Oleh: Ramli P, S.IP*
Lintasgayo.com – Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia masih empat tahun lagi, yakni pada tahun 2024. Masih sangat jauh jika ditinjau dari kacamata awam. Namun sangat dekat jika dilihat dari kacamata politis. Berbagai latar belakang tokoh mulai menonjolkan diri ke publik, baik dari tokoh agama hingga pensiunan TNI. Tak hanya berhenti di situ, kepala daerah yang dianggap potensial seperti Ridwan Kamil (Gubernur Jawa Barat), Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah), Khofifah Indar Parawansa (Gubernur Jawa Timur), dan Anies Baswedan (Gubernur DKI Jakarta) mulai digadang-gadang untuk mempersiapkan diri pada 2024 nanti.
Menurut Lembaga Survei Indonesia (LSI), ada 15 nama yang mungkin berpotensi maju di Pilpres 2024. Sebanyak enam nama berasal dari jenjang pimpinan partai politik. Keenam nama tersebut adalah Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, kader Gerindra Sandiaga Uno, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono. Selain itu ada Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin).
Empat nama muncul dari jenjang pemerintahan. Mereka adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani, Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, dan Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo. Sisanya adalah empat gubernur di pulau Jawa yang disebutkan di atas. Mereka akan bersaing ketat untuk mendapatkan peluang terbaik supaya bisa maju 2024 mendatang.
Namun penulis tidak ingin membahas isu nasional yang terlalu berat untuk ditelaah, biarkan isu nasional diurus oleh elite yang berkompeten. Penulis ingin membahas isu daerah, yakni Kabupaten Gayo Lues. Di mana setiap membahas isu politik akan lebih menarik dibanding membahas pembangunan yang telah dijalankan. Karena saat membahas isu pembangunan, para birokrat diam, politisi yang pro pemerintah bungkam, seolah tak ikut andil dalam mendudukkan pimpinan pada pilkada tahun lalu.
Ya sudahlah, karena membahas pembangunan di negeri 1.000 hafiz ini memang tidak ada menariknya sama sekali. Apa yang mau kita banggakan selain program 1.000 hafiz? Apakah pemerintah mengklaim bahwa program 1.000 hafiz sudah berhasil? Jika pun jawabannya ya, lalu apa yang akan dilakukan setelah itu? Pada 10 Desember 2019 lalu, Bupati Gayo Lues H. Muhammad Amru bertandang ke Kementerian Agama RI untuk menyampaikan 3 program unggulan Gayo Lues. Tiga program tersebut adalah seribu hafiz, satu desa satu ulama, dan pembangunan madrasah terpadu dari semua tingkatan.
Namun pemerintah tak boleh lengah untuk mengawal visinya, yakni mewujudkan masyarakat mandiri, sejahtera, dan madani. Program hafiz tersebut jika tidak dibarengi dengan program kemandirian di bidang ekonomi, maka akan bias. Karena semua masyarakat membutuhkan kebutuhan jasmani untuk meneruskan kehidupan. Sementara program hafiz berorientasi pada kebutuhan rohani. Dua hal tersebut harus berjalan seimbang, program untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani tidak bisa dipilih salah satu.
Jika kita tarik ke belakang dan melihat naskah visi dan misi pasangan calon Bupati Gayo Lues H. Muhammad Amru-Said Sani yang berjudul ‘Jalan Perubahan untuk Gayo Lues Mandiri, Sejahtera, dan Madani’. Dalam naskah tersebut dituliskan pandangan utamanya “setelah 14 tahun terbentuk, terus berupaya berbenah. Mengejar ketertinggalan dalam geliat pembangunan. Potensi sektor pertanian dan perkebunan, peternakan, pertambangan, industri, dan pariwisata menjadi prioritas utama.”
