Banda Aceh | Lintas Gayo – Lembaga Wali Nanggroe harus dipahami sebagai instrumen partisan yang menjalankan agenda politik yang berfungsi untuk mempertahankan kekuasaan di Aceh. Secara yuridis, terbentuknya wali nanggroe telah diakui di tahun 2010 namun operasinya dengan pengukuhan sekaligus mendapat plot anggaran yang fantastis jumlahnya di tahun 2012.
Menurut juru bicara Forum Tolak Wali Nanggroe, Nanda Topan, evaluasi Lembaga Wali Nanggroe (LWN) harus mengambil fokus pada (1) audit kerja, tugas, fungsi, dan wewenang (2) audit anggaran yang diplotkan kepadanya.
Lanjutnya, Forum Tolak Wali Nanggroe melihat keberadaan LWN cacat historis, yuridis dan sosiologis. Selain itu, LWN sebenarnya tidak lahir beranjak dari kebutuhan bangsa aceh yang sangat beragam.
Dalam aksinya, Selasa (29/12/2015) puluhan demonstran menuntut kepada penguasa eksekutif, dalam hal ini pemerintah aceh untuk serius membuka ruang bagi seluruh komponen pemerintahan agar mengambil langkah konkrit untuk mengevaluasi LWN. Bila langkah-langkah tersebut tidak diambil maka hanya ada satu pilihan: Bubarkan LWN!.
Adapun poin-poin tuntutan aksi Forum Tolak Wali Nanggroe (FTWN) adalah evaluasi yang mengambil fokus pada audit kinerja dan audit anggaran LWN, dan bubarkan LWN bila pemerintahan gagal memberi ruang terhadap evaluasi tersebut.
“Kepada seluruh bangsa aceh untuk melihat permasalahan lembaga wali nanggroe sebagai bentuk kolonialisme baru. Penjajahan yang harus dilawan oleh segenap bangsa aceh,” seru Topan dalam rilisnya. (Ril/AF)