Banda Aceh | Lintas Gayo – Massifnya tuntutan pemekaran Ala-Abas kembali disambut positif oleh anggota DPR RI dan DPD asal Aceh melalui Forum Bersama (Forbes), sehingga SAPAt menilai bahwa hal ini akan segera memasuki tahapan yang lebih krusial jika tidak segera ditanggapi oleh Pemerintah Aceh sebagai entitas yang diposisikan sebagai pihak yang memegang ‘keputusan final’ terhadap pemekaran itu sendiri.
Beberapa pra kondisi yang telah ada mengindikasikan bahwa pengutamaan isu Ala-Abas bukanlah suatau hal yang baru, bahkan ada yang menganalogikan hal tersebut sebagai “lagu lama dengan Aransemen baru”. Akan tetapi terlepas dari pro-kontra serta retorika para pengamat dan politisi yang sering menghiasi media-media lokal, urgensi tuntutan disintegrasi ini adalah tentang siapakah sebenarnya pemilik kepentingan pemekaran tersebut. Oleh karena demikian, SAPAt dalam kapasitasnya sebagai elemen pemuda meminta agar Pemerintah Aceh dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Melakukan riset survei yang komprehensif untuk memahami kadar dan substansi animo pemekaran; Apakah aspirasi murni masyarakat atau hanya birahi kekuasaan segelintir elit. Dengan catatan dilakukan oleh beberapa lembaga survei yang memiliki kredibilitas dan kapabilitas dari nasional maupun lokal. Untuk kemudian menjadikan hasilnya sebagai patron dari kemungkinan pemekaran itu sendiri. Visi yang ingin dicapai adalah berubahnya opini publik setelah mendapat informasi yang kredibel tentang siapakah sebenarnya pemilik kepentingan pemekaran tersebut, dan atau sebutlah survei ini sebagai sebuah “referendum” kecil tentang kebersamaan Ala-Abas dengan Provinsi Aceh.
2) Meminta Wali Naggroe supaya dapat memaksimalkan perannya sesuai dengan UUPA Pasal 96 perihal Lembaga Wali Nanggroe yang merupakan kepemimpinan adat sebagai pemersatu masyarakat yang independen. SAPAt menilah bahwa Paduka Malik Mahmud Al Haytar memiliki posisi yang strategis untuk menyejukkan suasana andai beliau “berani” turun ke daerah-daerah, serta benar-benar independen dan tidak berada pada kubu politik manapun.
Selanjutnya kepada para pengamat, akademisi, politisi, aktivis, serta tokoh-tokoh pemuda untuk tidak apriori terhadap pembentukan Ala-Abas. Karena itu sebagaimana yang kita ketahui memang dimungkinkan oleh Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 yang mengatur tentang pemekaran wilayah. Cobalah untuk melihat Ala-Abas dari perspektif masyarakat Ala-Abas, tidak melulu dari perspektif ‘Kedaulatan’ Aceh dan batas wilayah dalam UUPA. Karena secara organisasi, SAPAt menilai ‘kedaulatan’ hanyalah jalan untuk mencapai kesejahteraan dan bukan merupakan tujuan akhir. (Rel)
Banda Aceh, 21 Oktober 2014
Sarekat Pemuda Atjeh (SAPAt)
Andika Muttaqin Ismail
Ketua Umum
Berita Terkait: #ALA-ABAS
“malikmarmut paduka yang mulia”
prett… emang film indosiar