Kopi  Gayo Masih  Terbaik Tidak Ada Masalah dengan Buyer

Buyer (pembeli kopi) dari Gayo, khususnya di Ingris, Jerman dan Francis  membatalkan pembelian kopi Gayo yang dikirim Kopepi Ketiara, AcehTengah. Pembeli menolak kopi ini karena mengandung herbisida glyshopate.

Pimpinan Ketiara, Rahmah, yang selama ini sudah ribuan ton mengirim kopi Gayo ke berbagai belahan  dunia, memberikan keterangan kepada media, soal kopi yang mengandung herbisida. Kasus ini mencuat setelah uji laboratorium international, ketika eksportir dari Gayo  mengirimkan sample konvensional (tanpa sertifikat) ke sejumlah negara.

Spontan keterangan Rahmah, pengekspor kopi ini , membuat  masyarakat di negeri penghasil kopi arabika terbesar Indonesia (Gayo) geger dan terundang resah. Harga kopi Gayo akan anjlok dan nama besar yang sudah mendunia akan terpuruk.

Rahmah menyesalkan petani masih ada yang menggunakan pestisida dalam merawat kopinya. Pernyataan  pimpinan Popeti Ketiara ini  mendapat kritikan dari sejumlah pihak.

Benarkah kopi Gayo mengandung glyshopate. Apakah sampel kopi yang dikirimkan oleh pengekspor kopi konvensial sama dengan kopi Gayo organik yang bersertifikat?

“Tidak ada masalah dengan kopi berkualitas Gayo. Kami mengirimkan kopi organik  yang sudah bersertifikat. Kami memiliki kelompok tani mencapai 2.000 petani, tidak ada masalah dengan buyer,” sebut Jumhur Abu Bakar, salah seorang pengekspor kopi organik Gayo.

Menurut Jumhur menjawab Dialeksis.com, Jumat (11/10/2019 tidak ada kaitanya dengan kopi organik. Pernyataan itu disampaikan Jumhur sehubungan dengan adanya statemen pimpinan Kopepi Tiara, tentang kopi yang mengandung hersida glyshopate yang dikirimnya ke manca negara.

Menurut Jumhur, manajer kopi sertifikasi Permata Gayo,  ketika diekspor pihaknya memiliki sertifikat. Jadi tidak ada masalah dengan kopi organik yang dieskpor ke berbagai negara. Di Aceh Tengah dan Bener Meriah  ada beberapa koperasi yang memiliki sertifikasi kopi organik dan itu tidak ada masalah dengan buyer.

“Kalau kopi konvensial saya tidak berani memberikan komentar. Bisa jadi ada herbisida seperti yang disebutkan pimpinan Ketiara. Namun yang perlu kami tekankan kalau kopi organic,  hingga saat ini kopi Gayo masih terbaik dan pihak buyer yang kami kirimkan kopi tidak ada konplain,” sebut Jumhur.

Menurutnya, rata rata setiap tahun pihaknya mengirimkan kopi organik Gayo mencapai 1.000 sampai 1.200 ton. Organisasinya dalam mengembangkan kopi organik ini juga komit menjaga kualitas kopi, tidak merawat kopi dengan bahan kimia.

“Bisa jadi apa yang disebutkan pimpinan Popeti Ketiara itu benar, karena petani menginginkan secara praktis dalam merawat kopi. Kopi konvensional yang dijual ke manca negara tidak memiliki sertifikat organik, jadi saya enggak bisa memberikan keterangan lebih jauh,” sebut pengekspor kopi di Bener Meriah ini.

Bagi kami, tambah Jumhur, kopi yang diekspor itu memiliki sertifikat dan tidak ada masalah. Bahkan pembinaan yang dilakukan kepada petani berjalan dengan baik. Kelompok tani senantiasa mendapatkan reward . 35 desa di Bener Meriah yang dibina senantiasa mendapatkan kompensasi keuntungan dari penjualan kopi, jelasnya.

Di Aceh Tengah juga banyak koperasi kopi yang sudah bersertifikat, seperti Baburrayan, KKO, Arinagata, serta sejumlah koperasi lainya. Mereka senantiasa berusaha memenuhi standar permintaan yang ditetapkan buyer.

Kopi organik bersertikat itu berbeda dengan kopi konvensional, harga jualnya juga berbeda mencapai 0,30 sen per LB. Harga jual  kopi organik  juga menaikan harga jual kopi konvensional. Ahirnya harga kopi konvensional  juga naik, sama dengan organic bersertifikat.

