Written by Jauhari Samalanga
BANDA ACEH — Ruang AAC Dayan Dawood di kampus Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, penuh. Tak ada tempat duduk yang kosong. Penonton sampai berdiri di sisi kiri dan kanan ruangan ini. Di kursi paling depan ada Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar yang didampingi Wali Kota Banda Aceh Mawardi Nurdin.
Penonton sudah memenuhi ruangan sejak acara dimuai pukul 21.00 WIB malam ini. Mereka akan menyaksikan sebuah pagelarn Saman Semalam Suntuk. Kegiatan seni budaya yang akan berlangsung sampai pagi ini adalah yang pertama kali dilaksanakan di Aceh.
DI ruangan ini akan tampil Pemyair Aceh Fikar W Eda dan Saman “Rebonding” dari Gayo Lues. Dia membacakan Puisi ‘Saman”. Fikar tampil bersama para penari Nalo, yakni sebuah tarian persembahan dari Gayo Lues.
Acara Saman Saraingi diisi kolaborasi Saman dengan Dabus Gayo. Ini juga bagian dari pertunjukan Saman saraini. Para pesaman yang mengiring Dabus dipastikan dari pasuken Saman yang dikenal berambut Gondrong.
Untuk acara ini, Pemerintah Gayo Lues sendiri mempersiapkan tim Saman dan kesenian tradisional berjumlah 40 orang. Mereka akan tampil maksimal karena sebagian audien yang hadir pun berasal dari Jakarta. Mereka adalah pengamat seni dan penulis.
Tarian Saman memang salah satu seni budaya yang menjadi kebanggaan Aceh. Berkembang berkembang di dataran tinggi Gayo dan Aceh Barat, kesenian ini kini sudah merambah ke seantero nusantara. Di Jakarta sejumlah sekolah menjadikan kesenian ini sebagai bagian dari pendidikan seni luar sekolahnya.
Kesenian ini dimainkan oleh kaum laki-laki Di Gayo sendiri kesenian ini berkembang pesat di Gayo lues, tetapi juga aktif di Lokop serbejadi (Aceh Timur) dan Aceh Tenggara.
Sampai sekarang , kesenian ini masih di awang-awang karena belum diketahui secara pasti asal usulnya. Menurut Dr Rajab Bahari, ahli Saman dari Gayo Lues dan dosen Bahasa Unsyiah, seharusnya pemerintah sudah memiliki data soal sejarah Saman ini.
Tetapi di Gayo, seluruh masyarakatnya menjaga Saman ini dengan baik. “Kami bangga pada masyarakat Gayo yang setia menjaga saman sejak dahulu. Walaupun Saman merupakan tari tradisional, namun masyarakat Gayo tetap setia mempertahankannya,” kata Rajab pada Seminar Saman yang digelar pada Rabu, 16 maret di ACC Sultan Shelim, Banda Aceh.
Katanya, di daerah Gayo Lues Saman sangat menonjol , hal ini bisa dilihat dari Belah (klan) ada kelompok saman. “Misalnya, Kampung penosan ada enam Belah, dan sudah pasti di Kampung itu terdapat enam kelompok saman yang disebut Pasuken (pasuken = grup),” tulisnya dalam makalah yang disampaikan Rajab.
Sumber : atjehpost.com