Resam berume merupakan proses bagaimana orang yang hidup di dataran Tinggi Gayo dalam mengerjakan tanah persawahan sehingga menghasilkan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari, pekerjaan ini bukan tidak sanggup dikerjakan oleh masing-masing mereka yang memiliki lahan. Tapi rasa kebersamaan dan nilai sosial yang sudah diwariskan orang generasi sebelum mereka, menumbuhkan kesadaran bahwa hidup saling membantu, kerjasama dalam kebaikan sangat diperlukan.
Kebersamaan tidak selalu identik dengan bantuan tanpa mengharap apa-apa, namun bantuan tanpa berharap tersebut adalah salah satu bentuk perbuatan sosial yang mengandung nilai kebersamaan. Dalam masyarakat Gayo ada beberapa bentuk kebersamaan yang mengandung nilai sosial : Mango lo, tung upah dan bejamu.
Mango lo : Kata mango lo secara sederhana dapat diterjemahkan dengan mango artinya memanggil atau mengajak dan lo artinya hari, jadi makna gabungannya adalah mengajak orang untuk bekerja di tempatnya. Ajakan kepada orang lain untuk bekerja di sawah atau kebun kita harus didahului dengan kita yang bekerja ditempat (kebun dan sawah) orang, ukuran yang dijadikan standar mango lo adalah jasa yang diberikan sesorang kepada orang lain. artinya bukan bentuk pekerjaannya. Karena itu seseorang yang membantu orang lain dengan bentuk pekerjaan memetik kopi dapat dibalas oleh orang lain dengan memotong padi atau menyangkul di sawah. Mereka yang tidak mempunyai kerbau atau kuda dapat membatu menghalau kerbau atau kuda (ngoro) di tempat mereka yang punya kerbau atau kuda dengan ganti memberi pinjam kerbau atau kuda sebanyak hari bantuan yang telah diterima. Untuk pemenuhan kebutuhan makan, rokok dan minum dalam kegiatan kerjasama mango lo dibebankan kepada masing-masing dan tidak dibebankan kepada yang punya pekerjaan.
Tung upah : Kata tung upah sering juga disebut dengan man (mangan) ongkosen, artinya bekerja di tempat orang lain dengan mengharap bayaran upah atau ongkos dari pemilik harta yang kita kerjakan. Hal ini biasa dilakukan oleh mereka yang mempunyai kehidupan lebih miskin dari mereka yang memiliki pekerjaan tersebut, atau juga dari segi kebutuhan lebih mendesak sehingga ia harus bekerja untuk memenuhi kebutuhannya tersebut.
Bejamu : adalah bentuk pekerja pribadi yang dikerjakan secara bersama dengan tidak mengharap pembayaran baik jasa ataupun materi, orang yang memiliki pekerjaan berkewajiban memenuhi apa yang dibutuhkan para tamu untuk satu hari atau lebih selama melakukan pekerjaan. Cara yang digunakan untuk mengajak orang untuk menghadiri undangan mengerjakan suatu pekerjaan biasa dipadai dengan memberi satu batang rokok (rokok pemango), atau dengan menitipkan satu atau dua bungkus rokok kepada ketua pemuda atau tokoh yang dianggap dapat mengajak orang lain, selanjutnya rokok tersebut dibagikan kepada orang-orang yang ada di kampong. Mereka yang telah menerima sebatang rokok dan mengisapnya berkewajban secara adat untuk datang membantu orang yang mengundang.
Banyak kegiatan atau bentuk pekerjaan yang dapat dikerjakan secara bersama-sama dan dimasukkan dalam tiga bentuk kebersamaan di atas. Contoh yang dimunculkan di sini masih ada hubungannya dengan bersawah, karena bersawah adalah bentuk usaha dasar di dataran tinggi Gayo yang selanjutnya dikembangkan kepada berkebun dan tanaman-tanaman yang lain.
Mencangkul atau membongkar tanah baik dengan alat cangkul atau dengan menggunakan tenaga kuda (nengel), dapat dilakukan dengan mango lo, tung upah dan bejamu. Bagi mereka yang tidak memiliki kuda dapat membantu mereka yang mempunyai kuda untuk membongkar tanah sawah, dengan harapan jasa yang diberikan dapat dibalas dengan memberi pinjam kuda sebanyak hari jasa yang telah diberikan. Bentuk jasa orang yang diberikan kepada orang lain dan dibalas dengan jasa binatang yang dimiliki juga dapat dilakukan pada bentuk pekerjaan membajak sawah dengan kerbau (ngoro).
Pekerjaan yang mengandung nilai kebersamaan selain seperti yang telah disebutkan juga dapat terlihat pada pekerjaan menanam padi (munomang), mencabut rumput (mulamut) dan memotong padi (nuling) bagi kaum perempuan. Untuk kaum laki-laki nilai kebersamaan telah terlihat sejak menggemburkan tanah, membajak, menambal patal (matal), mengangkat padi yang belum dirontokkan dari petak sawah ke dalam rumah yang telah disediakan (seladang) dan mujik. Untuk pekerjaan terakhir ini (mujik) hampir tidak pernah dikerjakan oleh perorangan dan untuk tamu yang mengerjakannya biasanya disamping mereka yang satu kampong juga mengunda kampong yang jauh yang merupakan daerah asal pihak isteri yang punya sawah.
Nilai lain yang ditemukan dari kebersamaan (bejamu) adalah pertemuan antara gadis kampong yang punya hajatan dengan pemuda kampong lain yang datang sebagai tamu. Kata-kata canda, tamsilan dan sindiran muncul selama berlangsungnya pekerjaan, sehingga tidak jarang pertemuan antara gadis dan pemuda ini dilanjutkan dengan pendekatan kekeluargan yang disebut dengan telangke, dan berakhir dengan pernikahan.
Kendati tiga bentuk kerjasama seperti telah disebutkan di atas ada dalam masyarakat Gayo, yang paling dominan dilakukan adalah bejamu, artinya saling membantu yang berlaku dalam masyarakat dengan tidak berharap pada adanya balasan jasa apalagi materi. Kebersama mango lo lumrah dan sering dilakukan namun dari segi volume tidak sebanyak kebersamaan bejamu, dan untuk tung upah atau man ongkosen sangat jarang terjadi dikalangan orang Gayo.