“Mengantar Nyawa Ke Pusat Gempa” (III)

tulisan ketigaNyaris Terjun Ke Jurang Bersama Leoader

PERJUANGAN Erwin yang heroik, juga dilakukan Munadi, operator leoader PU Aceh Tengah. Walau sedang panik, Munadi justru membawa anak kandungnya, Riyan Hidayah sebagai kernet loader. Membagi “nyawa”, demi menembus isolasi, menyelamatkan ribuan jiwa.

Bila Erwin menembus Blang Mancung via rute Simpang Balek, Bener Meriah. Munadi menerobos kepungan longsor via ruas jalan Ratawali.  Tugas awalnya  membersihkan ruas jalan Takengen- Biren di titik Paya Tumpi, Singah Mata.

Munadi driver loader
Munadi driver loader

Usai membersihkan ruas utama ini, Munadi (foto) berbelok ke kiri via Bukit menuju kawasan yang banyak tumpukan batu dan tanah di sepanjang jalan. Dalam kegelapan malam, manusia berlarian berlawanan arah, tidak membuat operator ini panik.

Satu persatu titik longsor disapunya. Ruas Ratawali menuju Blang Mancung, Ketol dibersihkan. Hari sudah menunjukkan jam 9 malam, namun perut Munadi belum terisi makanan. Hujan gerimis yang melanda Aceh Tengah, membuat bebatuan yang sudah dibersihkanya kembali turun ke jalan.

Walau terasa penat, deru loader ini kembali membelah kesunyian diantara pepohonan kopi ini. “draaaakkkkk bummmmm. Drakkkk bummm. Ketaaarrrr keturrr,” bebatuan dari gunung disertai material lainnya kembali berhamburan ke jalan dan perkampungan penduduk. Guncangan gempa kedua membuat jalan yang sudah bersih, kembali tertutup.

Guncangan gempa susulan yang kedua ini, Munadi bagaikan oleng. Loadaernya nyaris terbalik. Sementara Mumahammad Syukri, Kadis PU Aceh Tengah, Akmal kepala UPTD workshop, dan Rijaluddin kepala BKD Aceh Tengah, yang berdiri tidak jauh dari Munadi memerintahkan operator ini untuk mundur.

Suruuuuutttttt. Nge ya bahaya oya. Enti mulo isapehi. Surut, udah itu. Bahaya. Jangan dipaksa sekarang,” teriak Syukri dari pinggir jalan.  Namun teriakan Kadis PU Aceh Tengah ini bagaikan tidak diindahkan Munadi. Dia terus membelah tumpukan batu dan tanah, demi terbukanya isiolasi.

Pengalaman pahit itu bukan hanya sekali dirasakan Munadi. Saat memasuki hari kedua, dia kembali berhadapan dengan maut. Kawasan Redines, menuju Kute Panang, yang merupakan Kecamatan terparah, sama dengan Ketol.

Munadi menyabung nyawa. Longsor yang turun itu bukan makanan alat loader. Tetapi karena alat berat tidak ada, harus loader yang membersihkannya.  Batu besar bukan hanya menutupi jalan, namun menghantam perkebunan penduduk.

Saat membersihkan Redines inilah, Munadi nyaris terjun bersama alat beratnya. Loadernya sudah berada di bibir jurang, batu besar yang turun menghantam loadernya. Alat berat itu bergeser ke bibir jurang. Hanya terpaut beberapa sentimeter dari lembah Redines.

Alat berat ini tertahan  disebuah batu. “Saya udah pasrah ketika alat loader sudah di bibir jurang. Saat itu saya hampir melompat, apalagi ketika Pak Syukri berteriak memintahkan saya untuk meninggalkan alat berat yang mau turun ke jurang,” sebut Munadi mengenang kembali sejarahnya.

“Munadi udah tuuuu, tinggalkan. Lihat batu di atasmu turun,” sebut Syukri, yang gemetar melihat Munadi yang hanya beberapa sentimeter lagi masuk jurang. Antara melompat dan tidak, dia berusaha menggeser pelan-pelan loadernya.

Ada sebuah batu besar yang menahanya, sehingga alat berat ini tidak meluncur ke jurang. Dengan pengalamannya, Munadi memutar loader perlahan-lahan. Bebatuan dari gunung di atasnya kembali berjatuhan ke jurang, ke badan jalan dan ke sisi loader. Perlahan lahan loader ini berada dititik aman.

Nafas panjang dilepaskan Munadi. Sementara di seberang jalan, pekikan Allahhuakbar berkumandang dari mulut Syukri, Rijaluddin dan Akmal yang gemetar menyaksikan aksi lelaki. Dalam hitungan detik, batu besar yang menahan loader ini jatuh ke jurang, saat susulan gempa menggetarkannya. Dalam hitungan detik Munadi selamat,bersama alat beratnya.

Ternyata bukan hanya di Redines, tempat Munadi menyabung nyawa. Saat perkampungan Bah dan Serempah masih terisolir, malam pertama gempa, dalam hujan gerimis dia memacu “senjata”nya membelah alam Blang Mancung menuju Bah.

Akmal kepala workshop, setia mendampingi Munadi member semangat. “Semua titik longsor kita bersihkan menuju Bah. Malam itu juga kita sudah menembus Bah. Kemudian disusul Erwin dengan bekonya membuka jalan, membebaskan masyarakat yang terisolir ini,” sebut Akmal.

Kerja keras Munadi dan Erwin , membuka seluruh akses jalan di Aceh Tengah, menjadi sejarah. Hari ketiga seluruh daerah sudah bebas dari isolasi. Hingga kini, Senin, (15/7) keduanya masih dilapangan membersihkan puing gempa.

Dua operator alat berat PU ini pantas dijuluki pahlawan gempa menerobos isolasi dan membantu korban. Erwin dan Munadi dua manusia yang nyaris menjadi korban ketika menyelamatkan korban. (Waspada/Bahtiar Gayo) bersambung besok….

Sambungan berita :

“Mengantar Nyawa Ke Pusat Gempa” (II) 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

3,627 comments

  1. allahuakbar
    mga pengorbanan dan rasa peduli yang dilakukan munadi dan erwin dapat dilihat oleh orang banyak
    membntu tanpa pamrih dan tidak memikirkan walaupun nyawa taruhan ttp tetp bersemngat, berjuang. mga allah membalas kebaikan kalian. aminn