Mafia Perdagangan

Apakah ada mafia perdagangan yang menjelekan kualitas kopi Gayo? “Bisa jadi ini ada permainan pedagang. Ada yang melakukan blanding, ada pedagang yang mencampur kopi Gayo dengan kopi yang kualitasnya tidak sebaik kopi Gayo. Sehingga, kesanya kopi Gayo itu kualitasnya  kurang bagus,” sebut Tgk. Syarkawi, Bupati Bener Meriah.

Menurut Abuya panggilan akrabnya, menjawab Dialeksis.com, Jumat (11/10/2019) via selular, kopi Gayo masih terbaik dunia. Buktinya dari sejumlah pengekspor kopi yang ada di Gayo, tidak ada masalah dan pembeli di luar negeri tidak konplain.

Riuhnya informasi adanya zat kimia di dalam kopi Gayo yang dipublis oleh ketua Papeti Kitiara, ahirnya ketua sementara DPRK Bener Meriah, Darwinsyah mengirimkan surat kepada Bupati setempat untuk mengambil langkah positif, mengantisifasi turunya harga kopi di tengah masyarakat.

Abuya Bupati Bener Meriah, kepada Dialeksis.com mengakui ketika dirinya mengetahui informasi tersebut sudah melakukan berbagai upaya. Termasuk mengecek koperasi yang ada di wilayahnya. Upaya itu terus dilakukan pihaknya, apalagi ada surat dari DPRK setempat.

“Saya sudah cek ke koperasi yang ada di Bener Meriah. Mereka enggak ada masalah dengan pengiriman  kopi Gayo. Kalau ada satu pengekspor kopi yang bermasalah, jangan digeneralkan seluruh pengekspor kopi di Gayo bermasalah. Ditolak oleh buyer. Buktinya koperasi yang mengirim kopi, tidak dikonplain buyer,” sebut Abuya.

Hal yang sama juga disampaikan Bupati Aceh Tengah Shabela Abubakar. Menurut Shabela, para koperasi yang memiliki sertifikat untuk mengekspor kopi mengakui tidak ada yang   konflin. Namun para koperasi kopi ini justru konplin  dengan pernyataan salah seorang pengekspor kopi yang memberikan keterangan ke media, kopinya ditolak buyer.

“Para eksportir di Gayo, Aceh Tengah dan Bener Meriah sudah mengadakan rapat. Kopi yang mereka kirim ke manca negara tidak ada masalah. Mereka ikut aturan main dan pihak buyer menerima kopi Gayo seperti biasa,” sebut Shabela.

Baik Shabela dan Syarkawi, meminta kepada  penggekspor dan pelaku  kopi  untuk  berhati hati dalam memberikan keterangan, agar tidak meresahkan masyarakat.  Kalaupun ada pengekspor  yang ditolak oleh buyer, jangan semuanya digeneralisir. Buktinya koperasi di Gayo tidak ada masalah.

“Vietnam itu jauh lebih ugal ugalan dalam menggunakan pestisida. Namun kopi mereka tetap dibeli dunia. Gayo itu kopinya sampai dengan saat ini masih terbaik dunia. Buktinya pengekspor kopi Gayo, khususnya yang memiliki sertifikat tidak ada masalah dengan konsumen. Buyer di luar negeri tetap komitmen dengan MoU,” sebut Syarkawi.

Kedua bupati di negeri penghasil kopi ini menjelaskan, pihaknya  mengingatkan penyuluh pertanian, pendamping petani untuk senantiasa memberikan informasi kepada petani. Agar petani tetap komitmen  menjaga kualitas kopi, meningkatkan usahanya, tidak dicemari dengan pestisida.

“Bukan hanya kopi, seluruh jenis pertanian kami mengingatkan untuk tidak menggunakan pestisida. Kembalilah kita kepada leluhur kita yang sangat baik menjaga alam ini. Untuk merawat  kopi,  kita lakukan penggarukan (mulelang dan jelbang kenyeh). Rawatlah tanaman itu dengan hati,” pinta Shabela.

Kalau ada yang menyebutkan kopi Gayo terkena herbisida, sebut Abuya, itu berlebihan. Kenyataanya kopi Gayo dari tahun ke tahun barangnya itu itu juga. Tidaklah separah seperti yang diberitakan. Seolah olah kopi Gayo tercemar, padahal kenyataanya tidak demikian.

