Mereduksi Kemiskinan Lewat Zakat

 

                                                      Hermansyah Oleh: Hermansyah Kahir*

Dalam Islam, puasa dan zakat menempati kedudukan yang sangat penting. Puasa merupakan ibadah yang sifatnya individu sementara zakat bersifat sosial. Kedua ibadah tersebut memiliki tujuan yang sama, yaitu mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT.  Kewajiban umat Muslim untuk berzakat secara tegas sudah dinyatakan Allah SWT dalam Alquran dan sunnah Nabi Muhammad SAW.

Zakat merupakan ibadah yang dapat mempererat hubungan silaturahim antara mustahiq (wajib zakat) dan muzakki (penerima zakat). Bahkan dalam sejarah kejayaan Islam, zakat terbukti berperan besar dalam meningkatkan kesejahteraan umat. Zakat yang terkumpul diharapkan mampu mengangkat derajat hidup fakir-miskin dan membantunya keluar dari berbagai kesulitan hidup yang selama ini dideritanya.

Sebagai ibadah sosial zakat dapat mendorong pemberdayaan ekonomi umat dan dapat mengatasi masalah kemiskinan. Secara normatif zakat merupakan sistem jaminan sosial yang sangat penting dalam Islam. Keberadaan zakat sangat dibutuhkan dalam rangka mereduksi kemiskinan dan kesejangan pendapatan.

Sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia tentu Indonesia memiliki potensi zakat yang sangat besar yang dapat digunakan untuk menyejahterakan rakyat terutama kaum fakir dan miskin. Namun hingga saat ini potensi zakat itu belum tergali secara maksimal sehingga berdampak pula pada pelambatan dalam mengurangi tingkat kemiskinan itu sendiri.

Pada tahun 2015 saja Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menargetkan dapat menghimpun zakat nasional sebesar RP 4,2 triliun. Target ini lebih tinggi ketimbang tahun lalu—di mana Baznas dapat menghimpun zakat Rp 2,2 triliun. Angka ini sangat jauh jika mengacu pada potensi zakat Indonesia yang mencapai Rp 217 triliun per tahun.

Melawan kemiskinan

Salah satu persoalan klasik yang dihadapi hampir semua negara di dunia termasuk Indonesia saat ini adalah persoalan kemiskinan. Artinya, kemiskinan tidak hanya menjadi problem bagi negara berkembang seperti Indonesia melainkan juga menimpa negara-negara maju.

Masyarakat yang hidup dalam kemiskinan sering menderita kekurangan gizi, tingkat kesehatan yang buruk, tingkat buta huruf yang tinggi, lingkungan yang buruk dan ketiadaan akses terhadap pelayanan publik yang memadai.

Tentu persoalan ini menjadi momok yang sangat menakutkan karena dapat berdampak buruk bagi keberlangsungan pembangunan sebuah bangsa. Lebih mengkhawatirkan lagi kemiskinan yang tidak teratasi dengan baik akan menciptakan perilaku kejahatan dan aksi kriminal lainnya. Meminjam istilah Aristoteles bahwa kemiskinan adalah bapaknya revolusi dan kejahatan.

Sebenarnya pemerintah telah mencanangkan upaya penanggulangan kemiskinan. Namun jumlah penduduk miskin Indonesia tidak juga mengalami penurunan yang signifikan. Pada tahun 2015 jumlah penduduk miskin diprediksi mencapai 30,25 juta orang atau sekitar 12,25 persen dari jumlah penduduk Indonesia.

Jika berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin pada tahun 2014, presentase penduduk miskin di Indonesia mencapai 11,25 persen atau 28,28 juta jiwa, maka pada 2015 justru ada tambahan penduduk miskin sekitar 1,9 juta jiwa.

Di antara kebijakan pemerintah guna meminimalisisr kemiskinan adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Hanya saja kebijakan ini belum sepenuhnya mampu mengurai persoalan kemiskinan di negeri ini. Bahkan menurut Didin S. Damanhuri (2010: 97) Indonesia berjalan sangat lambat dalam mengatasi kemiskinan dan ketimpangan yang terjadi.

Berangkat dari realitas di atas, dibutuhkan instrumen lain agar penanggulangan kemiskinan berjalan dengan baik.  Instrumen yang penulis maksudkan adalah zakat. Zakat bukan kekadar ritual keagamaan yang diwajibkan bagi setiap Muslim, tetapi lebih dari itu zakat adalah ritual sosial yang keberadaannya mampu membantu saudara-saudara kita yang hidup dalam kemiskinan dan ketidakadilan.

Didin Hafidhuddin (2002: 12) berpendapat bahwa zakat adalah salah satu bentuk konkret dari jaminan sosial yang disyariatkan oleh ajaran Islam. Melalui syariat zakat, kehidupan orang-orang fakir, miskin, dan orang-orang menderita lainnya akan terperhatikan dengan baik.

Dan tentu tujuan penanggulangan kemiskinan akan tercapai apabila potensi zakat yang dimiliki bangsa ini dikelola dengan baik dan benar. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan kerja sama yang berkesinambungan antara pemerintah dan lembaga-lembaga pengelola zakat.

Tanpa dukungan dan sinergitas, maka tidak mungkin optimalisasi peran zakat ini dapat terwujud sesuai dengan harapan. Selain itu, pemerintah dan instansi terkait perlu melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat luas serta melakukan kontrol yang ketat agar pendistribusian zakat benar-benar tepat sasaran.

Pendistribusian zakat secara optimal kepada mustahiq diharapkan mampu mengangkat mereka menjadi manusia yang mandiri tanpa ketegantungan dan dana zakat ini benar-benar memberikan kontribusi dalam pengentasan kemiskinan. Oleh karena itu, marilah kita bersama-sama berupaya meningkatkan kesejahteraan melalui zakat sehingga masyarakat dapat terlepas dari belenggu kemiskinan sesuai dengan amanah yang terkandung dalam butir-butir Pancasila dan UUD 1945.

 

*Alumnus Islamic Center Wadi Mubarok, Bogor

Peminat masalah sosial-ekonomi

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.