WANITA ini sudah menjadi menjadi reje (kepala Kampung). Namun untuk maju kembali menjadi kandidat reje, satu satunya kepala kampung perempuan di Gayo ini, haknya “dikebiri”. Dia punya hak untuk memilih dan tidak dibenarkan untuk dipilih.
Spontan persoalan pemilihan Reje Kampung Pegasing, Kecamatan Pegasing, Aceh Tengah ini, jadi perhatian. Waspada yang mengikuti perkembangan persoalan reje ini, menyaksikan bagaimana wakil rakyat di sana terpecah dalam menafsirkan aturan. Bahkan Bupati Aceh Tengah melayangkan surat soal persyaratan menjadi reje ini.
Asnaini , walau memiliki KTP dan KK (Kartu Keluarga) di Pegasing, dan sudah lima tahun menjadi reje di sana, namun berkasnya ditolak panitia. Mantan reje perempuan ini, tidak berdomisili di sana, namun di kampung tetangga Pegasing (Kute Lintang). Kampung Kute Lintang merupakan desa pemekeran Pegasing yang batasnya hanya jalan.
Komisi A DPRK Aceh Tengah melayangkan surat ke Camat Pegasing agar pemilihan reje di sana ditunda. Namun surat yang tanda tangani Yurmiza Putra, diabaikan panitia. Mereka tetap melakukan pemilihan reje.
Saat dilangsungkan pemilihan reje di Pegasing, ditempat terpisah di gedung DPRK, Selasa (6/11), pihak yang bersimpati kepada Isnaini melakukan aksi. Aktifis perempuan melakukan pembelaan. DPRK di sana ada pro dan kontra dalam menyikapi persyaratan menjadi reje ini.
Komisi A DPRK Aceh Tengah berkeyakinan, Isnaini punya hak untuk maju menjadi kandidat reje, karena dia memiliki KK dan KTP penduduk setempat. Qanun Aceh nomor 4 tahun 2009 dalam fasal 15 huruf e yang menjadi persoalan.
Dalam qanun ini disebutkan dan kembali dijelaskan Bupati Aceh Tengah melalui suratnya yang ditanda tangani wakil Bupati Khairul Asmara. Berkas calon reje pada saat mendaftar harus melampirkan surat keterangan tempat tinggal (domisili) yang dibuktikan dengan foto copy KTP.
Namun Sekdes (Banta) yang menjabat sementara menjadi reje setelah ditinggalkan Isnaini, karena berahir masa jabatanya, tidak mau menanda tangani domisili Isnaini. Walau memiliki KTP dan KK penduduk setempat, namun Asnaini tidak tinggal di Kampung Pegasing.
Pimpinan DPRK Ansaruddin Naldin, juga melayangkan surat kepada Bupati Aceh Tengah. Naldin menyurati bupati setelah mendapatkan rekomendasi dari komisi A. Dalam suratnya Naldin mempertegas agar persyaratan calon reje ini mempedomani qanun nomor 4 tahun 2009.
“Saya tidak mau mengambil keputusan sendiri. Ini keputusan lembaga, juga ada dasarnya. Saya mempedomani rekomendasi komisi A dalam mengirimkan surat ke bupati,” sebut Naldin, menjawab Waspada.
Apakah Asnaini tidak memenuhi persyaratan menjadi calon reje? “ Panitia mempedomani Qanun Aceh tentang domisili. Walau KK dan KTP merupakan penduduk setempat, namun domisili tempat tinggal bukan di sana, ini namanya tidak tertib administrasi,” sebut Sekda Aceh Tengah, Karimansyah, ketika Waspada meminta tanggapanya.
Pemda Aceh Tengah mempedomani Qanun Aceh dalam pemilihan reje. Walau Mahkamah Kontitusi (MK) sudah mengabulkan persoalan domisili yang diatur dalam Undang Undang nomor 6 tahun 2014 terkait domisili bagi calon kepala desa (Keputusan MK no 128/PUU-XIII/2016).
Perangkat desa dan kepala desa tidak harus terdaftar sebagai penduduk setempat dan tidak harus tinggal selama 1 tahun di desa setempat. Demikian keputusan MK. Namun Pemda Aceh Tengah tetap berpedoman pada Qanun Aceh.
Kandas sudah upaya srikandi Gayo ini untuk maju sebagai calon reje, walau dia sebelumnya sudah lima tahun memimpin di sana. Dua aturan di negeri ini yang bertolak belakang (MK dan Qanun Aceh). Asnaini merupakan salah satu yang menjadi perdebatan akibat dualisme aturan itu. (Bahtiar Gayo/Waspada Rabu 8 11-2017)