“Kita jangan terpengaruh dengan pembeli kopi yang mau membeli kopi walau terkena herbisida. Ada pedagang yang mau membelinya, tetapi kita orang Gayo tidak demikian. Kita punya MoU antara koperasi dan pembeli, MoU itu yang harus kita jaga, amanah itu yang harus kita pelihara demi marwah kita,” sebut Shabela.

Bupati Aceh Tengah menjelaskan, dia pada 17 Oktober ini akan mendapatkan penghargaan kembali untuk kopi, yang akan berlangsung di Tangerang. Tentunya nanti ada yang menanyakan tentang kopi yang mengandung herbisida.

Namun itu tidak menjadi masalah. Karena koperasi yang bersertikat organic di negeri ini sudah mengadakan rapat dan  belum ada konplain oleh buyer yang membeli kopi mereka. “Para buyer tidak ada yang konplain dengan kopi Gayo. Mungkin hanya satu pengekspor yang bermasalah,” sebutnya.

Jujur dan transparan

Salah seorang pengekspor kopi yang sudah melanglang buana, Misriadi, lebih dikenal dengan sapaan Adijan,  menjawab Dialeksis.com, meminta para pengekspor kopi untuk jujur.

“Bila para pengekspor kopi jujur, menggunakan hati nurani dalam menyelamatkan petani, tidak ada masalah dengan buyer. Jangan dikatakan membina kelompok tani, namun ketika dibeli ada yang bukan dari kelompok tani. Darimanapun kopi itu diterima,”  sebut Adijan.

“Kalau itu dilakukan, artinya kita tidak jujur. Demi menjaga marwah Gayo, kita harus jujur, bila kita katakan kopi organik, maka kopi yang kita beli dari petani memang organic,” kata tokoh yang pernah menjadi kandidat bupati ini.

“Demikian dengan uang pembinaan kepada petani yang diberikan buyer, benar benar disampaikan kepada petani. Jangan petani dijadikan lahan, namun benar benar dibina dengan baik. Bila semuanya jujur,  kopi Gayo akan tetap jaya dan semakin jaya,” sebutnya.

Soal kejujuran dan transparan, ketua  Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Aceh Tengah Mulyadi, meminta kepada seluruh perusahaan eksportir Kopi Arabika Gayo, agar terbuka terkait kepemilikan koperasi kopi.

Perusahaan eksportir kopi dan koperasi di seluruh Aceh Tengah dan Bener Meriah,  harus terbuka berapa luasan lahan yang organik dan faer tread. Berapa jumlah kelompok tani dan petaninya.

GMNI juga  meminta agar  proses pengeluaran sertifikat kopi  organik  mengikuti standar. Bukan dilakukan asal asalan dengan menempel label di kebun kopi dengan sebutan organik.  Namun benar benar dilakukan dengan selektif.

Selain itu, Mulyadi, ketua GMNI meminta agar DPRK Bener Meriah dan Aceh Tengah membentuk tim pansus terkait dengan pemberitaan kopi terkena herbisida. Perbup tentang budidaya kopi harus ada, agar kopi senantiasa berkualitas dan pasaran stabil.

Mulyadi meminta kepada pihak yang memberikan informasi, bahwa kopi Gayo mengandung zat kimia harus dimintai pertanggung jawabanya. Hal ini perlu dilakukan, karena penolakan kopi Gayo di luar negeri pernah terjadi sebelumnya.

Ketua GMNI ini mencurigai, kopi yang dikirim dari Gayo adalah kopi hasil blanding alias dicampur dengan kopi yang berasal dari luar Gayo, dimana kualitasnya lebih rendah dari kopi Gayo.

Bagi rakyat Gayo kopi adalah sumber kekuatan napas. Mayoritas penghidupan warga pegunungan ini berasal dari kopi.  Untuk Aceh Tengah dan Bener Meriah saja, hampir 100.000 hektar lahan pertanian  masyarakat, kopi merupakan komoditi unggulan.

Produksinya dalam setahun antara 650 sampai 730 kilogram perhektar. Dari buah kapein inilah mayoritas rakyat mengantungkan harapan. Kopi Gayo sudah dikenal dunia sebagai kopi terbaik. Kini ada yang menyebutkan kopi di sana bermasalah, mengandung zat kimia.

Namun pernyataan salah seorang pengekspor kopi itu dibantah oleh berbagai pihak, bahkan ada yang meminta pertanggungjawabanya atas keteranganya di media. Bagi  masyarakat di sana meyakini, kopi Gayo masih terbaik dunia dan tidak ada masalah dengan negara konsumen. (Bahtiar Gayo/dialeksis.com)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.