Oleh : Achmad Surya, S.H., M.H.Li*
“Demi Allah saya bersumpah/berjanji :
Bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota/ketua/wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Aceh Tengah dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja dengan sungguh-sungguh, demi tegaknya kehidupan demokrasi, serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan golongan; bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
Demikian naskah sumpah yang diucapkan oleh para anggota DPRK Aceh Tengah, dalam setiap prosesi pengambilan sumpah janji untuk lebih menghadirkan kesakralan dan kesungguhan dalam prosesi tersebut disumpah dengan meletakkan kitab suci Alquran rendah di atas kepalanya. Ini menandakan bahwa sumpah jabatan bukanlah ritual yang main-main. Sebab, Anggota DPRK tidak saja berjanji kepada konstituen, Keluarganya dan masyarakat aceh tengah, tetapi ia juga mengikat komitmen kepada Allah. Dalam Pasal 26 ayat (2) huruf e UU Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintah Aceh menyatakan Kewajiban anggota DPRK mentaati sumpah/janji anggota DPRK.
Namun pada kenyataan anggota DPRK Aceh Tengah tidak memaknai sumpah janji/jabatan tersebut dengan hati nurani, hingga saat ini pemilihan pimpinan DPRK Aceh Tengah defenitif masih jadi perdebatan dalam lembaga wakil rakyat yang terhormat ini sehingga berujung adu kekuatan fisik antara anggota DPRK Aceh Tengah yang pro UU Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh dan yang pro PP No 16 Tahun 2010 Tentang Pedoman Tata Tertib DPRD.
Secara eksplisit dan khusus (specialis) mekanisme pilihan pimpinan DPRD/DPRK diatur dalam Pasal 376 ayat (1) sampai ayat (9) UU Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR,DPR,DPD, dan DPRD (MD3) yang menyatakan :
- Pimpinan DPRD/DPRK kabupaten/kota terdiri atas :
- 1 (satu) orang ketua dan 3 (tiga) orang wakil ketua untuk DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan 45 (empat puluh lima) sampai dengan 50 (lima puluh) orang;
- 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang wakil ketua untuk DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan 20 (dua puluh) sampai dengan 44 (empat puluh empat) orang.
- Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPRD kabupaten/kota.
- Ketua DPRD kabupaten/kota ialah anggota DPRD kabupaten/kota yang berasal dari partai politik yang memperolah kursi terbanyak pertama di DPRD kabupaten/kota.
- Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ketua DPRD kabupaten/kota ialah anggota DPRD kabupaten/kota yang berasal dari partai politik yang memperoleh suara terbanyak.
- Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh suara terbanyak sama sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penentuan ketua DPRD kabupaten/kota dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara partai politikyang lebih luas secara berjenjang.
- Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wakil ketua DPRD kabupaten/kota ialah anggota DPRD kabupaten/kota yang berasal dari partai politik yang memperoleh suara terbanyak kedua, ketiga, dan/atau keempat.
- Apabila masih terdapat kursi wakil ketua DPRD kabupaten/kota yang belum terisi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), maka kursi wakil ketua diisi oleh anggota DPRD kabupaten/kota yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak kedua.
- Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak kedua sama, wakil ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditentukan berdasarkan urutan hasil perolehan suara terbanyak.
- Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (7), penentuan wakil ketua DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara partai politik yang lebih luas secara berjenjang.
Dalam UU Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh tidak di atur secara khusus mekanisme pemilihan Pimpinan DPRK, UU Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintah Aceh ini hanya mengatur tugas dan wewenang, hak dan kewajiban dan alat kelengkapan DPRK. Dalam asas hukum peraturan perundang-undangan dikenal istilah lex specialis derogat legi generalis yaitu peraturan yang khusus menyampingkan yang umum dan lex perfecta derogat lex imperfecta yaitu peraturan yang lebih sempurna menyampingkan peraturan yang kurang sempurna. Artinya untuk menetapkan pimpinan DPRK Aceh Tengah mengacu pada peraturan UU Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR,DPR,DPD dan DPRD (MD3) karena UU ini bersifat khusus (specialis) dan lebih sempurna (perfecta) mengatur mekanisme pemilihan pimpinan DPRD/DPRK. Tidak ada lagi alasan anggota DPRK Aceh Tengah memperdebatan dan mengulur-ulur waktu dalam menetapkan pimpinan DPRK Aceh Tengah dan mari mengutamakan kepentingan rakyat aceh tengah daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan golongan. Anggota DPRK Aceh Tengah Jangan seperti apa yang dikatakan oleh Mantan Presiden RI KE-3 almarhum Abdurrahman Wahid (Gusdur) DPR seperti Taman Kanak-Kanak.
Ini menjadi bukti nyata, betapa sumpah janji anggota DPRK Aceh Tengah yang mengatasnamakan Allah dengan meletakkan kitab suci Alquran rendah di atas kepalanya itu telah kehilangan esensinya. Ia tak lebih sebagai sebuah ritual tak bermakna. Sumpah janji/jabatan hanya dagelan dan basa basi birokrasi saja, Sumpah janji/jabatan dimaknai hanya sebagai sebuah seremonial semata untuk memenuhi syarat administrasi saja. Lisannya memang bersumpah, tapi hatinya sama sekali tidak mengamalkan secara sungguh-sungguh makna yang terkandung dalam sumpah itu sendiri.
Dosen STIHMAT dan Dosen FISIPOL UGP*