Menyoal Gerakan Mahasiswa Hari Ini?

Oleh: Muhamad Hamka*

EKSISTENSI gerakan mahasiswa tak bisa dipandang sebelah mata dalam konstelasi sosial politik di negeri ini. Gerakan mahasiswa—diakui atau tidak—memiliki peran yang signifikan dalam menumbuhkan proses demokratisasi di Republik ini. Sehingga tak heran kalau organisasi mahasiswa memiliki daya magnetis tersendiri dalam percaturan sosial politik tanah air.

Kontribusi Sejarah

Yang paling fenomenal peran dari gerakan mahasiswa Indonesia adalah kepeloporan mereka dalam menumbangkan rezim Orde Lama (Orla), peristiwa Malari Tahun 1974, hingga tumbangnya rezim despotis Orde Baru yang mencengkram negeri ini selama 32 tahun.

Pada masa penumbangan Orde Lama (Orla), gerakan mahasiswa memunculkan tokoh-tokoh mahasiswa yang populer, bahkan ada dari mereka yang kontribusinya masih mewarnai perjalanan bangsa sampai hari ini. Semisal, Marie Muhammad, Abdul Gafur, Fahmi Idris dan Akbar Tanjung dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Mahbub Junaidi dan Zamroni dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) keduanya sudah almarhum, Cosmas Batubara dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) dan Sahrir dari Ikatan Mahasiswa Djakarta (Imada)

Selanjutnya Slamet Sukirnanto dari Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah (IMM), Ismid Hadad dan Nono Anwar Makarim dari Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI), David Napitupulu dari Mahasiswa Pancasila (Mapancas), Fredy Latumahina dan Binsar Sianipar dari Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) dan Soe Hoek Gie dari Gerakan Mahasiswa Sosialis (GMS) serta Soeriadi dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI).

Gerakan yang mereka bangun tidak terpolarisasi, namun terkristalisasi dalam wadah Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dengan Ketua Presidium pertama Zamroni dari PMII. Kristalisasi inilah yang membuat gerakan mereka kuat dan solid sehingga berhasil menumbangkan rezim Orde Lama. Bahkan sampai hari ini solidaritas mereka tetap mewarnai dinamika perjalanan bangsa dalam wadah eksponen ‘66.

Peristiwa Malapetaka Lima Belas Januari (Malari) yang meletus pada Januari 1974 merupakan akumulasi kekecewaan dan kemarahan mahasiswa terhadap kuatnya hegemoni kapitalisme dan cengkraman modal asing dalam perekonomian nasional waktu itu. Gerakan ini di motori oleh Dewan Mahasiswa (Dema) UI yang di pimpin oleh Hariman Siregar. Walaupun banyak mahasiswa mengalami tindakan kekerasan (represif) dari aparat dan di penjara, gerakan ini relatif berhasil dalam memberikan tekanan terhadap pemerintah yang waktu itu cendrung akomodatif dengan intervensi pasar bebas (kapitalisme).

Dan yang paling fenomenal tentunya adalah gelombang gerakan mahasiswa 1998 yang berhasil menggulingkan rezim despostik Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun. Disamping organisasi mahasiswa ekstra universitas yang sudah eksis lebih dulu seperti—HMI, PMII, PMKRI, GMNI, IMM dan GMKI serta aktivis BEM dari pelbagai kampus—pada tahun 1998 muncul pelbagai organisasi ekstra universitas baru dan perannya signifikan. Organisasi ini (untuk menyebut beberapa nama) diwakili oleh Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) dan Liga Mahasiswa Nasional Demokrasi (LMND).

Gerakan Mahasiswa ‘98 berhasil memunculkan tokoh-tokoh mahasiswa yang memiliki pengaruh dalam konstelasi perpolitikan nasional hari ini. Sebutlah Anas Urbaningrum dari HMI yang saat ini menjadi Ketua Umum Partai Demokrat, Nusron Wahid dari PMII yang saat ini anggota DPR dari Golkar serta Ketua Umum GP Anshor, Rama Pratama dari BEM UI, Budiman Sujatmiko dan Pius Lustrilanang (Gerakan Kiri/Sosialis) yang merupakan anggota DPR dari Gerindra dan PDIP, serta Fahri Hamzah dari KAMMI yang menjadi anggota DPR dari PKS dan sebagainya.

Gerakan Mahasiswa Hari Ini

Namun paska bergulirnya reformasi tahun 1998 hingga hari ini, gerakan mahasiswa mengalami kemandekan untuk tidak dikatakan lesuh darah. Hal ini dapat kita lihat dari lambanya respon gerakan mahasiswa terhadap isu-isu kerakyatan yang berkembang. Kalaupun ada respon terhadap isu kerakyatan, selalu di dahului oleh kelompok sipil yang lain semacam LSM. Kalau berbicara isu korupsi maka ada ICW atau TII, begitupun kalau berbicara isu lingkungan ada Walhi atau WWF, dan seterusnya. Sehingga gerakan mahasiswa cendrung insidental.

Hal ini sebetulnya karena tidak ada soliditas alias gerakan mahasiswa terpolarisasi dalam interest yang sifatnya jangka pendek. Sehingga respon terhadap isu juga cendrung parsial dan tidak holistik. Sehingga gaung gerakan mahasiswa kalah populer jika di bandingkan dengan gerakan sipil lain. Padahal kalau respon terhadap isu tersebut di lakukan secara “berjemaah” oleh pelbagai elemen gerakan mahasiswa, maka dampak psikologisnya cukup besar terhadap para pengambil kebijakan.

Sehingga menjadi sebuah keharusan bagi semua elemen gerakan mahasiswa untuk duduk bersama guna membangun consensus, soal harus adanya musuh bersama (common enemy) dalam pergerakan mahasiswa. Sehingga dengan adanya musuh bersama ini, maka persoalan ideology gerakan yang berbeda akan bersatu karena ada musuh bersama untuk di tumpas.

Hari ini yang layak untuk di jadikan sebagai musuh bersama oleh organisasi dan gerakan mahasiswa adalah korupsi, disamping persoalan-persoalan lain tentunya. Korupsi merupakan problema serius negeri ini. Karena korupsi sudah membudaya di semua level kehidupan. Bahkan kalau tak ada semangat kolektif untuk memberantasnya, bisa mengkolapskan negeri ini dalam kebangkrutan. Ini merupakan PR bagi gerakan mahasiswa!(for_h4mk4@yahoo.co.id)

* Mantan Akivis Mahasiswa/berdomisili di Takengon

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.