Takengen|Lintas Gayo-Keberadaan Komisi Independen Pemilihan (KIP) sangat menentukan keberhasilan pembangunan daerah sebagai penyelenggaran pemilu, dengan adanya proses pemilihan keterwakilan masyarakat di tingkat legislatif juga dalam peran pemilihan kepala daerah.
Berdasarkan qanun Aceh, komisioner KIP direkrut oleh tim independen penjaringan namun hanya sampai 15 besar. Untuk menentukan lima besar dan lima orang cadangan ditentukan melalui fit and profer test oleh komisi A. Celah adanya permainan bisa terjadi.
Isu adanya permainan uang juga sudah santer terdengar. Untuk menentukan siapa yang mengisi jabatan komisioner KIP sangat rentan dengan adanya permainan uang dan dugaan nepotisme. Meski demikian, sangat sulit membuktikannya. Istri salah seorang anggota Komisi A dinyatakan lulus, juga adik dari anggota Komisi A lainnya, setelah diumumkannya lima anggota KIP yang lulus dalam seleksi akhir melalui fit and proper test oleh Komisi A DPRK Aceh Tengah.
Alhasil, 12 orang anggota DPRK Aceh Tengah lainnya menyatakan mosi tidak percaya, terhadap hasil keputusan Komisi A yang telah mengumumkannya melalui media, Jumat (19/72013). Mereka menilai penentuan anggota KIP Aceh Tengah sarat dengan KKN.
“Perlu disadari bahwa hal sedemikian menunjukkan bahwa lemahnya sistem demokrasi dan birokrasi yang ideal di Aceh Tengah. Bila memang terbukti ada penyuapan maka ada pihak yang berwenang atas permasalahan ini,” kata Muhammad Rusydi, salah seorang mahasiswa Gayo di Banda Aceh, Minggu (21/7/2013).
Bila terbukti ada semacam nepotisme, maka seharusnya ada yang menindaklanjuti masalah tersebut serta peran pihak yang berwenang maupun LSM. “Kami sebagai masyarakat biasa mengharapkan, jangan ada intervensi dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, sehingga proses pesta demokrasi rakyat dalam memilih wakil-wakilnya menjadi terganggu,” harap Rusydi.
Banyaknya penolakan terhadap keputusan Komisi A tersebut, termasuk oleh salah seorang pimpinan DPRK. “Ketua DPRK Aceh Tengah jangan mencampuri urusan mereka yang telah menentukan kelulusan Komisioner KIP,” kata Wajadalmuna Sekretaris Komisi A DPRK, Jumat (19/7/2013).
“Tolong anda catat ini dan masukan ke media, Ketua DPRK sudah keterlaluan dan ikut campur atas keputusan yang telah kami kerjakan untuk menentukan anggota KIP yang akan datang,” terang Wajadalmuna.
Adanya intervensi salah seorang pimpinan ketua DPRK terhadap Komisi A terbaca dari pernyataan Wajadalmuna tersebut, sehingga dengan lantang bahkan menyebut nama ketua DPRK Aceh Tengah Zulkarnain untuk lebih mengurusi korban gempa dari pada ngurusi apa yang telah menjadi tugas Komisi A.
Apapun yang dihasilkan oleh tim penjaringan dan Komisi A patut dihormati. Bila menginginkan KIP yang kredibel, bersih, kompeten dan mandiri maka kontrol perlu dilakukan sejak dini, bukan menunggu hasil baru berbuat, sehingga tidak banyak “orang dikorbankan” demi kepentingan segelintir oknum. KIP adalah “jabatan politik” bukan jabatan akademisi yang sekedar melihat skor nilai ujian anak “SD”, itupun ada nilai belas kasihan disana. “Siapa yang menanam dia yang menuai, Tuhan itu tidak buta.” (SLA/WR/LG12)