Mendale | Lintas Gayo : “Inilah Gayo” acara kesenian yang dikemas dalam bentuk sederhana namun memiliki makna yang begitu mendalam, beberapa tokoh Gayo yang ikut berorasi atau membacakan puisi sempat menitikkan airmata dengan perasaan yang bercampur baur. Bahkan Ibnu Hajar yang tidak berhalangan hadir tetap mengirimkan surat yang ditujukan kepada Ketua Panitia, Khalisuddin dengan isi puisi “Kuur Semangat” agar dapat ikut serta berpartisipasi dalam acara ini. Puisi tersebut kemudian di bacakan Purnama K Ruslan, Ketua Dewan Kesenian Takengen (DeKaTe)
Menurut Lisa di lokasi acara, Minggu (3/4), pegawai Pemda Aceh Tengah acara ini benar – benar membuatnya terkesan, karena jarang sekali ada acara seperti ini di Gayo. Ibu yang datang bersama keluarganya mengaku mengetahui acara ini dari facebook. “Saya berharap, acara ini bukan hanya sekali saja di adakan. Kendatipun para tokoh – tokoh Gayo tidak bisa hadir pada acara selanjutnya, tentunya masih banyak pemuda yang juga memiliki potensi dalam bidang kesenian dan kebudayaan seperti ini” Ujar Ibu yang bertempat tinggal di Pasar Pagi ini.
Zulfikar Ahmad, Kabid Kominfo Dinas Perhubungan Kab. Aceh Tengah mengaku acara tersebut mampu menarik hatinya dan sekaligus sedih karena tidak adanya regenerasi. “Zaman saya SMP/SMA tokoh – tokohnya masih beliau – beliau juga, dulu ketika mereka tampil bersama para senior. Namun sekarang tokoh junior hampir tidak ada”, ujar Zulfikar yang datang bersama istri dan putrinya ini sambil tersenyum.
Sepanjang acara kata, puisi dan nada mampu mengisi relung hati yang terdalam para undangan. Bagaimana tidak, sebut saja Ikmal Gopi yang berorasi tentang sejarah peradaban dan Radio Rime Raya. Ia menumpahkan segala perasaannya selama empat tahun ke belakang dalam mengumpulkan secuil demi secuil tentang sejarah Radio Rime Raya. Sabariah Munthe membacakan puisi karya LK. Ara yang berisi tentang Keindahan Mengaya. Prapto membacakan puisi tentang Danau Lut Tawar, Pegunungan di Dataran Tinggi Gayo dan kopi. Yusra Habib Abdul Gani, yang langsung menitikkan air matanya saat hendak memulai orasinya.
Menurutnya ia lebih berani berbicara tentang Gayo saat berada di Denmark, ia bercerita betapa sedikit sekali hal – hal yang bisa membuatnya menangis. Namun demi melihat Kerangka manusia purba di Ujung Karang dan ikut berpartisipasi dalam acara “Inilah Gayo” ia benar – benar tak kuasa menahan airmatanya. “Danau Lut Tawar sebenarnya sebanding keindahannya dengan Danau Jenewa yang berada di Swiss, hanya saja penataan dan pemeliharaan Danau Lut Tawar masih sangat minim sekali” ujarnya tersendat – sendat.
Performan Fikar W. Eda semakin menambah semaraknya acara “Inilah Gayo”, selain penampilannya yang selalu membangkitkan semangat para undangan juga diiringi oleh musik teganing,rebana, gamang (sejenis harmonika) dan tari kreasi Munalo dan Guel. Pada kesempatan tersebut Fikar membawakan puisi yang berjudul “Batu, Mendale Batu”, “Takengon Dua Puluh Sembilan Ribu Kaki” dan “Tarian Guel dari Bukit Berbatu”. Di pertengahan waktu saat Fikar sedang beristirahat mengambil napas dan para undangan terhipnotis oleh merdunya suara musik teganing dan tabuhan rebana, LK. Ara tampil membacakan puisi dengan wajah yang dilumuri oleh lumpur, membuat para undangan berdecak kagum atas penghayatan mereka yang begitu dalam.
Tak ketinggalan Bupati Aceh Tengah, Ir. Nasaruddin ikut andil dalam menyumbangkan sebuah puisi kemudian ditutup oleh penampilan Zombie Ethnica Band. Di akhir acara Master Ceremonial (MC) mengucapkan uacapan terima kasih kepada para pihak yang telah terlibat dalam acara ini, terutama kepada Al Fazri yang telah mendirikan Page I LOVE GAYO dan ketua panitia Khalisuddin. (Ria, Rahma, foto : aman zaghlul)