Kutecane | Lintas Gayo – Sejumlah lembaga masyarakat membubarkan acara sosialisasi Wali Nanggroe di Hotel Sartika Kutacane, Aceh Tenggara, pada Rabu (4/12/2013) kemarin.
Dari Informasi yang diterima menyebutkan, sejak awal berbagai elemen masyarakat di bumi sepakat segenap ini, sebenarnya sudah melarang acara pelaksanaan sosialisasi Qanun Wali Nanggroe yang digelar Pemerintah Aceh.
Pasalnya, sebagian besar warga Bumi Sepakat Segenep menilai, qanun itu kurang bermanfaat dan hanya sebagai bentuk diskriminasi modern terhadap suku-suku yang ada di Aceh terutama di bagian tengah, tenggara, selatan dan bagian barat Aceh.
Nawi Sekedang, Komandan Laskar Peta Aceh Tenggara kepada puluhan peserta dan panitia sosialisasi Qanun Wali Nanggroe mengatakan, sosialisasi qanun yang menuai protes dan kritikan dari sebagain besar masyarakat Aceh di bagian Tengah, Tenggara, Selatan dan bagian Barat Aceh itu harus diakhiri dan dibubarkan.
Menurutnya, Qanun WN, Bendera dan Lambang Aceh, sama sekali tidak bermanfaat bagi warga Aceh lainnya, karena qanun tersebut bentuk dan upaya mendiskreditkan warga Aceh lainnya seperti etnis Gayo, Alas, Singkil, Kluet, Aneuk Jamee, Simeulue dan etnis minoritas lainnya.
“Di Aceh ini , bukan hanya ada etnis Aceh pesisir, masih ada etnis minoritas lainnya, sayangnya etnis minoritas yang umumnya berdomisili di bagian tengah, tenggara, selatan dan Barat Aceh itu, terkesan tidak diakui keberadaannya dan dikesampingkan, bahkan dalam Qanun WN, Bendera dan Lambang Aceh, jelas-jelas tidak tertulis pengakuan terhadap etnis minoritas itu,” ujarnya.
Nawi juga mempertanyakan manfaat dari Qanun itu, apa gunanya ada Wali Nanggroe yang membidangi masalah adat istiadat, kebudayaan jika kebudayaan dan adat istiadat etnis minoritas saja tidak diakomodir dalam tiga Qanun tersebut.
Jadi, tegas Nawi Sekedang, yang dibutuhkan masyarakat Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues, Singkil, Agara, Aceh Singkil dan Subulussalam itu , bukan Wali Nanggroe yang kesannya hanya menghamburkan keuangan daerah dan memperlebar jurang pemisah antara etnis yang ada di Aceh,” pungkas Nawi seraya mengancam bila sosialisasi tidak dibubarkan akan mengakibatkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
Hal yang sama diungkapkan Sekretaris KP3 ALA, Rudi Hartono Pulungan. “ Dulu pun salah seorang pemimpin kita pernah mengatakan, warga yang mempunyai marga itu bukan orang Aceh, lantas kenapa dan apa pentingnya sosialisasi dan keberadaan WN, bendera dan lambang Aceh, bagi kami warga yang berdomisili di bagian tengah dan tenggara serta selatan Aceh ini,’ ujar Rudi.
Lanjutnya, sebab itu, sosialisasi WN, bendera dan lambang Aceh itu sebaiknya jangan lagi dilakukan di Aceh Tenggara karena masyarakat disini tidak butuh Wali Nanggroe. “Mereka hanya butuh Provinsi Aceh Leuser Antara,” tegasnya.
Rudi menambahkan, karena provinsi itu merupakan satu-satunya sosialisasi menghilangkan diskriminasi, perbedaan etnis dan pengakuan etnis secara menyeluruh bagi masyarakat maupun untuk pemerataan pembangunan yang sedang berlangsung saat ini.
Acara yang dihadiri Sekdakab setempat H. Gani Suhud terpaksa membubarkan diri, karena ancaman dari warga Agara yang tergabung dalam lembaga masyarakat tersebut. (BS/WSP/AF)
mantap. lanjutkan