Lambang Tradisi dan Budaya Gayo

Andrian Kausyar
Andrian Kausyar

Oleh: Andrian Kausyar*

SEBAGAIMANA kita ketahui bersama bahwa tepung tawar adalah tradisi dan budaya Gayo sudah turun temurun “Nge mucap kuatu mulabang kupapan sulit rasanya untuk di lupakan. Tradisi dan budaya Bangsa Indonesia dari Sabang sampai Marauke adalah ciri khas bangsa Indonesia yang beraneka ragam bentuknya seperti Aceh yang disebut peusijuek, pada Gayo Tepung Tawar, Batak Islam ritual pemberian gelar adat (marga) dalam paket adat Batak, Minang Kabau Malam Bainai, Sunda Ngebakan atau siraman, dan pada adat Jawa disebut malam Midodareni sebelumnya berlangsung siraman dengan bermacam-macam kembang, Adat Papua yakni menari dan menyanyi tabuhan tifa gendang khas Papua. Dan di setiap acara adat perkawinan cara dan pelaksanaannya itu berbeda-beda tetapi tujuannya sama yaitu melestarikan khasanah tradisi dan budaya adat timur.

Pada tradisi dan budaya Gayo menjelang pesta perkawinan Sukut Besinte Muluahi Sinte, hajatan keluarga besar (keluarga pihak Ayah dan keluarga pihak ibu) melepas anak tersayang, buah hati junjungan jiwa yang akan meninggalkan status lajang ke status berumah tangga, diadakan Beguru yaitu nasihat menuju keluarga sakinah mawadah wa rahmah dan  acara pelepasan diakhiri dengan Tepung Tawar.

Tepung tawar itu, kita melihat dengan menggunakan seikat tanaman hias ciptaan Allah  SWT,  merupakan Tanda  Lambang adat Gayo yakni;

Waih (air)

Merupakan lambang kehidupan, bersih, suci. Ia dipercikkan melalui seberkas tetumbuhan ke telapak tangan dan  kening,sebagai lambang kebersihan dan kesucian dalam kehidupan, menjalar ke seluruh tubuh,  yang berakhir di benak (pusat  saraf), segala masalah dihadapi dengan kepala dingin. Untuk diresapi oleh rasio dan dihayati  oleh qalbu. Inilah sekelumit makna  Firman Allah SWT, dalam QS surat “Al Anbiya -Ayat 30“ Kami jadikan segala makhluk hidup dari air ”sehingga Siti Hajar ke sana  kemari  ke Safa dan Marwa mencari air, berusaha mempertahankan  hidup dengan  anaknya Ismail”.

Oros (beras)

Bahwa sebagai lambang kemakmuran. Taburan beras di telapak  tangan dan bahu, merupakan lambang bahwa di tangan suamilah terletak kepemimpinan rumah tangga dan di bahunya pulalah terpikul beban kewajiban mencari  nafkah kehidupan berumah tangga.  Tungket Imen, beras  padi, terpikul di pundak suami.

Taburan beras ke pundak istri pun mengandung makna bahwa istri pun terpikul tanggung jawab pengelolaan nafkah yang diberikan oleh suami sehingga pengeluaran, selalu seimbang dengan pendapatan. Jangan besar pasak daripada tiang, lebih besar  pengeluaran  daripada pendapatan.

Catatan: Zaman dahulu sisa taburan beras dikumpulkan, dibungkus  dengan kain putih, diikat,  lalu disimpan ke dalam beberasan (cosmos).

Ongkal

Bahwa di sini dijadikan tanaman hias, yang disebut Puring, atau Puding, maka di tanah Gayo, tanaman ini biasa ditanam  orang di pekuburan, di sebelah kepala dan kaki  kuburan.

Hal ini melambangkan petuah atau pesan adat, “Jangan Bercerai Hidup”. Dengan perkataan lain “Menikah  Sekali Seumur Hidup”,  kecuali bercerai mati, kalau mati.  Hidup mati kita di tangan Allah SWT, kita pasrah dan ikhlas  menerima takdir. Hidup ini hanya sebentar ingat kematian, jangan angkuh sombong.

Batang  teguh

Bahwa sejenis rumput akar serabut yang sukar dicabut dari tempat ia tumbuh, pesan adat melambangkan kuatkan Iman di dalam dada, jauhkan diri dari godaan-godaan, bisikan setan yang  terkutuk, teguh pendirian, tidak mudah  terombang – ambing ditiup angin sekalipun diterpa  badai  tidak goyah, tetap memiliki prinsip  hidup  nan berwibawa.