Mari kita bedah satu per satu pandangan yang menjadi prioritas. Pertama sektor pertanian dan perkebunan, coba kita lihat di sekeliling kita apa yang berubah dari kepemimpinan sebelumnya? Paling menonjol adalah jatuhnya harga minyak serai. Padahal masyarakat kita sudah berbondong-bondong bertani serai karena harga yang tinggi. Tetapi semuanya sudah sirna, keadaan sudah berbalik. Lagi-lagi kita menyalahkan rakyat. Kenapa rakyat menanam serai padahal tanaman lainnya juga bisa? Mari kita lihat lagi, siapa pemilik kebun yang luas di Gayo Lues? Tidak masalah pejabat bertani dan berkebun. Hanya saja secara etika tidak etis sebelum memberdayakan pekebun dan petani secara khusus. Akibatnya, masih adanya masyarakat yang berkebun terlarang alias ganja. Sebenarnya program sektor pertanian dan perkebunan tersebut untuk siapa? Pejabat atau rakyat.
Kedua, sektor peternakan. Sudahkah Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perikanan memberdayakan peternakan? Secara pribadi, penulis belum melihat progresnya. Jika ada peternakan yang sudah baik dan memiliki potensi atas pemberdayaan pemerintah boleh disanggah tulisan awam ini. Ketiga pertambangan dan industri, ya sama saja. Belum terlihat progresnya. Jika pun ada, maka lebih banyak dampak negatifnya. Keempat, pariwisata sebagai prioritas utama yang belum tersentuh hingga kini. Fasilitas apa yang sudah dibangun untuk menunjang pariwisata di Gayo Lues?
Jika dilihat sekilas, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Gayo Lues 2020 sudah terealisasi Rp32,4 miliar dari target Rp36,2 miliar. Hal ini sebagai pencapaian yang luar biasa, karena di tengah pandemi masih bisa memenuhi target PAD. Di mana daerah maju saja angkat tangan untuk memenuhi target PAD tahun ini. Unik memang Gayo Lues, kita tidak pernah tahu dari mana sumber PAD itu berasal. Tiba-tiba setiap dinas sudah menyetor PAD dengan nilai yang ditargetkan. Padahal kita tidak tahu retribusi apa yang menjadi penyumbang PAD. Jangan-jangan restoran-restoran, parkir, retribusi pariwisata sudah jalan semua. Namun tempatnya tersembunyi, sehingga rakyat biasa tidak bisa melihatnya. Entahlah, jika PAD itu bersumber dari fee proyek penulis tidak tahu.
Dengan demikian, serangan bertubi-tubi sudah berkali-kali ditujukan kepada Bupati Gayo Lues. Apakah memang bupati yang tak mampu atau para kabinetnya tidak bisa menerjemahkan visi dan misi bupati? Mungkin dalam tulisan ini lebih banyak sifatnya mempertanyakan, karena memang rakyat belum melihat kerja nyata dari janji-janji dulu. Padahal saat ini bukan lagi masa transisi dari pemerintah sebelumnya, tetapi sudah mulai pada masa cari posisi untuk pilkada selanjutnya.
Bicara mengenai pilkada, tentu belum ada kepastian dari pemerintah pusat kapan akan dilaksanakan pilkada serentak usai 9 Desember 2020 nanti. Apa tahun 2022 atau 2024 sekaligus pemilu presiden. Belum ada kejelasan sampai saat ini. Namun demikian, catur perpolitikan di daerah sudah mulai dirancang dengan sedemikian rupa. Hal itu sangat wajar karena memang sistem demokrasi kita seperti itu. Akan selalu ada yang curi start, terutama para pimpinan parpol.
Melihat peta politik beberapa kali pilkada di Gayo Lues, maka tokoh yang muncul hanya itu-itu saja. Mungkinkan untuk pilkada berikutnya akan muncul tokoh muda seperti Ridwan (kader Gerindra), Yus Aswat (kader Golkar), Rasydin Porang (Plt. Sekda), Irwansyah (Kadis DLH), Zukifli Amrizal (Ka. Kesbangpol Kota Malang), Herlambang (Bina Marga Pemprov Jatim), Suhaidi (Ka. Bencana Alam), Jata (Ka. BPMK), Noval (Ka. Perhubungan). Tentu tokoh muda yang lain sangat banyak, silakan kita sebutkan satu per satu. Sehingga kita memiliki tokoh potensial untuk masa depan.
*Mahasiswa Pascasarjana Administrasi Publik Unmer Malang
Comments are closed.