Oleh: Muhamad Hamka*
MANGHARAPKAN keadilan datang dari Pemerintahan Aceh (pesisir) adalah pekerjaan sia-sia. “Ibarat seorang bocah yang menghitung jumlah bintang di langit.” Analogi ini sangat tepat untuk mendeskripsikan sikap (keadilan) pemerintah provinsi Aceh terhadap masyarakat Gayo. Singkatnya, keadilan merupakan sesuatu yang mustahil untuk diperoleh masyarakat Gayo dari pemerintah provinsi Aceh (pesisir).
Jadi, kalau masyarakat Gayo mengharapakan ada keadilan dalam hal pembagian daerah pemilihan (Dapil) di DPR Aceh sebagaimana opini Zuhri Syafriwan di Lintas Gayo, simpan saja harapan tersebut. Karena mustahil akan ada daerah pemilihan khusus untuk empat kabupaten di dataran tinggi Gayo (Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues dan Aceh Tenggara). Hal ini merupakan bagian dari rencana sistematik pemerintah Aceh (pesisir) untuk menggerus eksistensi Gayo. Poinnya, tak perlu lagi membangun harapan-harapan kepada pemerintahan Aceh (pesisir), toh akhirnya tinggal mengurut dada dalam sembilu kekecewaan.
Penulis pikir, pelbagai hujatan teraktual terhadap Gayo—mulai dari pernyataan pelecehan anggota DPRA PA, Abdullah Saleh yang menyebut mahasiswa dari dataran tinggi Gayo yang tak bisa bahasa Aceh bukan orang Aceh, Qanun rasis dan diskriminatif LWN dan Qanun Bendera dan Lambang Aceh, hingga menyebut Gayo bodoh oleh kader PKS, Saifunsyah—sudah lebih dari cukup untuk “membakar” nalar dan harga diri urang Gayo, bahwa “menceraikan” diri dari Aceh yang rasis, arogan, dan diskriminatif merupakan harga mutlak dalam menegakkan martabat dan kemanusiaan urang Gayo.
Terus terang, sebagai anak bangsa yang tinggal di tanoh Gayo, nalar dan kemanusiaan Saya sungguh terusik dengan telanjangnya parade ketidak-adilan oleh pemerintah provinsi Aceh (pesisir) kepada urang Gayo dan suku minoritas lainnya. Dan ironinya, sebagaian masyarakat di dataran tinggi Gayo belum menganggap persoalan ini sebagai masalah serius. Masih ada urang Gayo yang memerangkapkan diri dalam jebakkan zona nyaman pemerintahan Aceh (pesisir) yang sesungguhnya mematikan.
Untuk itu, menguatnya wacana pemekaran provinsi Aceh Leuser Antara (ALA) harus di sambut baik. Karena pemekaran merupakan langkah bermartabat dan merupakan satu-satunya jalan bagi Gayo untuk bisa mandiri dan merdeka dalam mengartikulasikan kediriannya, tanpa tergerus dalam “ketiak” Aceh (pesisir) yang rasis dan diskriminatif.
Maka dari itu, harus ada injeksi kesadaran kepada seluruh warga masyarakat di tanoh Gayo, bahwa kesejahteraan lahir dan batin hanya bisa diperoleh ketika Gayo bisa mandiri dan merdeka dalam mengatur daerahnya. Dan itu hanya bisa di lakukan ketika Gayo sudah menjadi provinsi sendiri.
Retakkan Historis
Bayangkan, selama bergabung dengan Aceh, bukan hanya martabat dan harga diri Gayo yang di lecehkan, tetapi juga potensi-potensi Gayo yang seyogianya bisa mengangkat taraf hidup masyarakat Gayo juga turut di bonsai dalam rangka menghambat Gayo dari derap kemajuan. Kalau mau jujur, “retakan historis” antara Gayo dan Aceh (pesisir) tak akan pernah ada titik solusinya. Sampai kapan pun, proses rasialisme dan sejenisnya kepada urang Gayo akan terus berlangsung. Maka dari itu, sebelum keretakkan tersebut membawa dampak yang sangat luas, Gayo harus membangun garis demarkasi dengan membentuk privinsi sendiri.
Dan para tetua urang Gayo pada masa lalu sudah menyadari hal ini sepenuhnya. Terbukti ide/gagasan pembentukkan provinsi sendiri sudah bergaung sejak 10 Oktober 1945. (Lihat Zam Zam Mubarak, Peluang Besar Berdirinya Provinsi ALA: Opini di Lintas Gayo, 17/12/2011). Namun gagasan tersebut belum dibarengi oleh spirit kolektif seluruh elemen masyarakat Gayo, sehingga daya dorong psikologisnya kerap terpental dalam silang-sengkarut pelbagai kepentingan politik.
Namun hari ini, tak ada satu pun alasan bagi masyarakat Gayo untuk tidak mendukung pemekaran provinsi ALA. Kemanusiaan orang Gayo jelas tersobek oleh pelbagai tindakan rasis dan diskriminatif pemerintahan Aceh (pesisir) diatas. Jadi, bergegaslah bergandengan tangan—duduk sama rendah, berdiri sama tinggi—menyatukan visi dan persepsi menuju provinsi Aceh Leuser Antara.
