Takengon | Lintas Gayo – Keberhasilan mengevakuasi korban tenggelam memberi sebuah kepuasan dan kebanggaan yang sulit untuk digambarkan. Kepuasan itu tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Tandanya hanya ada semacam energi atau adrenalin dalam tubuh yang membuat mereka makin bersemangat. Inilah topik bincang-bincang Lintas Gayo sore tadi, Senin (2/1/2012) dengan Musmar Efendi (28) dan Ismail alias Abot (22), dua orang penyelam yang berhasil mengevakuasi empat mayat dari dasar Danau Laut Tawar di Takengon Aceh Tengah.
Kemarin, Minggu (1/1/2012) saat sejumlah orang dari Kampung Paya Tumpi menghabiskan liburan memasuki tahun baru 2012 di tepi Danau Laut Tawar terjadi sebuah peristiwa mengenaskan. Sekitar pukul 13.00 WIB boat wisata di Kawasan Mepar (sekitar 4 Km dari kota Takengon) tenggelam. Penumpang boat wisata yang terbuat dari fiberglass itu sebanyak 26 orang. Mayoritas penumpangnya adalah anak-anak TK, SD dan SMP disertai orang tua mereka. Dari 26 orang penumpang, sebanyak 22 orang berhasil selamat, sedangkan 4 orang lainnya hilang.
Setelah peristiwa itu, proses evakuasi terus dilakukan oleh masyarakat dan aparat setempat. Namun, sampai malam tiba, keempat korban hilang itu belum juga ditemukan. Mereka yang hilang bernama Jailani (40), Muayyah Inen Eka (45), Fitri (9) dan Seli Febriana (7). Hari ini, Senin (2/1/2012) pagi, Musmar Efendi dan Ismail dari Gayo Diving Club (GDC) yang dibantu oleh Yusniar dan Riza Pahlevi dari Badan SAR Banda Aceh melakukan penyelaman di tempat kejadian, terletak sekitar 100 meter lebih dari bibir pantai kawasan wisata Mepar.
Mereka menyelam sampai ke dasar danau yang kedalamannya mencapai 30 meter. Selama 30 menit menyelam, akhirnya pada pukul 10.00 WIB, mereka menemukan jenazah dari Muayyah Inen Eka dan Fitri. Setelah mengevakuasi dua mayat korban karamnya boat wisata itu, mereka beristrirahat selama satu jam. Penyelaman tahap kedua dilanjutkan. Dalam waktu sekitar 15 menit, tepatnya pukul 11.15 WIB, mereka berhasil mengevakuasi jenazah Jailani dan Seli.
Musmar Efendi dan Ismail, penyelam dari GDC yang mulai menyelam sejak 2006 bertutur, penyelaman di kedalam 30 meter baru pertama ini mereka lakukan. Sebelumnya, mereka sudah pernah melakukan evakuasi tiga kasus korban tenggelam di Danau Laut Tawar, dan satu kali evakuasi korban tenggelam di Sungai Peusangan. Evakuasi di empat tempat itu tidak sedalam yang mereka lakukan hari ini.
Penyelaman kali ini, bahkan yang paling mendebarkan. Pertama, karena tempat kejadian cukup dalam; kedua di kawasan itu dikenal sangat angker; dan yang ketiga saat mengevakuasi jenazah Jailani, tiba-tiba dari mulutnya keluar bongkahan darah, “kami berempat sempat kaget,” ungkap Musmar. Keempat jenazah itu, lanjut Musmar, berada dalam keadaan terlentang di dasar danau. Jarak antar jenazah sekitar 2-3 meter. “Saya ingatkan mereka, kalau evakuasi korban tenggelam jangan melihat wajahnya supaya tidak trauma,” tegas Munawardi, team leader GDC.
Menurut Musmar, semua orang saksi mata mengatakan bahwa Pak Jailani itu yang dengan heroik berhasil menyelamatkan sejumlah anak-anak yang tenggelam kemarin. Sampai akhirnya dia kehabisan tenaga dan ikut tenggelam ke dasar danau bersama tiga korban lainnya. “Kami dari tim penyelam angkat salute untuk aksi heroik yang dilakukan almarhum Pak Jailani,” sebut Musmar.
Musmar dan Ismail juga menceritakan rupa dasar danau yang dilihatnya selama penyelaman berlangsung. Sejauh yang terlihat, dasar danau itu seperti hamparan padang pasir, tetapi setelah diraba ternyata terdiri dari lumpur halus sedalam 20 cm. “Benda yang banyak terlihat di dasar danau hanya sachet shampo, sementara ikan tidak terlihat seekorpun,” ungkap Ismail alias Abot.
Bagi mereka, menyelam untuk menyelamatkan orang tenggelam atau mengevakuasi jenazah dari dasar danau memberi kepuasan yang tak terperikan. Rasa bangga yang sulit diceritakan, karena telah berhasil menolong orang lain. “Setelah berhasil, adrenalin kami menggelegak, makin semangat,” katanya
Pernah mereka mengevakuasi jenazah korban tenggelam di Kampung Mendale (pantai Timur) Danau Laut Tawar. Setelah berhasil mengevakuasi jenazah, keluarga korban memberi mereka sejumlah uang. Uang itu mereka terima, kemudian mereka kembalikan lagi sebagai sadaqah untuk keluarga ahli musibah itu. “Kepuasan batin itu yang tidak ternilai oleh uang. Bagi kami, menolong orang harus dengan penuh ikhlas apalagi kami bekerja di air,” tegas Musmar dan Ismail.
Masalah yang mereka hadapi saat ini, termasuk delapan orang penyelam dari GDC adalah ketiadaan sertifikat menyelam. Mereka mencontohkan seperti Yusniar dari SAR Banda Aceh yang ikut mengevakuasi korban. Dia telah memiliki sertifikat menyelam A-4 yang diterbitkan POSSI dan CMAS, sementara mereka menyelam tanpa sertifikat. Ibarat menyetir mobil tanpa SIM, tetapi terpaksa dilakukan untuk menolong orang yang tenggelam.
Mereka sangat mengharapkan adanya donatur yang bermurah hati untuk membiayai pelatihan menyelam sampai mereka memperoleh sertifikat menyelam untuk kualifikasi SAR. Sebab, kecelakaan tenggelam di Danau Laut Tawar terjadi saban waktu yang memerlukan pertolongan cepat. Dengan adanya sertifikat itu maka penyelaman yang dilakukan sudah sesuai standar sehingga tidak membahayakan jiwa para penyelam. Mudah-mudahan ada donatur yang tergugah…..
(Cijur/03)
.