Dan Sampai Kapan Mereka Menipu Tuhan ?

h Mulyadi

                                                                                      Oleh : H. Mulyadi, SE, MM
Kehidupan beragama umat Muslim sangat menarik untuk dicermati. Di antaranya adalah ihwal fenomena masyarakat Islam yang kian terpuruk. Lebih buruk lagi seakan-akan belum pernah datang suatu ilmu agama untuk menyelamatkan mereka dari gelap menuju cahaya benderang. Bagaimana bisa demikian?

Pertama, mereka mengaku sebagai hamba Tuhan. Kalau ditanya, “Apakah kamu beriman, saya beriman. Apakah kamu hamba Tuhan, hambanya Allah?” Jawab mereka, “Ya saya hamba Tuhan.” Faktanya, perilaku mereka bukan seperti hamba Tuhan. Mereka tidak mengabdi, mereka mengingkari kewajiban shalat wajib lima waktu sehari-semalam dan mereka tidak membaca Alquran serta lalai dari zikir baik dalam keadaan duduk, berdiri maupun berbaring. Mereka yang perempuan berpakaian tetapi sesungguhnya telanjang tidak menutup aurat.

Sedangkan yang laki-laki mengabaikan shalat berjamaah di mesjid. Dan mereka membiarkan anak dan keluarga mereka dihanyutkan oleh lagu-lagu dan tontonan khayalan yang disuguhkan televisi. Tidak ada kebodohan yang paling bodoh selain terus-menerus menonton gosip, aib orang lain, panjang angan-angan, dan menonton acara cengéngésan (tertawa kurang sopan). Apakah demikian yang namanya hamba Tuhan? Mereka malah saling tolong-menolong dalam kemaksiatan, bukan di dalam kebaikan. Wahai orangtua, ajak keluargamu kepada ketenangan dan penghiburan batin yang sesungguhnya yakni membaca Qur’an. Bukan televisi, bukan smarthphones, baju-sepatu, kendaraan dan bukan ngerumpi ngalor ngidul yang membuatmu tenang, baca Qur’an dan istighfar mohon ampun, itu yang membuat batin dingin (sejuk). Apa lagi yang kamu tunggu? Umur kamu sudah berapa? Dunia boleh dicari tetapi jangan sampai melupakan kebutuhanmu di akhirat. Bukankah telah banyak gambaran dunia telah melalaikanmu untuk beribadah kepada Allah SWT.

Kedua, mereka mengaku dan yakin rezeki datangnya dari Allah SWT sebagai Tuhan pencipta semesta alam dengan segala isi dan keindahannya. Kalau ditanya, “Apakah kamu yakin rezeki datangnya dari Allah?” Jawab mereka, “Kami yakin rezeki datangnya dari Allah.” Faktanya, rasanya mereka mau gila rasanya, mau pecah kepalanya, mau copot jantungnya kalau rezeki yang datang tidak sesuai dengan kemauan mereka. Hidup sudah berkecukupan, berkelimpahan, masih saja terasa kurang. Mereka yang hidup kekurangan tidaklah benar-benar sangat kekurangan secara harfiah. Masih ada rezeki tetapi tidak pernah disadari dan disyukuri terlebih lagi bersabar. Dua puluh lima hari mendapat keberlimpahan, lima hari mendapat kesusahan. Macamnya hidup menderita selamanya dan yang mereka ingat hanya yang susah selama lima hari sedangkan dua puluh lima hari ketika bahagia terlupakan seketika. Selain itu, mereka enggan berbagi-bersedekah. Kalaupun bersedekah harus dilihat/diketahui orang lain. Timbul sifat riya dan ujub (bangga diri dan sombong). Padahal, bersedekah adalah cara menolong agama Allah. Firman Allah SWT dalam kitab suci Al-Qur’an:
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.” (QS Al-Baqarah:261).

Ketiga, mereka meyakini bahwa semua yang hidup pasti mati dan yakin adanya siksa kubur. Faktanya, mereka tidak memanfaatkan masa muda sebelum masa tua datang. Mereka tidak memanfaatkan masa lapang sebelum masa sempit datang. Mereka tidak memanfaatkan waktu kaya sebelum waktu miskin. Mereka tidak menggunakan waktu sehat sebelum waktu sakit datang. Dan mereka tidak memanfaatkan waktu hidup setelah datang kematian. Mereka terlena seakan-akan hidup selamanya. Malah meminta kepada Tuhan untuk dipanjangkan umurnya. Dalam iman orang Muslim, yang panjang umurnya itu iblis. Karenanya, Baginda Nabi Muhammad saw., mengajarkan, doa yang terbaik adalah doa memohon kesehatan dan keberkahan umur.

Keempat, mereka percaya adanya Hari Kiamat, Hari Pembalasan. Tetapi, tidak pernah menyiapkan diri menyambut hari tersebut. Hari di mana ada awalnya tetapi tidak pernah ada ujungnya, hari kesaksian, dan Hari Penghakiman yang seadil-adilnya dari Allah SWT. Mereka yang jahat akan disiksa sangat keras dan yang baik akan diberi ganjaran yang istimewa. Firman Allah SWT:
“Bilakah hari kiamat itu?”. Maka apabila mata terbelalak (ketakutan), dan apabila bulan telah hilang cahayaNya, dan matahari dan bulan dikumpulkan, pada hari itu manusia berkata: “Ke mana tempat berlari?” Sekali-kali tidak! tidak ada tempat berlindung! Hanya kepada Tuhanmu sajalah pada hari itu tempat kembali. (QS Al-Qiyaamah: 6-12).
Dari keempat hal tersebut dapatlah diketahui apa dan bagaimana yang termasuk perbuatan menipu Allah SWT.
“Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, Padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.” (QS Al-Baqarah: 9).

Karena itu, jangan sekali-kali mencoba menipu Tuhan. Sebab, yang rugi manusia itu sendiri.

Penulis:  Pengarang dan penterjemah buku lepss, penduduk Ranto Panjang Peureulak, Aceh Timur. Dusun Darussalam, Desa Buket Pala, Kec. Ranto Peureulak.  mulyadibrain@gmail.com,

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.