Sekali lagi, pemekaran provinsi ALA merupakan harga mutlak dan jalan satu-satunya dalam memosisikan martabat dan kemanusiaan urang Gayo pada level yang lebih beradab.(for_h4mk4[at]yahoo.co.id)
* Analis Sosial & Politik
“Peluang Besar Berdirinya Provinsi ALA Terbuka Opini di Lintas Gayo, 17/12/2011). Namun gagasan tersebut belum dibarengi oleh spirit kolektif seluruh elemen masyarakat Gayo, sehingga daya dorong psikologisnya kerap terpental dalam silang-sengkarut pelbagai kepentingan politik”.
“Sekedar sumbang saran ‘ Alam Demokrasi di Negeri ini, memberi kebebasan bagi siapa saja untuk menyatakan pendapat dan aspirasi, termasusk untuk Memekarkan sebuah Wiilayah, dengan seabrek Landasan tioritis, sejarah,Budaya, adat Istadat dan filosofis yang bisa menjadi “Posisi Tawar ” atau Bargining bagi Para Pengambil Kebijakan (keputusan) di negeri ini. Saya sependapat dengan Penulis “Gagasn ini belum sepenuhnya didukung elemen masyarakat Gayo”. Dalam kacamata saya Harus juga kita melihat dengan kondisi dan realitas yang ada. “Rakyat” yang notabene menggangtungkan hidupnya dari hasil perkebunan dan bercook tanam, yang berada dipuncak-puncak gunug bahkan jauh dari komunitas pemukian penduduk.”Mereka Bru sembuh dari luka yang amat dalam, setelah adanya MoU Helsinki 15 agustus 2005. “Sebelumnya pernahkah Mereka terbayang, saudara-saudara kita itu serba kekurangan, ketakutan dan ringkih,serta Tangisan tanpa air mata, akibat kecamuk konflik.” padahal Kalau Kita mau Jujur,saya Ulangi Kalau Kita Mau Jujur” Dalam benak mereka yang ada hanya besok, lusa dan selanjutnya Mereak bisa mencari Nafkah, Bisa Makan, Bisa Hidup, Bika Bekerja, Bisa Melakukan Ibadah dengan bebas tanpa ada ketakutan, Bisa Bermasyatakat, Bisa Tersenyum dan tertawa Tanpa Rasa Takut. Bagi Meraka”Siapapaun Pemimpin. Hidupnya tidak langsung Berubah, apalagi berganti Profesi leluhurnya, endatu /Muyang datu mereka layakinya para Petualang -Petualang yang telah membuat beberapa kota kecil diatas Reruntuhan Negeri dan Memulai Kehidupan’ Sebagaimana Suguhan yang ditawarkan Webgame Dengan fitur turn based system, dan sistem RPG . ‘
Jadi Ketika mereka diharapakan menjadi Benteng dan Membuat Barisan Baru” Sementara Dalam benak mereka” Rekaman Getir Pahit, kehilangan kelurga, Harta Benda Masih terus datang silih berganti” Bahkan kalau kita Bisa memetakan yang ada dalam Pikiran Mereka, ” Pertanyaan Besar ? apakah dengan terwujudnya ALA-ABAS. (Saya, kami, KIta dan mereka) bisa hidup seperti apa adanya, yang baru mereka nikmati 7 tahun ini atau jangan-jangan mereka justru kembali ke masa lalu,”memutar jaru sejarah kelam dan kisah-kisah getir, pilu dan ketakutan atau Panaoid yang amat sangat kembali akan Kita Pakaikan Untuk SElimut Mereka “Subhanallah,Nauzubillah” Sementara Pihak Lain yang memegang :Komando, Inspiraor dn tor-tor yang lain”, Benera-benar Tulus Saya Ulangi Benar-Benar Tulus Tanpa Balas Jasa, layaknya Para Pahlawan yang telah dengan rela dan iklas berjuang mewujudkan Kemerdekaan dari tangan penjajah , untuk kita, benar Benar-Benar mengacu pada UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah dan PP 78/2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.
Untuk yang bahagian ini “KIta Tidak Bisa Menjastis Apa yang dalam benak dan PIKIRAN Meraka, apakagi juastru Kriteria yang tengah berjuang Keras ini benar-benar tidak diragukan’ Komplit Pli-Plit) baik dari segi Pendidikan, dan Tingkat Pemikirian Mereka Begitu Maju dan Cerdas Bahkan pernah Berkuasa” Yah Pokknya Track Rcord dan Jam Terbangnya bTidak Diragukan Lagi. Maka Kita Tidak Bisa Memberi Stagment.
Tetapi unutk Saudara-sauadara Kita Yang baru sembuh dari Luka yang amat dalam tadi, yang, dan Baru Sembuh Dari Bisul yang Bernaha dan Bara yang kadar racunnya lebih tinggi dari bisul, dan proses penyembuhannya membutuhkan waktu yang sangat lama ,
Maka Kembali kita Bisa Membaca Pikiran dan Hati Mereka ” yang Paling Sederhana saja Adalah ” Ini akan mengembalikan Kita untuk Berjaga Malam Massal Kembali” Nasib-nasib. Nasib katanya. !!! Ya itulah jawabannya, Saleum.