Bupati Mundur, Bupati mundur, Bupati mundur “, bisik-bisik tanpa nada ini dalam beberapa minggu ini berkembang di tengah-tengah masyarakat. Saat ditanya mundur dari mana ?, rupanya mundur dari Ketua Dewan Pembina Yayasan Gajah Putih Takengon. Bagi sebagian orang berpendapat, mundurnya Bupati dari ex officio Ketua Dewan Pembina Yayasan Gajah Putih akan berdampak kepada bubarnya beberapa Fakultas dan UNIVERSITAS GAJAH PUTIH akan kembali menjadi Sekolah Tinggi. Sebagian orang berpendapat mundurnya Bupati merupakan momentum UGP menjadi besar dan maju. Kedua anggapan ini bisa iya bisa tidak, tergantung sisi mana kita melihatnya.
Sampai tahun 2004 belum ada perangkat hukum yang mengatur tentang Yayasan, jadi Yayasan Gajah Putih yang didirikan atas persetujuan alm. Bupati Benny Banta Coet sebelum ada UU nya, buat akte didepan Notaris lalu daftarkan ke Pengadilan Negeri setempat, selanjutnya langsung membuka sekolah tinggi. Setelah keluar UU No.16/2001 tentang Yayasan yang dirubah dengan UU No.28/2004, maka pendirian dan pengelolaan yayasan tidak semudah sebelum keluarnya UU tersebut. Mengisi personalia Yayasan harus dikaitkan dengan UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 31/1999 jo UU No.20/2001 tentang tindak pidana korupsi. Siapapun tidak menghendaki seorang dijadikan tersangka, karena ketidak tahuannya bahwa jabatan Bupati dijadikan ex officio Ketua Dewan Pembina Yayasan.
Menurut UU No. 23/2004 pasal 28 ayat (b) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilarang, turut serta dalam suatu perusahaan, baik milik swasta maupun milik Negara/daerah, atau dalam yayasan bidang apapun. Larangan sudah jelas tidak perlu ada penafsirannya. Tentang Dewan Pembina diatur dalam pasal 28 ayat (3) UU yayasan ; “ yang dapat diangkat menjadi anggota Pembina adalah orang perseorangan sebagai pendiri yayasan dan atau mereka yang berdasarkan keputusan rapat anggota Pembina dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan “. Ayat ini menyatakan ; 1. Anggota Pembina adalah pendiri, 2. Dalam hal jumlah anggota Pembina kurang, maka jumlahnya dapat ditambah dan dipilih dari orang lain yang dinilai dapat membantu pencapaian tujuan yayasan, jadi “ bukan Kepala Daerah”.
Larangan Kepala Daerah menjabat apapun dalam pembinaan yayasan pemerintah berlaku adil, dan untuk mencegah jangan sampai Kepala Daerah melakukan tindak pidana pencucian uang, artinya karena jabatannya seorang Bupati dapat mengalihkan dana pembangunan untuk kepentingan yayasan miliknya. Dalam hal Yayasan Gajah putih, dari aspek mana Bupati dapat diduga melakukan pencucian uang?. Dalam anggaran dasar yayasan Gajah putih Bupati Aceh Tengah adalah ex officio ketua Dewan Pembina Yayasan, jadi Bupati yang awalnya tidak punya yayasan disodorkan tanggung jawab Ketua Pembina. Berdasarkan ketentuan pasal 28 ayat (3) UU Yayasan; Dewan pembina adalah Pendiri Yayasan, pendiri Yayasan adalah pemilik yayasan, jadi jika Bupati memberi bantuan kepada Yayasan, maka Bupati dapat disetarakan telah memberi uang negara untuk dirinya sendiri.
Dalam hal keuangan yayasan diatur dalam pasal 52 ; ayat (1) ikhtiar laporan tahunan yayasan diumumkan pada papan pengumuman di kantor yayasan. Ayat (2). Iktiar laporan keuangan yang merupakan bagian ikhtiar laporan tahunan sebagaimana dimaksud ayat (1) wajib diumumkan dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia bagi yayasan yang :
a. Mempunyai bantuan Negara, bantuan luar negeri, dan/atau pihak lain sebesar Rp. 500.000.000,- ( lima ratus juta rupiah) atau lebih dalam 1 satu tahun buku; atau
b. Mempunyai kekayaan di luar harta wakaf sebesar Rp. 20.000.000.000,- ( dua puluh milyar rupiah) atau lebih.
Ayat ( 3 ) laporan keuangan yayasan sebagai mana dimaksud pada ayat (2) wajib di audit oleh akuntan publik. Ayat (4). Hasil audit terhadap laporan keuangan yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Pembina Yayasan yang bersangkutan dan tembusannya kepada Menteri dan instansi terkait. Ayat (5) laporan keuangan disusun sesuai dengan standar akuntansi Keuangan yang berlaku.
Ayat-ayat diatas mewajibkan keuangan yayasan dikelola standar akuntansi keuangan yang berlaku, dan setiap tahun wajib dilaporkan baik ke Dewan Pembina maupun ke Menteri dan instansi terkait. Jika dinilai secara fisik Yayasan Gajah Putih telah memiliki assed yang luar biasa banyaknya, tanah dan gedung, malah ada yang dilimpahkan untuk STAIN. Pertanyaan apakah kekayaan itu sudah di audit sesuai ketentuan UU diatas atau belum?.
Berdasarkan ketentuan UU Yayasan, Bupati memang wajib mundur dari organ yayasan, akan tetapi sebelum dinyatakan sah mundurnya ada kewajiban moral yang wajib dilakukan, yaitu “ audit Yayasan oleh akuntan publik dan diumumkan “. Karena yayasan Gajah Putih disamping menerima bantuan pemerintah juga mengutip dana masyarakat seperti SPP, Uang SKS, Pendaftaran, Uang ujian dan “ dana impak “, apakah impak ini diatur dimana ?, apakah dalam Perda, peraturan yayasan, statuta atau tanpa aturan, dan dipakai untuk apa ?.
Audit ini sangat penting untuk menyelamatkan semua pihak, pihak Bupati meninggalkan yayasan tanpa cacad hukum, Yayasan dapat mengetahui berapa rielnya assed dan tabungan yang dimiliki. Rektor, dan Para Dekan melakukan konsolidasi dan evaluasi apakah mampu melanjutkan pendidikan tinggi sesuai tujuan pendirian yayasan dengan kondisi dan situasi yang berkembang, jangan sampai pasca ditinggalkan Bupati UGP menjadi kolep dan bubar karena Yayasan tidak mampu membiayai dana operasional. Demikian juga STAIN apakah presedur pelimpahan assed sudah sesuai presedur atau tidak. Apakah penyerahan oleh Bupati dalam kedudukan sebagai Ketua dewan Pembina Yayasan atau jabatan Bupati. Karena assed yang dipakai STAIN awalnya dipakai oleh STAI Swasta Yayasan, yang dialihkan ke STAIN yang negeri. Apakah presedurnya sudah benar menurut peraturan perundang-undangan?.
Jaman mengalami perubahan, kita wajib saling mengingatkan dan bersikap preventif, sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, melaksanakan kewajiban peraturan perundang-undangan bukan sesuatu yang ditakuti, justeru pelaksanaan peraturan itulah yang membebaskan diri dari rasa ketakutan. Jika semua sesuai ketentuan maka tatkala kita meninggalkan lembaga itu atau melanjutkan penyelenggaraannya kita sudah berada dijalan yang benar.
** Muchlis Gayo, SH, tokoh masyarakat Gayo pemerhati Pendidikan, sosial, politik dan budaya, mantan Pejabat.