Takengen| Lintas Gayo – Kurangnya pembinaan dari para aktivis senior disejumlah organisasi menjadi alasan akan miskinnya kader muda di Tanoh Gayo, bila dinilai dari berbagai bidang, baik kepemimpinan, pendidikan maupun seni budaya.
Kurang lebih 15 tahun yang lalu, tidak sedikit kader yang memiliki kualitas dan berhasil duduk dilevel pemerintahan serta dapat meraih prestasi yang membanggakan dari berbagai lini.
“Perkembangan teknologi menjadi alasan logis mengapa hal tersebut terjadi,” kata Ujang, salah seorang pemuda yang enggan disebut tokoh kepada Lintas Gayo.
Ujang yang bernama asli Fajri, warga kampung kemili Ini bercerita, di era 1900-an, pada sore hari diwaktu-waktu tertentu, para pemuda dan mahasiswa Gayo yang berdomisili ataupun merantau di Sumatera Utara, berkumpul untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan maupun membicarakan berbagai hal tentang daerah asal mereka.
“Bayangkan saja pada masa itu belum ada alat komunikasi seperti handphone, apalagi jenis Black Berry, tidak ada jejaring sosial maupun smart phone yang dapat menjadi sarana komunikasi, tetapi kami dapat berkumpul dan berkegiatan secara bersama-sama,” jelasnya alumnus Institut Teknologi Medan ini.
Lalu bagaimana cara mengumpulkan rekan-rekan asal dataran tinggi Gayo?, ujang melanjutkan ceritanya, sejumlah pengurus organisasi pada sat itu mendatangi untung berunger atau mango (memberikan undangan secara lisan-Red), dari rumah kerumah atau dari kontrakan ke kontrakan.
“Diluar atau didaerah, para pemuda, pelajar dan mahasiswa biasanya menggelar kegiatan positif seperti lomba tari guel dan jenis kesenian lain, tetapi saat ini sudah berbeda, mereka mulai sering menggelar grass track,” papar Ujang.
Menurutnya, saat ini telah terjadi pengkaburan nilai-nilai budaya Gayo asli. Menurut ujang hal tersebut terjadi karena para pemuda mulai dipengaruhi teknologi, sehingga mereka mulai apatis.
“Saat ini kaum muda harus menciptakan wadah atau organisasi maupun ikatan yang programnya bergerak dibidang seni budaya, mulai dari tingkat Kabupaten hingga menyentuh desa mereka,” harap Ujang.
Menurutnya hal itu sangat penting, mengingat generasi saat ini tidak lagi menikmati jenis budaya Gayo seperti resam berume (Adat berkegiatan masyarakat gayo saat disawah sebelum hingga pasca panen_Red), karena tambah Ujang, saat ini sudah ada teknologi modern seperti traktor, jadi lebih praktis, sehingga kegiatan resam berume tidak lagi lazim dilakukan.
“Generasi sekarang harus punya tanggung jawab, bukan hanya dari kalangan suku Gayo saja, mereka yang lahir dinegeri ini walaupun dari suku yang berbeda, harus punya visi yang sama dengan pemuda daerah,” tegasnya.
Ditambahkan mantan pengurus Masyarakat Keluarga Gayo Aceh Tengah (MKGAT) tahun 1998 ini, para pelajar, pemuda dan mahasiswa harus mampu memberikan kontribusi positif untuk daerah mereka dengan teknologi yang ada.
“Silahkan terus berkarya dengan teknologi modern saat ini, jangan hanya mengharap atau menunggu respon pemerintah daerah, harus langsung melakukan kerja-kerja sosial yang bermanfaat agar pemerintah juga merasa terbantu,” imbuhnya , seraya berharap akan ada kader-kader daerah yang mampu melanjutkan estafet kepemimpinan maupun yang mampu memberikan prestasi gemilang untuk tanoh Gayo dimasa mendatang. (Tenemata)
Profil Singkat :
Nama, Fajri. Akrab dipanggil Ujang, Pria kelahiran, Takengon, 5 Juli 1978.
tinggal di Kemili, Kecamatan Bebesen, Kabupaten Aceh Tengah.
Pengalaman organisasi
- Pengurus Persatuan Siswa Gayo Langsa
- Pengurus Masyarakat Keluarga Gayo Aceh Tengah (MKGAT) Sumatera Utara.
- Pengurus Forum Komunikasi Mahasiswa Gayo Medan
- Aktivis Pemuda Kreatif Team
- Bendahara Himpunan Pengusaha Muda Indonesia, Aceh Tengah 2 Priode-Hingga sekarang.
Bukan krisis bg, banyak kader muda gayo yg berintegritas tinggi untuk kemajuan tanoh gayo,yang berada diluar daerah, tapi sayang.. Mereka dianak tirikan ditanah kelahiran sendiri.