Banda Aceh | Lintas Gayo – Konferensi Kakao dan Kopi Aceh 2012 diharapkan dapat mendorong pertumbuhan perekonomian Aceh. Melalui forum ini para stakeholder yang mempunyai ketertarikan pada pengembangan kakao dan kopi dapat bertukar informasi sehinga melahirkan terobosan-terobosan terhadap pengembangan perkebunan dan industri kakao dan kopi di Aceh.
“Inisiasi penyelenggaraan konferensi tahunan ini merupakan agenda penting untuk membangun dan memperkuat kemitraan untuk mentransformasikan kemajuan yang telah dicapai,” demikian disampaikan Kepala Bappeda Aceh, Ir.Iskandar, M.Sc ketika membacakan pidato sambutan Pj.Gubernur Aceh, Ir.Tarmizi.A.Karim, M.Sc di acara Aceh Cocoa and Coffee Conference 2012, di Hotel Hermes, Banda Aceh, Rabu (14/3/12).
Ditambahkannya, melalui rekomendasi yang nantinya dihasilkan dapat memberi masukan-masukan yang berharga pada Pemerintah Aceh dalam menyusun kebijakan terhadap pengembangan kakao dan kopi di Aceh secara berkelanjutan.
Saat ini, produktivitas kakao dan kopi masih tergolong rendah di Aceh. Disamping kurang optimalnya pengelolaan kedua komoditi ini, ditambah belum dibangunnya sistem mata rantai produksi (supply chain) yang kuat dari hulu hingga hilir.
“Kondisi tersebut telah menyebabkan nilai tambah produksi serta ketersedian lapangan kerja masih terbatas, sehingga menjadi salah satu penyebab rendahnya daya saing daerah,” tambahnya.
Oleh karena itu kehadiran kegiatan yang digelar Swisscontact dan International Organization for Migration (IOM) melalui program Aceh-Economic Development Financing Facility (EDFF), diharapkan mampu mendorong produksi kakao dan kopi, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
“Kami terus mendorong agar petani dapat menghasilkan biji kakao yang berkualitas sesuai dengan permintaan buyer. Hal ini kami lakukan dengan memberikan pelatihan lewat sekolah lapang bagi petani kakao dan juga pelatihan kepada para pedagang,” terang Project Manager Swisscontact, Manfred Borer.
Ketua Forum Kakao Aceh, Hasanuddin Darjo, menyebutkan, program Peningkatan Ekonomi Kakao Aceh (PEKA) yang diusung Swisscontact di 5 kabupaten, telah banyak memberi perubahan pada sikap petani dan pedagang kakao. “Hal ini membawa dampak yang sangat signifikan bagi kualitas dan kuantitas kakao yang ada sekarang. Misalnya, pedagang sudah paham berapa jumlah biji kakao kering yang baik dalam 100 gram. Di tingkat petani juga paham, biji dengan kadar air berapa yang sesuai dengan kebutuhan pasar,” terang Darjo.
Hal ini diamini Husaini, salah satu pedagang kakao dari Bireuen yang hadir pada kegiatan ini. “Acara seperti ini sangat bermanfaat bagi kami pedagang. Memberi kami banyak pengetahuan dari hanya sekedar menjual biji kakao yang kami beli dari petani,” tandasnya.
Sebagaimana diketahui, Swisscontact dan IOM merupakan dua lembaga yang merupakan lembaga pelaksana proyek EDFF (Economy Development Financing Facility) . Dana EDFF bersumber dari dana hibah Multi Donor Fund (MDF) yang dikelola pada pos anggaran Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT). Bank Dunia dalam hal ini ditunjuk sebagai pengawas sekaligus mitra proyek. Ditingkat provinsi, Bappeda bertindak sebagai implementing agency, sementara Swisscontact merupakan salah satu lembaga pelaksana sub-proyek EDFF.(SP/z ghassani)