketahui bahwa Penyertaan modal yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Aceh kepada dua Bank tersebut saat ini terdiri dari: Untuk PT Bank Aceh sebesar Rp.1.072.230.566.496 sedangkan untuk BPR Mustaqim Sukamakmur sebesar Rp.29.485.567.923, maka untuk penyertaan modal baru yang diusulkan tahun 2015 harus dilakukan kroscek mendalam terlebih dahulu sebelum disetujui, sebab penyertaan modal kepada Bank tersebut harus dapat diyakini mampu meningkatkan penerimaan asli daerah (PAD) jika ini tidak menguntungkan maka penyertaan modal baru tidak dapat dilakukan sebelum ada perbaikan.
8. Bahwa penyertaan modal yang direncanakan untuk kegiatan Mikro Inovation Fund (MIF) harus dilakukan secara selektif dan tidak tergesa-gesa, berangkat dari asumsi bahwa kegiatan ini dirancang untuk kegiatan menumbuhkan unit usaha kecil dan menengah dan sudah sangat banyak kasus kegagalan dari upaya kegiatan yang sebelumnya dilakukan oleh pemerintah untuk membantu kegiatan ekonomi kecil dan bantuan modal usaha seperti contoh berdasarkan hasil audit BPK tahun 2013 dengan Nomor :10.A/LHP/XVIII.BAC/05/2014 tertanggal : 21 Mei 2014 ditemukan fakta bahwa Piutang Dana Bergulir sebesar Rp30.395.931.010,00 merupakan bantuan untuk Koperasi/Usaha Kecil Menengah berupa dana bergulir dalam rangka mendukung pemberdayaan ekonomi rakyat pada Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Disperindagkop dan UKM), terdiri dari Piutang Pokok Dana Bergulir sebesar Rp28.672.770.010,00 dan Piutang Bagi Hasil Dana Bergulir sebesar Rp1.723.161.000,00, maka berdasarkan hal tersebut pihak DPRA harus selektif dalam menerima usulan yang diusulkan untuk penyertaan modal untuk lembaga yang baru memulai kegiatannya.
Berdasarkan atas fakta dan analisa diatas, GeRAK Aceh mendesak ketua DPRA untuk dapat melakukan kajian dan analisa terlebih dahulu sebelum mengambil kesimpulan terhadap upaya penambahan modal kepada beberapa perusahaan sebagaimana yang diusulkan dalam KUA-PPAS oleh Pemerintah Aceh, GeRAK Aceh menduga bahwa upaya penambahan modal tersebut sangat rawan terjadinya praktek dugaan tindak pidana korupsi, terlebih pengusulan penambahan modal dapat diduga memiliki konflik kepentingan (interes) untuk meraup keuntungan dari penyertaan modal yang dilakukan, apalagi jika dikaitkan dengan kepengurusan perusahaan-perusahaan yang akan diberikan tambahan modal memiliki keterkaitan dengan koorperasi yang belum terbukti mampu mempertanggungjawabakan anggaran sesuai dengan kaidah UU dan pada akhirnya hanya akan menjadi temuan dari audit BPK-RI serta potensi kerugian keuangan Aceh.
Demikian surat penolakan penyertaan modal untuk Badan Usaha Milik Aceh (BUMA) tahun anggaran APBA 2015 ini kami sampaikan, dan kami mengharapkan kepada Ketua DPRA untuk mengambil sikap tegas bahwa usulan penyertaan modal ini untuk tidak dilanjutkan dan anggaran tersebut lebih baik dialihkan untuk kepentingan perbaikan sarana dan prasarana publik akibat banjir dibeberapa kabupaten/kota yang terjadi pada tahun 2014, atas perhatian dan kerjasama kami ucapkan terima kasih.
Banda Aceh, 30 Desember 2014
Badan Pekerja
Gerakan Anti Korupsi
(GeRAK) Aceh
Askhalani, SHi
Koordinator
Tembusan:
1. Ketua dan Anggota Komisi III DPRA Bidang Keuangan
2. Kepala Perwakilan BPK-RI Aceh
3. Media Massa Lokal dan Nasional