Kopi Luwak Terjual Rp 1,2 Juta Per Kg
Jakarta | Lintas Gayo – Kekayaan sumber daya alam Indonesia belum sepenuhnya tergali maksimal. Salah satunya adalah kopi spesial yang jenisnya banyak sekali di Indonesia. Dengan hanya tumbuh di Indonesia, produk tersebut akan menjadi salah satu unggulan saat berlakunya era pasar bebas ASEAN, Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015.
Besarnya potensi kopi spesial itu terungkap dalam lelang yang diselenggarakan Specialty Coffee Association of Indonesia (SCAI) atau Asosiasi Kopi Spesial Indonesia di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Jumat (10/10). Pada penyelenggaraan yang ketiga tersebut, dilelang 30 kopi pemilik peringkat tertinggi yang disaring dari 144 kontestan. Lelang kemarin dihadiri puluhan pengusaha kopi spesial serta sepuluh pengusaha mancanegara.
Seremoni pembukaan dilakukan Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Bayu Krisnamurthi. Bayu datang bersama rombongan mahasiswa. ”Saya ajak mahasiswa untuk ikut merasakan seperti yang saya rasakan sekarang. Betapa bangganya punya kopi Indonesia,” ujar guru besar IPB itu. Menurut Bayu, Indonesia dari sisi produksi kopi memang berada di urutan ketiga terbesar dunia. Urutan pertama Brasil dan kedua Vietnam. ”Tapi, jika soal rasa dan kekhasan, Indonesia tidak ada lawannya,” tegas Bayu.
Dalam acara lelang tadi malam, kopi luwak produksi Kelompok Petani Rakyat Merdeka asal Gunung Tilu dan Pengalengan, Jawa Barat, terjual dengan harga USD 105 atau sekitar Rp 1,2 juta per kilogram. PT Javanero Indonesia sebagai penjual memperoleh Rp 32 juta dari penjualan 25 kilogram kopi spesial tersebut.
Moelyono Soesilo dari PT Taman Delta Indonesia asal Semarang, Jawa Tengah, mengaku rela merogoh koceknya lebih dalam untuk membeli kopi luwak itu karena ingin mengangkat nama kopi Indonesia ke dunia internasional. ”Kami sebenarnya ingin mengangkat kopi Indonesia ke internasional. Karena kalau tidak, dalam lima tahun lagi Indonesia bisa jadi importer kopi. Padahal, Indonesia mempunyai banyak ragam kopi, tetapi tingkat produksinya masih di bawah konsumsi,” kata Moelyono yang bergabung bersama PT Perpustakaan Kopi Indonesia untuk membeli kopi luwak tersebut.
Bayu menilai proses lelang tepat untuk dilakukan terhadap kopi spesial Indonesia karena keistimewaan tidak bisa ditentukan dengan harga biasa. Ibarat lukisan, jelas dia, harganya ditentukan melalui lelang. ”Indonesia akan jadi negara penghasil speciality coffee terbaik di dunia. Bukan dengan predikat nomor satu karena keistimewaan tidak bisa ditentukan dengan harga. Yang ada adalah the only one. It’s not enough to be number one, it’s have to be the only one,” ucapnya.
Dengan aktivitas lelang, lanjut Bayu, nilai tambah kopi spesial Indonesia naik berkali lipat. Terlebih, kopi spesial tidak diproduksi dalam jumlah banyak layaknya kopi industri. ”Memang yang speciality coffeeini tidak banyak secara makro. Tapi, bagi kami yang penting jumlahnya growing. Dia membangun brand Indonesia,” tegasnya.
Bayu memperkirakan produksi kopi spesial Indonesia nanti mencapai 15 sampai 20 persen dari total produksi kopi di dalam negeri. Sebesar 80 persen sisanya masih produksi kopi industri yang umum dikenal sebagai kopi kemasan dan instan yang banyak dijual secara umum.
Pengusaha yang juga mendukung penuh terselenggaranya acara lelang, Prajna Murdaya, kepada Bayu mengatakan bahwa kopi spesial perlu mendapat dukungan penuh. ”Karena ini bukan semata tentang kopi. Tetapi juga tentang cita rasa dan kekayaan Indonesia, tentang kultur, desain, petani, dan tentu saja kedai kopi,” tuturnya. Bayu sepakat dengan pernyataan itu.
Prajna mengatakan, sudah banyak orang asing yang datang ke Indonesia dengan tujuan khusus mempelajari kopi Indonesia. ”Mereka tinggal di Bali selama satu bulan, lalu mendalami kopi spesial Indonesia. Maka, dengan acara ini, sekalian kita lakukan branding dan sekaligus membuktikan kualitas kopi kita. Selain itu, untuk membangun kepercayaan dari para petani bahwa produknya dinikmati kalangan high end. Cara lelang ini menurut saya fair,” kata dia.
Executive Director SCAI Veronica Herlina mengatakan, ekspektasi dari pergelaran itu adalah untuk meraih lebih banyak pembeli, untuk meraih harga terbaik, diharapkan muncul lebih banyak kopi berkualitas di Indonesia. ”Lelang ini memperkenalkan kopi yang mungkin belum dikenal. Seperti kopi Toraja Sapan yang tahun lalu meraih harga tertinggi sebesar USD 45 per kilogram. Di ajang pertama itu tidak ada yang tahu kopi itu seperti apa. Sekarang akhirnya semua orang cari kopi Toraja Sapan,” kisahnya.
Veronica menjelaskan bahwa peserta lelang mancanegara saat itu berasal dari sepuluh negara, di antaranya Australia, Amerika Serikat, Taiwan, Korea Selatan, dan Selandia Baru. ”Mereka pasar potensial, terutama Korea dan Taiwan. Mereka istilahnya berapa harga kopi, dibeli. Karena mereka butuh stok banyak, sedang terjadi peningkatan konsumsi,” ujarnya. (gen/c9/kim/jawapos)
Berita Terkait: #Kopi #Kopi Gayo