Takengen | Lintas Gayo – Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Aceh Tengah, Selasa (24/10) , secara resmi menggelar seminar aksara Gayo di Bale Pendari Takengen.
Kadis Perpustakaan dan Kearsipan , Subhan Sahara, menyatakan, seminar aksara Gayo ini merupakan acara terakhir dari dua agenda sebelumnya.
Pertama, diskusi panel dengan menghadirkan peserta yang mengetahui tulisan atau aksara ini. Selanjut FGD Aksara Gayo .
“Pada diskusi panel tersebut, telah disepakati bahwa aksara Gayo itu benar adanya”, tegas Subhan.
Diterangkan , di Indonesia terdapat lebih 300 kelompok etnik. Dengan 1.340 suku bangsa.
Aksara yang tetap eksis antara lain, aksara Jawa , Bali, Batak,Lampung dan Aksara Lontar Bugis Makassar.
“Masyarakat Gayo patut bersyukur dan bangga karena nenek moyang Gayo telah membuat sebuah warisan yang fundamental. Hal ini berdampak pada kondisi sosial, ekonomi, budaya dan politik serta psikologis kita kedepannya”, tegas Subhan.
Lebih lanjut dikatakan, hal ini sesuai apa yang diungkapkan dalam tembang Gayo, Datu Empu Beru yang dalam liriknya menuliskan,” Datunte jemen si mulo mumancang” kedepannya, Subhan Sahara berharap aksara Gayo ini menjadi bahan ajar muatan lokal dari tingkat dasar hingga Menengah atas di tiga kabupaten Gayo.
Seminar yang dihadiri puluhan orang dari berbagai profesi ini dimoderatori oleh Salman Yoga, seniman yang juga dosen.
Pembanding, ketua Majlis Adat Gayo, Yusin Saleh, Ibnu Hajar Laut tawar dan Tasnim.
Sementara itu, sebagai ahli linguistik DR. Joni, menyatakan telah menelaah aksara Gayo dengan 40 lebih aksara dunia dan tidak ada kesamaan.
Ibnu Hajar Laut tawar mengatakan, aksara Gayo adalah kekayaan intelektual. Aksara Gayo ini sudah masuk dalam arsip nasional.
“Kita berharap aksara Gayo masuk arsip dunia” harap Ibnu Hajar.
“Dengan ditemukannya aksara Gayo ini, bupati terpilih nanti diharapkan mengeluarkan qanun atau perbup pemakaian aksara Gayo pada kantor dan lembaga resmi lainnya”, harap Ibnu Hajar.
Menurutnya hal itu penting guna mempercepat penggunaan aksara Gayo secara luas oleh masyarakat.
Pakar linguistik, Joni MN, menjelaskan bahasa Gayo dikenal dengan sebutan, Singket, pedet,muet dan medet.
Aksara Gayo , kata Joni akan diteliti dengan ilmu Filologi.
Bentara Linge yang menjadi Pelestari Aksara Gayo ini mengatakan, aksara Gayo ini ditemukan dari tulisan orang tuanya dalam catatan pinggir. “Aksara Gayo ini sesuai dengan dialek Gayo”, tegas Bentara. Hal ini diperkuat dengan lengkapnya hurup aksara Gayo sehingga tidak ada tulisan yang punya persepsi ganda. Umpamanya, serep yang artinya enak dengan sedep yang artinya pemotong padi.
Dari kedua kata ini, masing – masing punya tanda baca sehingga bacaan dan tulisannya tidak sama.
Di tempat yang sama, Segertona Gayo yang setia mendampingi Bentara Linge selama bertahun – tahun mempopulerkan Rasi Gayo ini merasa bahagia karena Pemda sudah ikut terlibat dalam mengenalkan kekayaan intelektual Gayo ini.
Segertona Gayo mengatakan, kedepannya, masih banyak hal yang menyangkut kekayaan khasanah budaya Gayo akan terungkap.
Segertona Gayo adalah salah seorang generasi muda Gayo yang paham silsilah dan turun terannya sejarah Gayo.
Segertona bersama pelestari sejarah lainnya rajin mengunjungi makam para leluhur Gayo yang tersebar di tiga kabupaten Gayo. Sehingga Segertona mampu menuturkan sejarah Gayo dengan fasih dan lengkap. (Win Ruhdi Bathin/LG010)
Comments are closed.