Catatan Pendek Jauhari Samalanga*
Syeh Midin, Nama yang sulit dilupakan. Dialah salah seorang tokoh dan pencipta lagu didong yang sulit kita lupakan. Saya pribadi, secara khusus tidak mengenal beliau, walau pada sebuah acara Laounching kaset Denem Pulut Lengkawi di Rujak Voles To’a, Takengon, beberapa tahun silam, bapak Syeh Midin turut di undang khusu, namun beliau tidak hadir, tetapi begitu acara selesai, Ceh ini hadir tetapi sudah tidak bertemu lagi dengan undangan lainnya,karena acara sudah selesai, termasuk tidak bertemu dengan saya.
Namun itu dulu, beberapa hari setelah ceh Abdul Rauf Wafat. Saya dan Ujang Lakiki juga tidak sempat bertemu beliau.
Saya mengenal Syech Midin melalui karya-karya hebat beliau. Dan tentu saja beliau tidak mengenal saya hingga akhir hayatnya di akhir November 2009 lalu. Tapi yang patut menjadi catatan bagi saya, lagu-lagu Syech Midin telah mengantar saya mengenal”Gayo” secara dekat.
Lagu Silih Nara yang dinyanyikan Ramlah merupakan sebuah wujud perjalanan berkelok dari Lokop Sabun – Angkup – Takengon. Berlembah dilapisi gunung. Dengan kebun Kopi dan kaki Gunung Burni Telong. Silih Nara, sebelumnya juga pernah dinyanyikan Sri Murni yang di aransemen AR. Moese dalam rekam manual Sengeda Group tahun 70-an, tetapi Sri Murni juga pernah melantunkan lagu tersebut yang diaransemen Ibrahim Bencek, Mustafa dan Kawan-kawan yang tergabung di Group PGAN Takengon pada tahun 1980-an.
Saya melihat karya Syehmidin termasuk karya yang berani, Romantis, melangkolis. beberapa lagu Syeh Midin bercerita Cinta seperti lagu “ILA” yang terakhir dilantunkan Ujang Lakiki. Tetapi ada lagu “Atu Timang” yang berkisah Cinta Segi Tiga, yakni sebuah analogi batu yang berat dengan hati yang ringan, namun sebagian orang mengaitkan lagu tersebut dengan nama tempat “Atu Timang” di Silih Nara.
Syech Midin yang bernama lengkap Syech Midin Munthe Lahir di Bebesen. Dia tergolong seniman tulen yang sebelumnya termasuk seniman yang tidak menyebutkan ama sebagai pencipta pada karya-karyanya. tempat tinggal Syec Midin terakhir tinggal diArul Gele, Silih Nara.
Beliau tercatat dalam buku Didong M. Junus Melalatoa sebagai salah seorang yang mampu mencipta puisi spontan ditengah arena, dan Syech Midin tercatat pula sebagai seniman yang setaraf dengan ceh Didong hebat lainnya di Gayo seperti Ceh Tujuh, Ceh Ucak, M Basyir lakiki, To’et, Banta, Ecek Bahim, Sali Gobal, Daman, Utih Serasah Damha, Ceh Biek alias Ceh Regom, Idris Sidang Temas, Sahak, dan lain-lain. Terkhir M Basyir Lakiki yang memperoleh julukan “Ceh legendaris” karena lagu-lagunya yang manis.
Catatan itu pula yang membuat saya tersentak, ketika mencari Syech Midin di dunia maya, tak tercatat disana. Kondisi itu, sama dengan kondisi seniman Gayo lainnya. Namun saya tidakmengkuatirkannya, karena kita sedang berada diantara karya-karya hebat mereka yang teduh, seteduh dan seindah kenangan Syech Midin yang kini beristirahat dengan tenang pada sepetak tanah di Arul Gele, tempat peristirahatan abadi Syech Midin yang meninggalkan nama hebat untuk Gayo.
*Pemerhati Seni Budaya, tinggal di Banda Aceh