Paya Ilang (5) “Siapa Yang Preman, Jangan Merampas Hak”

20160121_194849

Takengen | Lintas Gayo – “Saya tersingung dengan pernyataan Kapolres tentang premanisme soal tanah Paya Ilang. Saya memang mantan preman, namun saya hadir di lapangan sebagai pejabat, bukan preman,” sebut Hamzah Tun, anggota DPRK Aceh Tengah, Kamis (21/1/2016) ketika dilangsungkan pertemuan masyarakat “Paya Ilang” dengan komisi A DPRK Aceh Tengah.
“Posko yang didirikan di tanah Paya Ilang harus dibongkar. Satus tanah masih belum ada kekuatan hukum, mengapa ada upaya paksa penertiban. Rakyat mau mengadu kemana, bila semua pihak tidak membela rakyat,” sebut Jon panggilan akrabnya.
Dalam persidangan yang dipimpin Hasbullah, anggota dewan lainya, Hamdan, juga meminta agar Posko yang didirikan paska penertiban di tanah Paya Ilang untuk dibongkar. “Kita inginkan kenyamanan untuk semuanya. Jangan ada kesan rakyat sedang berperang dengan pemerintah, makanya posko itu harus dibongkar,” sebut Hamdan.
Pertemuan di gedung DPRK Aceh Tengah ini, 5 perwakilan masyarakat didampingi dua penasihat hukumnya, Duski dan Wajadal Muna. Sementara dari Pemda diwakil asisten 1 (Mursyid), Kadis Pendapatan dan asset Daerah (Syukurdin) Kabag Hukum (Mursidi) dan Jefridin Siregar (Kabag Tatapem).
Duski dan Wajadal Muna selain membacakan surat somasi mereka, juga menjelaskan persoalan tanah adat yang dikuasai masyarakat sejak 53 tahun yang lalu. Mereka meminta agar dewan menghadirkan Kapolres Aceh Tengah dalam persidangan DPRK untuk dilakukan klarifikasi.
“Saya minta pimpinan untuk menghadirkan Kapolres, Dandim dan PM dalam persidangan dewan. Karena penertiban kemarin, terkesan seperti ada kasus besar. Seperti penangkapan teroris. Masyarakat yang melintasi kawasan Paya Ilang menjadi takut. Ini bukan teroris dan preman, namun status tanah masih dalam sengketa antara Pemda dengan masyarakat,” sebut Hamzah Tun, menambahkan permintaan Duski untuk menghadirkan Kapolres ke dewan.
“Sebenarnya yang preman itu siapa, masyarakat atau Pemda. Tanpa kekuatan dan dasar hukum Pemda sudah melakukan penertiban, ini namanya merampas hak,” sebut Duski.
Sementara itu, Sirajuddin AB, yang menanyakan kronoligis status tanah versi Pemda selain mendengar penjelasan Mursyid (Asisten 1) juga dia meminta agar dibacakan surat penyerahan dari Penggulu Kemili dan Penggulu Gayo, kepada Pemda Aceh Tengah. ( baca penjelasan versi Pemda)
Usai mendengar penjelasan itu, Sirajuddin menyarankan untuk ditempuh jalur hukum, agar status tanah itu jelas siapa pemiliknya. “ Kami tidak inginkan ada kesan perampasan. Pemda merampas tanah rakyat, atau rakyat merampas tanah pemda. Tempuhlah jalur hukum, agar semuanya jelas memiliki dasar hukum,” saran Rengkop, panggilan akrabnya.
Soal pembongkaran Posko, Mursyid menjelaskan, pihaknya akan menyampaikan ke bupati selaku pimpinan. “ Kami juga sepakat agar persoalan ini ditempuh melalui jalur hukum, agar ada legitimasi,” sebut Mursyid. (LG 001/LG 003) Bersambung.

Berita Terkait :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.