Oleh: Ghazali Abbas Adan*
Di halaman pertama media massa di Aceh (20/07/2014) terpampang foto Utusan Khusus PBB untuk Pemulihan Tsunami Aceh, Bill Clinton bersama mantan Kepala BRR Aceh, Kontoro Mangkusubroto, Gubernur Aceh Zaini Abdullah, dan Wali Nanggroe Malek Mahmud Al-Haytar.
Clinton dan Kontoro mengenakan pakaian biasa, sementara Gubernur Zaini dan Paduka Yang Mulia, Almudabbir Wali Nanggroe Malek Mahmud Al-Haytar mengenakan jas lengkap dengan dasi minus peci di kepala. Maklum keduanya menerima tamu terhomat dari Amerika, dan tentu harus berpakaian ala Amerika.
Khusus Malek Mahmud yang oleh DPRA sudah dinobatkan sebagai Wali Nanggroe Aceh, kendati hanya sebagai pelengkap. bagi saya oke-oke saja ikut serta menyambut Utusan Khusus PBB untuk Pemulihan Tsunami Aceh, namun yang saya pertanyakan, mengapa pada event-event yang semestinya hadir sebagai wujud nyata pelaksanaan fungsi penjaga dan penguat adat Aceh yang berdasarkan syari’at Islam di tanah Aceh Nanggroe Syari’at Islam sang Paduka Yang Mulia Wali Nanggroe sepertinya kurang berkenan.
Media massa di Aceh pernah mengkhalayakkan usul saya, agar Wali Nenggroe mumbuka tadarus Al-Quran di Masjid Raya Baiturrahman, menyampaikan taushiyah Ramadhan serta safari Ramadhan ke seluruh Kabupate/Kota di Aceh, tetapi sampai saat ini belum ada laporan media massa terhadap hal ini. Entah secara diam-diam sudah dilaksanakan sehingga tidak terkesan ria, yang menyebabkan khalayak dan media massa tidak mengetahuinya. Wallahu ‘alam.
Sejak 14-19 Juli di Banda Aceh ada event syi’ar Islam berskala Nasional, yakni Pekan Tilawatil Qura-an (PTQ) RRI yang juga berlangsung di Masjid Raya Baiturrahman yang semestinya Wali Nanggroe ikut menyemerakkannya, kendati hanya satu malam saja, yakni di acara pembukaan atau penutupan. Entahlah kalau saya tidak mengetahui beliau memang hadir dalam majlis syi’ar Islam bertaraf nasional tersebut.
Event penting lain dalam bulan Ramadhan adalah kehadiran Syekh dari Arab Saudi di Banda Aceh dan mengimami malam-malam shalat tarawih di Masjid Al-Makmur. Sangat tepat dan semestinya Wali Nanggroe ikut menyambut tamu dari luar negeri ini seperti halnya Bill Clinton, sekaligus menyemerakkan syi’ar shalat bersama Syekh dari Arab Saudi ini, dan akan lebih bermakna dan afdhal apabila dari mimbar masjid tersebut dengan nash-nash Quran dan hadis menyampaikan tawshiyah Ramadhan kepada jamaah.
Hari jumat (18/07/2014) telah terjadi konflik horizontal di Laweueng Pidie, 14 luka-luka, tiga mobil, lima sepmor dan satu rumah hangus. Betapa ini tragedi yang menyedihkan, memilukan dan memalukan di bulan Ramadhan terjadi di tanah Aceh Nanggroe Syari’at Islam. Terhadap peristiwa ini semestinya sebagai pemersatu rakyat Aceh dia serta merta dengan dasar ayat-ayat Quran dan hadis menyampaikan tawshiyah, bahwa musibah seperti ini sejatinya tidak boleh terjadi di tanah Aceh Darussalam, yakni negeri yang aman dan damai, tidak ada kezhaliman dan kebencian. Namun sampai saat ini belum ada sepatah katapun suara keluar dari mulutnya.
Salah satu tradisi menyudahi puasa Ramadhan dan menyambut Idul Fitri adalah pawai takbir. Untuk syi’ar inipun kirany Wali Nanggroe dengan suara lantang dan fasih bertakbir dan bertasbih di atas panggung kehormatan di tengah-tengah rakyatnya, di depan meuligoe Gubernur atau Masjid Raya Baiturrahman membuka pawai takbir Idul Fitri tahun ini. Tentu dengan tampilnya sosok yang memiliki rupa-rupa gelar ini, acara syi’ar takbir Idul Fitri itu akan lebih semarak dan luas gaungnya.
Saya yakin, tidak ada kaum muslimin yang cinta Aceh, cinta syari’at dan syi’ar Islam serta cinta damai yang tidak sepakat dengan deskripsi saya ini. Tinggal lagi adanya aksi nyata dari Paduka Yang Mulia Wali Nanggroe apakah dia memahami tugas pokok dan fungsi Lembaga Wali Nanggroe sebagaimana dalam UUPA atau tidak.
Wassalam
*Anggota DPD RI Terpilih Periode 2014-2019