Si Nekat dari Ceko (Habis)

SENIN, 12 November 2012, hari baru bagi Kuba di Takengon. Kuba menyatakan rasa senangnya bisa mengunjungi Aceh Tengah dan Samarkilang yang dinilainya sangat indah. Aku membawa Kuba ke kebun kopi milik masyarakat seputar tempat tinggalku.

Perkebunan kopi yang sebagian besar masih dilakukan secara konvensional. Akibatnya, hasilnya menurut data perkebunan setempat masih berkutat antara 600-700kilogram/hektar/tahun. Data ini tidak berubah sebelum konplik dan setelah konplik.

Melihat perkebunan kopi rakyat Gayo, Kuba tampak sangat antusias. Bahkan Kuba membeli 2.5 kilogram Roasted Bean Kopi Gayo. Satu kilo Roasted Bean atau kopi Gongseng Spesialty. Spesialty karena diambil dari kopi-kopi merah pilihan.

Dijemur diatas para-para dan diroasting dengan alat moderen sehingga menghasilkan kopi terbaik Gayo. Satu kilo lainnya adalah kopi rawan (peabery) dan setengah kilo lainnya kopi bubuk (ground).

“Saya akan memberikan kopi ini pada ayah saya yang suka kopi. Sebelumnya saya membawa kopi dari Afrika saat berada di Great Britania,” sebutnya. Kebiasaan bapak Kuba adalah minum kopi bersama teman- temannya.

“Bapak saya suka kopi gelas kecil kental (espresso),”terang Kuba. Bapak Kuba di Ceko, memiliki sebuah mesin espresso. Mengenderai kenderaan roda dua, Kuba kemudian berkeliling danau. Lagi-lagi Kuba mendapatkan sebuah keindahan panorama alam yang menurutnya amazing. The Amazing Gayo.

Selepas Zuhur, Kuba kembali. Membuka buka ipadnya sebentar. Setelah waktu Ashar, Kuba secara spontan mengatakan, “Time to go”, saatnya berangkat, katanya. Karena hendak membayar Kopi gayo yang dibelinya dariku, Kuba memberikan kartu kreditnya.

ATM

Kami terpaksa menuju ATM sebuah bank ternama di Takengon. Sayang, dari 4 ATM disana, semuanya menolak kartu kredit milik Kuba. Kuba tampak panik. Aku memberi usulan kepada Kuba, agar mentransfer uang kopi yang dibelinya setelah tiba di Medan. Karena tampaknya Bank di Takengon, kartu kreditnya tidak bisa digunakan.Kuba setuju.

Tapi satu hal yang membuatku tidak habis pikir pada Kuba. Bujangan Ceko ini benar-benar “selap”. Bagaimana tidak, dengan sisa uang cash Rp250 ribu, Kuba  akan melanjutkan perjalanan menuju Gayo Lues, Kutacane dan berakhir di Medan.

“Win, apakah kamu yakin dengan uang ini saya bisa sampai ke Medan dalam waktu sembilan hari?,” tanya Kuba. Aku menyatakan tidak yakin. Apalagi dengan jarak sekitar 300 kilometer menuju Medan.

Kuba tidak menjawab. Tidak tampak ragu-ragu di raut wajahnya. Biasa saja. “Apakah kamu akan meneruskan perjalanananmu dengan uang itu?,” tanyaku lagi. Kuba hanya menjawab singkat, ”iya”. Jika bertemu dengan malam, Kuba akan menggelar tenda, memasak dan tidur dengan sleeping bagnya. Apa adanya saja katanya tanpa berpikir resiko dan menganggap semua orang baik.

Aku mengantar Kuba hingga Kede Lah, Kecamatan Pegasing. Karena Kuba akan melanjutkan perjalannannya ke Isaq-Ise-ise, Gayo Lues hingga Medan dengan menggunakan cara wisata yang disebut “hitch-hike”. Artinya, Kuba akan melanjutkan wisata keliling dunianya dengan berjalan kaki dan menumpang.

“4 Desember 2012 saya harus sudah tiba di Ceko. Karena adik saya akan merayakan keberhasilannya menyelesaikan sekolah tari,” kata Kuba. Selain itu, Kuba berencana setiba di Ceko melakukan ‘Big Party” bersama kawan-kawannya. Selamat jalan Jakub Losenicky.(Win Ruhdi Bathin)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.