Ruas Jalan Ise-Ise Sejak Belanda Sampai Kini Membawa Petaka!

longsor
Takengen | Lintas Gayo – Tidak berlebihan judul di atas. Faktanya memang demikian. Ruas Jalan Takengen- Blang Kejeren, mulai dari pendakian Ise-Ise bila dari arah Takengen, memacu adrenalin yang tinggi.

Pendakian tanpa henti sepanjang 9 kilometer, dengan tikungan patah ditambah badan jalan yang sempit, lubang dimana-mana, membuat pengguna jalan harus ekstra hati-hati. Mobil juga bila melintasi ruas jalan ini, bukan semua mobil mampu melintasinya. Bila tak bertenaga, mundur dan masuk jurang.

Mobil yang terperangkap terpaksa ditarik dengan mempergunakan sling (Foto/Dok Lantas Polres Aceh Tengah)
Mobil yang terperangkap terpaksa ditarik dengan mempergunakan sling (Foto/Dok Lantas Polres Aceh Tengah)

Menjelang lebaran Idul Adha 1435 H/ 2014, kawasan hutan lebat ini menjadi buah bibir. Jalan yang dibangun sejak Jaman Belanda, hingga kini menimbulkan masalah. Tidak nyaman bagi pengguna jalan. Kali ini giliran longsor yang melarikan gunung di bibir jalan.

Jaraknya ada sekitar 100 meter, badan jalan putus. Sejak 26 September 2014, longsor itu sampai kini belum dapat dibersihkan, dan menjadi ancaman maut bagi penguna jalan. Namun walau ancaman maut, bagi warga yang akan ke Aceh Tengah atau ke Blang Kejeren, ruas jalan itu tetap dilintasi.

Mobil angkutan belum bisa lewat, hanya sampai kekawasan longsor, kemudian penumpang dilangsir dengan mobil lainnya di sebelahnya.

Untuk melintasi ruas jalan yang hanya 100 meter akibat longsor itu bukanlah pekerjaan mudah. Salah perhitungan dan salah langkah, jatuh kebawah jurang ancamannya maut. Namun walau hanya berpegangan pada rotan dan menaiki sebatang kayu bulat kecil ( seukuran lengan tangan), semua itu harus dilalui.

Kasat Lantas, AKP. Arie Sofandi Paloh dengan latar belakang longsor. Diatas alat berat inilah jalan darurat dengan seutas rotan yang dilintasi masyarakat. Bila terpeleset ke bawah, ancamannya maut. (Foto/Dok Lantas Aceh Tengah)
Kasat Lantas, AKP. Arie Sofandi Paloh dengan latar belakang longsor. Diatas alat berat inilah jalan darurat dengan seutas rotan yang dilintasi masyarakat. Bila terpeleset ke bawah, ancamannya maut. (Foto/Dok Lantas Aceh Tengah)

Sejak longsor sampai kini hanya ada satu loader yang menderu dikesunyian hutan. Bila mengandalkan alat berat milik perusahaan yang membuka jalan ini, sebulan ke depan tidak akan selesai, apalagi kini musim penghujan, otomatis ada tanah yang kembali turun.
Pihak Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) sampai kini belum menurunkan alat berat, padahal ruas jalan ini statusnya ruas jalan negara. Seperti ada kesan sengaja dibiarkan, walau musibah ini sudah sejak 26 September 2014.

Ratusan kenderaan terperangkap baik dari Takengen atau dari Blang Kejeren. Walau lokasi longsor berada di Tembolon, Kecamatan Rikit Gaib, Gayo Lues, pihak Polres Aceh Tengah menaruh perhatian yang besar dan memiliki tanggungjawab moril.

Kapolres Aceh Tengah AKBP. Dodi Rahmawan, menugaskan langsung Kasat Lantas, AKP. Arie Sofandi Paloh, untuk turun tangan mengecek lokasi, membuat laporan, agar dapat diteruskan ke Polda, guna adanya penanganan, karena ini musibah di ruas jalan negara.

Kasat Lantas yang turun tangan bersama anggotanya, mengakui terenyuh melihat keadaan lapangan. Bagaimana manusia berjuang dengan maut di ruas jalan ini. Baca berita: Polisi Gendong Bayi Di Hutan Tembolon

Saat menghadapi musibah seperti ini, mereka yang datang kesana tidak lagi peduli dengan pakaian dinas. Arie Paloh turun tangan, berlumpur walau sepatu dinasnya mengkilat. Dia dan anggotanya bukan hanya membantu mendorong mobil yang terperangkap, sehingga pakaian mereka juga berlumpur, namun sudah menyiapkan sling, untuk menarik kenderaan yang lengket.

Walau bukan di wilayah tugasnya, namun ketika panggilan nurani, dia bukan hanya membuat laporan kepimpinannya, namun mengerahkan anggotanya untuk menolong pelintas jalan.

Ruas jalan ini merupakan urat nadi masyarakat Gayo, dan merupakan satu-satunya ruas jalan yang ekonomis bila ke Aceh Tengah- Banda Aceh, atau sebaliknya. Bila ruas jalan ini bermasalah dan harus memutas via Medan, menuju Banda Aceh, berapa lama waktu terbuang, berapa habis biaya dan melelahkan.

Apakah pemerintah Aceh membiarkan ruas jalan hasil keringat rakyat saat pembukaannya di masa Belanda- Jepang ini, sampai kini terus membawa petaka. Pemerintah Aceh bila Gayo masih bagian rakyatnya,maka sudah seharusnya cepat turun tangan, bukan membiarkan sudah sepekan lebih.  (Fajri)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.