Takengon | Lintasgayo.com – Ketua Kohati (Korps HMI Wati) HMI Cabang Takengon mengecam tindakan pelecehan seksual yang dilakukan tersangka LG (43), dan meminta Aparat Penegak Hukum dapat memberikan hukuman yang pantas. Hal ini disampaikan Ketua Kohati Rasmli dalam siaran tertulisnya kepada Lintasgayo.com, Kamis, 04/08/2022.
Menurutnya, pelecahan seksual yang dilakukan tersangka adalah anak dibawah umur, hal ini tentunya sangat disayangkan dan membuat miris.
“Kami minta penegak hukum dapat memberikan hukuman yang berat, dan menjadi pelajaran kepada masyarakat agar tidak melakukan pelecehan seksual,” pintanya.
Ia mengungkapkan, bahwa kejadian ini merupakan catatan yang buruk bagi Kabupaten Bener Meriah, karena ini bukan kasus yang pertama, dan ini juga tentunya merupakan catatan bagi Plt Bupati Haili Yoga yang baru saja dilantik.
Rasmi sebagai Ketua Kohati menekankan bahwa pelaku harus dihukum sesuai dengan UU NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK Pasal 81 Ayat (1) “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah)”.
“Kami berharap Aparat Penegak Hukum dapat segera memproses kasus ini dengan segera, dan juga kami ingin menyampaikan bahwa Aparat Penegak Hukum juga harus menjamin restitusi bagi korban pelecehan seksual, karena hal ini sudah sangat jelas diatur UU No. 31 Tahun 2014”, ujar Rasmi.
Pelecehan seksual akan memberikan kerugian bagi korban, efeknya bisa menyebabkan dampak gangguan psikologis, emosional, stres pasca trauma, kegelisahan dan rasa rendah diri yang buruk, ini tentunya harus menjadi perhatian.
“Kasus ini menjadi pelajaran bagi kita semua, bahwa anak-anak harus diberi edukasi dan arahan, supaya mereka memiliki pengetahuan tentang upaya pelecehan seksual yang dilakukan terhadap mereka,” ujarnya.
Dalam hal ini, Rasmi juga menyampaikan pesan kepada Pemerintah Bener Meriah dan Aceh Tengah agar melakukan upaya pencegahan untuk membatasi ruang gerak bagi pelaku kejahatan pelecehan seksual, dan memberikan edukasi dan sosialisasi bagi masyarakat.
“Kami tidak ingin kasus yang mengorbankan masa depan anak dibawah umur hanya diselesaikan secara kekeluargaan, seperti yang dilakukan orang-orang primitif zaman dahulu”, tutup Rasmi.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Kepolisian Resor (Polres) Bener Meriah berhasil menangkap LG (43) terduga pelaku pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur. Terduga pelaku ditangkap atas laporan orang tua korban.
Restitusi sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 Ayat (1) RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) berupa ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau penghasilan; ganti kerugian yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana; penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis; dan ganti kerugian atas kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat tindak pidana.
Adapun yang dimaksud dengan ”kerugian lain” dalam ketentuan tersebut misalnya kehilangan harta milik; biaya transportasi dasar; biaya pengacara atau biaya lain yang berhubungan dengan proses hukum; kehilangan penghasilan yang dijanjikan pelaku; atau kehilangan penghasilan akibat tindak pidana. Penyidik, penuntut umum, dan hakim wajib memberitahukan hak atas restitusi kepada korban dan LPSK. (*)
Editor: Fazri Gayo
Comments are closed.