Oleh Al Fazal Fuadi*
Waktu berjalan tiada pernah henti, dengan setia mengiringi rembulan dan matahari yang terbit di ujuk timur kemudian terbenam di ujuk barat, begitupun dengan detik yang kita lalui menjadikan sejarah hidup, dari detik-detik yang membentuk kehidupan semakin berkurang tanpa terasa detik itu, menit itu, jam itu, hari itu dan bahkan bulan itu kembali mempertemukanku pada bulan yang sangat di tunggu oleh kaum Nabi ku tercinta, bulan yang mengharapkan ampunan untuk membersihkan segala dosa bak air bening yang punuh kesejukan membersihkan noda.
Sujud syukur ku kepada Sang Illahi yang telah mempertemukanku dengan ramadhan, dimana di bulan yang penuh berkah ini banyak suka dan duka yang terlintas diperjalan hidupku,walaupun bulan ini penuh dengan kebahagian, tetapi yang namanya kehidupan pasti ada duka yang menyapa.
Kebahagiaan yang sangat mengharu birukan untuk ku selama bulan ini adalah aku sanggup mengikuti dan memperingati hari kemerdekaan bangsa ku, sebagai anak bangsa aku mempunyai kewajiban sendirian untuk mengigikat ke beberapa tahun yang lalu tentang perjuangan pahlawan dalam mempertahakan nusantara ini dan berkat jasa pahlawan aku mampu hidup dengan kepenuh canda tawa di negeriku sendiri tanpa harus meminta izin dulu ke kaum yang tak bermoralitas untuk ku menghirup udara bahagia di tanah airku sendiri, sebelumnya aku gelisah banget aku takut tak bisa melihat warna merah putih yang berkibar di langit biru karena beberapa hari selama menjalankan ibadah puasa aku di serang deman yang sangat tinggi, bahkan untuk berjalanpun aku tak kuasa, tapi Sang Rabbi melihat dan mendengar hajatku kepadanya akan keinginan untuk menyaksikan detik-detik proklamasi yang hanya hadir satahun sekali.
Hari itu hari sangat bahagia untuk ku, karena aku sanggup berdiri dengan tegak tak peduli sinar raja siang membakar jiwa, walaupun bulan ramadhan yang setiap umat harus menjalankan ibadah puasa, tetapi jiwa patriotisma masih mengalir di dalam darah demi menyaksikan kibaran merah putih yang berkibar di langit biru, merah yaitu darah pahlawan yang telah tertumpah di tanah air demi mempertahankan tanah air untuk anak cucunya dan putih adalah kesucian hatinya yang penuh iklas dan paksaan sekecil debupun dalam mempertahankan tanah air, semangat itulah yang mampu mengibarkan bendera di hari 17 Agustus tahun 1945 di bawah langit biru, dan menerbangkan burung garuda untuk menyampaikan pesan bahwa Indonesia Negara yang merdeka, bukan negara yang diperbudak oleh kaum yang tak bermoralitas, semangat bangsa mendorong kepada sayap garuda menembus cakrawala. Begitulah suasana yang mengharu birukan upacara 17 Agustus kemarin yang tak sanggup ku tulis dengan tinta apapun akan kebahagian yang ku saksikan dengan penuh puji syukur ke haribaan Tuhan, karena telah memberikan kami pahlawan yang penuh dengan kobaran semangat demi mempertahankan Indonesia.
Selain itu kebahgian yang menyapaku di hari yang sangat terkesan untuk ku yaitu 17 agustus, juga merupakan hari ulang tahun ayah dan kekasihku. Bagiku 17 Agustus adalah hari dan tanggal yang paling istimewa dalam hidup.
Di hari merupakan hari yang penuh dengan kesyukuran dan kebahgian. itu aku bisa merasakan kebahagian yang ada pada ayahku, bahwa Allah telah memberikan kesempatan untuk ayah ku di dunia ini demi menemani ku untuk mencari jati diri dan juga hari itu Allah mengirimkan orang yang menghiasi kebahagian ku dalam mengukir indahnya dunia cinta. Dan juga 17 Agustus yana bertetapan pada 17 Ramadhan dimana Nabi Muhammat SAW menerima wahyu dari Allah sebagai salah satu mujizatnya dan wahyu itu juga yang menjadikanku tetap berpedoman dalam menjalani keputusan di dunia yang tak di janjikan oleh Rabbi.
Itulah kebahagian terlintas penuh dengan kesan yang tak bisa aku lupakan, kebahagian yang tak sanggup ku curahkan dengan warna hitam di atas putih, tetapi aku begitu sanggup menyimpannya di dalan lembaran memory hidupku, tanggal 17 adalah tanggal yang sangat berarti dalam hidupku.
*Siswa SMA Negeri 1 Matangkuli. Kabupaten Aceh Utara dan Santri Dayah Babussalam Putra Gampong Blang Matangkuli