Oleh; Nurdin Ali.
Bullying adalah prilaku agresip yang terjadi karena ketidak seimbangan kekuasaan atau kekuatan.. Sepeti; menghina, mengejek, mengoda, pelecehan verbal dll…
Ketika saya duduk di bangku SMP.., saya punya teman sebut saja namanya JNI, anaknya berkulit bersih, rajin, penurut dan ganteng , menurut ukuran saat itu…
JNI tinggal bersama neneknya.. Jika musim padi menguning, JNI dan saya pagi-pagi sebelum mata hari terbit kami pergi ke sawah mengusir burung hingga jam 6:30 pagi.., kemudian pulang kerumah masing masing, mandi dan sarapan pagi. Hampir setiap hari kami berangkat sekolah bersama..
Masih terngiang lagu yang dinyanyikan oleh JNI.. “sentan soboh lao beluh sekulah…, renye mutetah umah beton atu”, dalam bahasa Indonesia-nya “setiap pagi pergi sekolah.., biar bisa dibangun rumah beton terbuat dari batu”. Hampir setiap hari itu dia nyanyikan…
Dalam bergaul JNI sering menyendiri.., kadang kami datang bersama teman yang lain mengajak JNI bermain bola.., apalagi setelah musim panen padi, ampas padi (jempung ) kami sebar dihamparan sawah dijadikan lapangan bola ukuran mini.. Setelah selesai main bola rame rame mandi ke sungai.., indah sekali masa kecil yang tak terlupakan…
JNI sering di ejek atau di “bully” bahasa anak sekarang, dengan cara “mengejek-nya” dengan “kata”.. ..sedikit sedikit nenek (tikik-tikik nenek). Karena setiap mau pergi JNI selalu minta izin ke nenek-nya. Karena JNI memang hanya tinggal berdua bersama nenek-nya. Sering bertanya dalam hati.., dimana ibu bapak JNI??
Pada suatu hari JNI menuturkan hingga dia SMP dia tidak tau siapa ayahnya.. Entah bagaimana ceritaya sayapun tidak paham..
Suatu hari ada yang mengatakan kalau bapak-nya si “anu”. Sejak itu JNI sepertinya sangat tertekan alias “shock” dan ejekan pun sepertinya semakin menjadi jadi.., tapi ditanggapi oleh JNI dengan senyum meski mungkin hatinya tersayat…. dan memang JNI orangnya termasuk periang..
Hari demi hari ejekan dan canda-canda yang membuat JNI tertekan terus terjadi.. Dan dikala itu tidak ada yang menyadari kalau kondisi tertekan dan terus menerus seperti itu sangat berpengaruh negative terhadap perkembangan JIWA…
Hari berlalu, bulan berganti…. Ketika tamat SMP kami memutuskan untuk melanjutkan ke SMEA, sekolah kejuruan dengan harapan agar cepat bekerja. Jarak antara tempat kami tinggal dengan sekolah SMEA jauhnya sekitar 4 kilo meter.
Setiap hari kami berjalan kaki karena harus berhemat, ketika itu ongkos mobil Rp. 50 (labi-labi) kalau sekarang, tapi untuk itupun terasa berat.
Keakraban kami sangat membantu sehingga kami berdua bisa berjalan bersama , hampir setiap hari..
Ada memory yang tak terlupakan.., sambil jalan kami membeli “kueh kemplang” yang terbuat dari tepung beras didalamnya diisi gula aren, lalu di goreng. Rasanya enak sekali, entah karena saat itu jenis makanan terbatas atau kami sedang lapar….
Tapi memang banyak yang bilang kalau kueh kemplang “Nek Mejo” memang tiada duanya.. Dan Nenek Mejo sangat baik ke semua orang…
Tanpa terasa, kueh kemplang yang kami beli habis kami makan sambil jalan dan kamipun tiba di sekolah..
Setelah 6 bulan sekolah di SMEA, saya tidak betah, karena dari 45 siswa hanya ada 6 laki-laki termasuk saya… Saya yg ketika di SMP terbiasa bergerombol, jadi tidak betah dengan suasana dikelilingi para gadis..he he he..
Setelah saya tidak bersekolah di SMEA…, JNI saya perhatikan sering berjalan sendiri, tapi di rumah kami masih sering bareng, entah itu main bola atau mencari ikan, mencari nangka (kalau lagi musim), mencari burung, berburu babi.., bahkan kami sering mencari sayur bersama, seperti; daun pakis (keloang) dll.
Setelah tamat SMA thn 1985.., dan JNI tamat SMEA.., saya melanjutkan sekolah ke Jakarta, dan JNI memutuskan tidak melanjutkan, tinggal bersama Nenek-nya.
Ketika saya kembali ke Takengon tahun 1989, ketemu dengan JNI.., sepertinya banyak yang berubah.., bayak diam, tidak seperti biasanya. Tapi keakraban kami tidak berubah, ketika itu sempat jalan jalan mengunjungi tempat main kami dulu, ceritanya menapak tilas…
Beberapa hari di Takengen, saya kembali ke Bandung karena waktu itu saya sudah sekolah ikatan dinas di IPTN, Industri Pesawat Terbang Nusantara.., yang kini berganti nama jadi PT. DI.
Betapa kagetnya saya ketika ketemu JNI tahun 1992.., JNI terkadang ketawa sendiri, tapi dia masih ingat saya.., saya peluk dia.., tak sadar hingga air mata saya mengalir sedih… Tapi setelah itu saya berusaha tidak menunjukan kesedihan itu dihadapan JNI.
Tahun 1995 saya kembali ke Takengen, saya tanya ke Ibu saya, bagaiman kabar JNI.., Ibu bilang, JNI sakit.. Ketika itu saya melihat JNI sudah pakai baju compang camping dan kumuh, dan ketika ketemu saya dia sudah tidak ingat lagi. Saya sangat terpukul, sedih tapi sudah tidak ada lagi yang bisa dilakukan..
Berselang 1 tahun kemudian saya mendengar kalau JNI meninggal dengan cara membakar dirinya.., lagi lagi hati saya tersayat, sedih campur aduk, tapi tidak bisa berbuat apa apa…Semoga Allah menerima bakti JNI dan seluruh dosa-nya diampuni, Aamin…
STOP sikap merendahkan, mengejek atau mengolok-olok orang lain alias “BULLY”, pastikan tidak terjadi dimanapun karena dalam jangka panjang bisa menyebabkan ganguan mental bahkan bunuh diri..
Semoga kisah nyata ini bisa menjadi pelajaran dan antisipasi agar tidak ada lagi korban “Bullying” dimasa yang akan datang, Aamin…
Penulis; Warga Aceh Tengah.∇