Takengon | Lintas Gayo – Dua orang dari tiga nara sumber diskusi yang bertajuk “Rakyat Gayo Raya dan PLTA Pesangan” yang digelar di hotel Linge Land, Sabtu (24/12/2011) menegaskan agar proses pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Pesangan dihentikan.
Nara sumber yang meminta penghentian pembangunan PLTA tersebut diantara Nawawi dari Ikatan Masyarakat Peduli Lingkungan dengan alasan dokumen Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Pernyataan Ketua Impel ini ditegaskan lagi oleh Zulfan Diara Gayo yang mempertanyakan harkat dan martabat rakyat Gayo dalam proses pembangunan dan pengelolaan PLTA saat ini.
“Gayo harus memilik harkat dan martabat untuk bisa sejajar dengan suku bangsa lain dibelahan dunia. Dan untuk itu dibutuhkan perjuangan dari rakyat Gayo itu sendiri,” kata Zulfan berapi-api.
Dan untuk mewujudkannya, lanjutnya, wilayah Gayo memiliki sumber energi raksasa berupa reservoar danau Lut Tawar dan akan dimanfaatkan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai sumber energi listrik berkekuatan 88 Mega Watt (MW), akan tetapi kekayaan alam bumi Gayo tersebut tidak akan dapat mewujudkan cita-cita rakyat Gayo raya jika Sumber Daya Manusia (SDM) Gayo tidak terlibat dalam proses pembangunan dan pengelolaan PLTA tersebut.
“Jika kita diam, maka Gayo akan termajinalkan dan menjadi kembaran suku Aborigin. Mari berjuang untuk hak kita,” ajak Zulfan dihadapan puluhan peserta dari berbagai elemen tersebut.
Menanggapi pernyataan kedua nara sumber tersebut setelah sebelumnya mendengarkan pemaparan tentang apa itu PLTA dari Ilham Iskandarsyah, Dirut BUMD Gayo Energi Kabupaten Bener Meriah, para peserta mengungkapkan pendapat beragam.
Anda Putra dari Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Aceh Tengah menyatakan kekesalannya kepada politikus di Aceh Tengah yang menurutnya selama ini tidak banyak berbuat untuk membela kepentingan masyarakat. “Mereka mengganggap masyarakat selalu bodoh,” kata Anda Putra.
Selanjutnya Supriyadi dari Impel mengungkapkan bahwa pihaknya sudah mengirimkan surat resmi kepada Presiden RI dengan sejumlah tembusan yang isinya meminta proyek PLTA Pesangan dihentikan karena dokumen Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sudah expired.
Sosok pemerhati lingkungan di Aceh Tengah dan Bener Meriah menyoroti kelambanan Pemerintah kabupaten Aceh Tengah dalam menangani keinginan masyarakat Aceh Tengah terkait PLTA Peusangan.
Sementara pendapat seorang budayawan Gayo, Salman Yoga mengajak para peserta untuk lebih memahami persoalan yang sedang dan akan dihadapi terkait pembangunan PLTA tersebut. Dia juga mengusulkan agar dibentuk sebuah organisasi moral yang berlandaskan kepentingan bersama, buka kepentingan material. “Sejumlah persoalan akan terjadi jika pemimpin tidak cukup inspiratif dan karenanya perlu wadah untuk itu,” saran Salman Yoga.
Saran untuk memperhatikan peran perempuan diungkapkan oleh Suryati, mantan ketua Korp HMI Wati Aceh Tengah. “Kami dari kaum perempuan harus mendapat perhatian dan mendapat manfaat dari pembangunan PLTA tersebut,” pinta Suryati.
Sementara Khalisuddin dari Forum Penyelamatan Danau Lut Tawar (FPDLT) meminta kejernihan berpikir dari semua kalangan untuk tetap mendukung pembangunan proyek sumber energi tersebut. “Mari kita dukung PLTA Pesangan dengan catatan dalam prosesnya harus melibatkan SDA dan SDM,” ajaknya.
Harapan salah seorang pendiri situs berita Lintas Gayo ini, dengan adanya PLTA Pesangan diharapkan ada perhatian lebih serius didukung anggaran yang cukup untuk pemertahanan adat, sosial budaya Gayo, penggalian sejarah, anggaran pendidikan, pembinaan dibidang kepemudaan, keagamaan dan kelestarian lingkungan.
“Kita tidak menghambat pembangunan, namun Urang Gayo jangan sampai lengah jika tidak ingin Gayo itu hilang tergerus kemajuan zaman,” himbau Khalisuddin.
Salah satu himbauan yang cukup singkat, padat penuh makna yang merupakan kiasan dalam bahasa Gayo disampaikan oleh Ketua Umum Laskar Merah Putih, Rizali Hadi. “Enti nome i toyoh ni tamur (jangan tidur dibawah tambur-red). Banyak manfaat yang bisa diambil dari pembangunan PLTA Pesangan,” himbau sosok yang juga sebagai guru ini.
Amatan Lintas Gayo, sesi tanya jawab tersebut sempat memanas dan salah seorang peserta, Syirajuddin AB yang merupakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tengah sempat akan walk out karena menilai cara-cara diskusi tersebut tidak sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Namun emosi Syirajuddin mereda setelah pemandu diskusi, Zulfan Diara memintanya untuk bersabar. “Kita tampung dulu aspirasi rekan-rekan, saya harap kita semua bisa sepemahaman dalam persoalan ini,” pinta Zulfan.
Diakhir pertemuan, peserta menyepakti untuk membentuk sebuah wadah bersama yang bertujuan memperjuangkan hak-hak masyarakat dataran tinggi Gayo Aceh Tengah. Wadah tersebut menjadi sentral komunikasi masyarakat dengan Pemerintah dan pihak PLN.
(Maharadi/03)
.