Catatan : Muhammad Syukri
Guncangan gempa 6,2 SR yang melanda Kabupaten Aceh Tengah pada tanggal 2 Juli 2013 lalu telah merusak 13.862 unit rumah penduduk. Selain rumah penduduk, gempa dahsyat itu juga meruntuhkan 153 unit bangunan pemerintah, 239 unit sarana kesehatan, 381 unit sarana pendidikan dan 269 unit rumah ibadah.
Bangunan itu rata-rata tidak bisa dimanfaatkan lagi karena dapat membahayakan keselamatan orang yang berada disekitar bangunan itu. Sejak tanggal 17 Juli 2013, sejumlah alat berat mulai melakukan perubuhan dan menghancurkan bangunan yang rusak berat itu. Warga datang berduyun-duyun untuk menyaksikan proses penghancuran bangunan itu.
Setiap alat berat mulai bekerja merubuhkan bangunan pemerintah, disana akan ditemukan sejumlah orang yang ikut menghancurkan tembok-tembok itu dengan martil besar. Sekilas terlihat bahwa mereka ikut bergotong royong untuk mempercepat penghancuran bangunan itu. Sebenarnya, mereka berusaha mengumpulkan besi beton dari sisa bangunan yang mereka hancurkan.
Diluar bangunan yang dirubuhkan sudah parkir beberapa mobil pikap yang siap membeli besi beton bekas itu. Untuk setiap kilogramnya, para pembeli besi bekas itu memberi harga Rp.2000. Sedangkan untuk logam alumunium diberi harga Rp.5000 per kilogram. Pendeknya, semua jenis logam bekas dari daerah yang dilanda bencana gempa itu siap dibeli oleh pedagang yang khusus datang dari Bireuen, kota yang jaraknya 100 Km dari lokasi bencana.
Menurut Nyak Din (40) salah seorang pembeli besi bekas itu, material besi itu akan diangkut dari Blang Mancung Aceh Tengah ke Bireuen, sebuah kota yang terletak di utara Aceh Tengah. Di Bireuen, besi itu akan dipilih, kalau masih bisa diluruskan maka besi itu akan dijual kembali sebagai besi beton. Sedangkan besi yang pendek dan sulit diluruskan akan diangkut ke Medan untuk diolah kembali.
Setiap mobil pikap yang membeli besi bekas itu sudah siap dengan timbangan. Begitu warga menjual besi bekas, mereka langsung dibayar tunai oleh si pembeli di lokasi. Dari satu sisi, warga cukup terbantu karena dari sisa bangunan yang hancur itu masih ada yang dapat dijual. “Lumayan pak, hasil penjualan besi beton itu dapat digunakan membeli triplek untuk mendirikan bedeng. Kalau sudah ada bedeng, kami tidak perlu lagi tinggal di tenda,” ungkap Warno, warga Blang Mancung.
Besi beton bekas dari setiap rumah yang dirubuhkan mencapai 200 kilogram, sehingga pemilik bangunan itu bisa memperoleh uang sebanyak Rp.400 ribu. Dengan uang sebesar itu mereka bisa membeli kekurangan bahan bangunan untuk mendirikan bedeng, sedangkan untuk atapnya, mereka menggunakan sisa seng bekas bangunan itu. Oleh karena itu, sejumlah warga di Blang Mancung terlihat sedang mendirikan bedeng dan rumah darurat untuk tempat tinggalnya.
Mengapa mereka begitu cepat mendirikan bedeng untuk tempat tinggalnya? Hasil wawancara kompasianer dengan beberapa korban gempa yang rumahnya sudah rubuh, mengaku tidak betah tinggal dibawah tenda. Sebab, suhu udara di kawasan Blang Mancung sangat dingin, sementara tenda tidak mampu menahan masuknya udara dingin. Mereka khawatir, suhu dingin itu menyebabkan keluarga mereka, terutama anak-anak akan terserang penyakit ISPA.
Memang, ketika Presiden SBY berkunjung daerah itu sudah berjanji akan membantu warga yang rumahnya rusak. Dalam pidatonya, SBY mengatakan bahwa Pemerintah akan membantu rumah yang rusak berat sebesar Rp.40 juta, rusak sedang Rp. 20 juta dan rusak ringan Rp. 10 juta. Rencananya, bantuan itu akan direalisasikan pada akhir Agustus 2013 mendatang. Semoga! (Sumber : Kompasiana)
Semoga Bantuan yang dijanjikan Bapak SBY cepat terealisasikan,, mengingat saudara-saudara kita yang ada di sana, sudah pasti jika berlama-lama dalam tenda kondisi kesehatan warga menurun… Yaaaa,,, kita Do'akan saja Semoga Rencana ini berjalan lancar….