Takengen | Lintas Gayo – Dua kekuatan di Aceh Tengah, bupati dan DPRK menunjukkan sikap memiliki power. Dampak dari perang dingin ini rakyat yang menjadi korban. Qanun yang diajukan ke DPRK tidak menjadi perhatian serius.
Demikian informasi yang berkembang di Aceh Tengah yang berhasil dirangkum Lintas Gayo, Sabtu (26 10 2013). Dua kekuatan yang masing-masing menunjukkan powernya, mengakibatkan program untuk kepentingan rakyat terabaikan.
DPRK Aceh Tengah misalnya, untuk membahas bantuan korban gempa yang dimasukkan dalam pembahasan KUA/ PPAS, justru “memainkan” kartu sebagai wakil rakyat. DPRK menskor sidang dengan batas waktu yang belum ditentukan.
Anehnya personil DPRK justru berangkat ke Medan pada Jumat malam, (25/10/2013), beberapa personil dewan memenuhi undangan PT. Anchen Huaqong. DPRK meninggalkan tugas, tidak membahas qanun KUA PPAS untuk menentukan RAPBK Aceh Tengah, namun memenuhi undangan PT AH yang melakukan penderesan getah pinus di Gayo.
Seharusnya DPRK memanggil PT. Anchen Huaqong ke Takengen untuk memberikan penjelasan, seputar kegiatan mereka dalam menderes pinus yang kini menjadi soroton public setelah diangkat media. Namun kenyataan DPRK berbondong-bondong ke Medan memenuhi undangan PT. Anchen Huaqong.
Catatan Lintas Gayo, DPRK Aceh Tengah sekarang terpecah. Awal mulanya persoalan KIP yang berlarut-larut sampai sekarang belum ada titik terang. Bahkan kasusnya sudah disidangkan di PTUN Banda Aceh dan persidangannya berlangsung setiap hari Selasa.
Pro dan kontra tentang penetapan personil KIP yang sudah diSKkan KPU pusat ini, membuat DPRK terbelah. Beragam isu muncul. Yang kontra mengatakan mereka yang benar, sementara yang pro terhadap SK juga demikian, persoalannya semakin meruncing.
Memanasnya persoalan KIP ini setelah DPRK mengirimkan surat kepada Bupati Aceh Tengah untuk melantik personil KIP yang sudah ditetapkan KPU melalui surat keputusan no 706/Kpts/KPU/2013. SK ini masih ada sanggahan bahkan sampai diajukan ke dewan kehormatan KPU, serta adanya gugatan di PTUN Banda Aceh.
Namun Pemda Aceh Tengah menjawab surat DPRK, dalam suratnya tertangal 10 Oktober 2013 yang ditanda tangani Taufiq (Sekda) menyebutkan, karena persoalan KIP masih ada gugatan dan sengketa di PTUN dan pengaduan ke DKPP, demi kebaikan bersama kiranya perlu menunggu keputusan hukum dari gugatan dan pengaduan itu.
Sebelumnya surat Bupati Aceh Tengah yang ditanda tangani Nasaruddin, tertanggal 20 Juli 2013, meminta KPU pusat untuk menunda penerbitan SK KIP Aceh Tengah. Bupati menjelaskan adanya indikasi kecurangan sesuai dengan pengaduan beberapa elemen masyarakat dan Parpol. Dalam surat gugatan Parpol itu ada nama Nasaruddin sebagai ketua Golkar Aceh Tengah beserta 8 penggugat lainnya.
Namun KPU tetap menerbitkan SK personil KIP Aceh Tengah. Dewan meminta bupati melalui surat resminya untuk melantik KIP. Namun kembali dijawab menungu hasil pengadilan dan jawaban atas pengaduan masyarakat.
DPRK juga membuat trik. Usulan yang diajukan bupati dalam untuk membahas KUA/PPAS, ditunda dewan yang sudah dibuka persidangannya Kamis 24-10-2013. Sampai kapan persidangan itu akan dibahas belum ditentukan.
Walau dalam persidangan itu ada membahas tentang bantuan korban gempa yang nilainya hampir Rp 16 milyar. Namun DPRK tetap memilih tidak melanjutkan persidangan, namun justru memenuhi undangan PT. Anchen Huaqong di Medan. Bupati dan DPRK “perang” dingin. Rakyat yang jadi korban. (Fazri Gayo)
Berita Terkait:
Rusak Hutan Linge, Bardan Kecam Perusahaan Cina