Konsisten menjaga karunia Allah SWT, mawaddah warahmah, cinta dan kasih  sayang, melandasi pondasi  rumah  tangga.

Bebesi

Bahwa lambang dari sifat “Tahan Uji “. Bila terjadi di satu ketika, riak-riak kecil, keretakan kecil dalam rumah  tangga hal yang  biasa, maka bebesi sebagai lambang pesan adat “Jadikanlah retak-retak itu sebagai Retak Gading Membawa Ukir, bukan Retak Piring Membawa Pecah”.

Tak ada suatu rumah tangga pun yang tidak mengalami  riak-riak kecil, gejolak  dinamika rumah tangga, namun  semuanya  itu, Lentung gere kin polok, reget  gih kin leping, leno nume kin  rebah.

Dedingin

Bahwa lambang rumah tangga yang damai, tenteram, sejuk, tidak sering  bertengkar, tidak ribut melulu, dari itu semua  persoalan dapat diselesaikan dengan musyawarah, bijaksana. Pertengkaran kecil dijadikan pelajaran yang berharga untuk saling mengisi  kekurangan, menambah subur rasa cinta, kasih, dan sayang semakin bersemi.

Celala Bengi

Bahwa pesan adat melambangkan kehidupan bermasyarakat, supel, pandai menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana pun berada, menjadi suri teladan di tengah-tengah masyarakat. Pada masa kini obat-obatan tersedia di mana-mana, pada  zaman dahulu kala obat-obatan susah didapat.

Maka pesan adat, celala dan dedingin, obat sakit kepala (uak kin tampal ni ulu), dedingin dan celala digiling  secukupnya, ditempel ke sebelah kanan dan kiri kepala,  tentu di zaman ini bila jatuh sakit berobat  ke dokter.

Tepung Tawar dilaksanakan pada acara-acara tertentu yaitu:

–          Tepung Tawar menyambut Presiden, tamu-tamu terhormat lainnya, dan menyambut mempelai tidak pakai mungkur.

–          Tepung Tawar melepas anak tersayang, buah hati junjungan  jiwa yang akan meninggalkan status lajang ke status berumah  tangga pakai mungkur.

–          Tepung Tawar turun kesawah atau munebuk buka lahan baru, petawaren di tambah pisang Abu, sesampe dan ditanam ditengah-tengah kebun dengan maksud supaya tawar sedingin.

cara melakukan tepung tawar.Foto Ilustrasi
cara melakukan tepung tawar.Foto Ilustrasi

Cara Menepung Tawar :

– Calon Aman/Inen Mayak sudah duduk bersila dalam keadaan siap ditepung tawar.

– Diawali bacaan basmallah Ibu penepung tawar pertama mendekati calon Aman/Inen Mayak dan mengambil Upuh-ulen untuk disematkan ke calon Aman/Inen Mayak.

– Dengan ucapan Bismillaahirrahmaanirraahim kedua tangan  calon Aman/Inen Mayak disatukan oleh ibu penepung  tawar, hingga kedua  tangan  berada di atas  lutut kaki,  duduk  bersila, telapak  tangan kanan di atas, telapak tangan kiri  di bawah.

– Dengan gerakan ritual dalam upacara ini  pesan adat serangkaian tepung tawar merupakan tanda lambang dalam menjalani dinamika rumah tangga seperti  percikan air (baca tepung tawar), ke telapak tangan, dan kening, kemudian ibu penepung tawar mengangkat pelan-pelan kedua tangan ke kening calon Aman/ Inen Mayak  berulang sampai 3 x.

– Beras digenggam, dengan gerakan ritual dalam upacara ini mengisyaratkan  bacaan basmallah (Bismillaahirrahmaanirraahim) dilafatkan, kemudian beras  ditimbang dengan tangan kanan dan tangan kiri, sesudah sama beratnya, kemudian  ditaburkan beras sedikit ke telapak tangan  dan sekaligus ke bahu kanan ke bahu kiri, kedua  telapak tangan pelan pelan diangkat  oleh ibu penepung tawar  sampai ke kening calon Aman/Inen Mayak  berulang sampai 3x.

– Terakhir, Ibu penepung tawar mencium kening dan  pipi kanan pipi kiri calon Aman/Inen Mayak, sembari membisikkan dan mengucapkan semoga berbahagia  menempuh  hidup baru, kekal, dan  abadi.

– Ibu penepung tawar berikutnya melakukan hal yang  sama.(andrikausyar[at]yahoo.com)

*Pemerhati adat budaya Gayo, berdomisili di Jakarta

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

3,627 comments