Jakarta | Lintas Gayo – Daerah Pemilihan Aceh dinilai menyimpan banyak masalah. Karena, ketiadaan perwakilan penuh dari beberapa daerah. Salah satu penyebabnya, pemberlakuan Dapil Aceh seperti sekarang.
“Kita tidak minta Dapil baru kalau memang tidak memungkinkan penambahan, tapi penggabungan Dapil. Terutama, penggabungan daerah Gayo—Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Gayo Lues, dan Bener Meriah—jadi satu Dapil untuk DPR RI,” kata Mursyid, salah satu pengaju uji materi terhadap pasal 22 ayat (5) dan lampiran UU No. 8/2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD terhadap Undang-Undang Dasar 1945 ke MK, khususnya soal Dapil, dalam sidang lanjutan Dapil Aceh di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (5/3/2013).
Pasalnya, jelas Mursyid, dari komposisi penduduk, penduduk keempat kabupaten cuma berjumlah 666.160 jiwa. Dengan demikian, hanya dapat 1.7 kursi. “Kalau digabungkan saja dapatnya cuma 1.7 kursi, bagaimana kalau dipisah,” sebut Anggota Dewan Perwakilan Daerah “Senator” asal Aceh itu.
Menanggapi pernyataan pemerintah, dalam pembentukan Dapil tidak boleh ada ruang, Mursyid, malah melihat adanya ruang tersebut dalam formulasi Dapil Aceh yang berlaku saat ini. “Kenyataannya, pembagian daerah pemilihan di Aceh, wilayah dapil satu terpisahkan oleh dapil yang lain,” ungkapnya.
Untuk menuju Kabupaten Aceh Tenggara dan Kabupaten Gayo Lues yang berada pada Dapil NAD I, jelasnya, harus melewati Dapil NAD II dan Propinsi Sumatera Utara. “Ruang ini pastinya sangat merugikan penyampaian dan penyaluran aspirasi,” ujarnya.
Selanjutnya, Nasrul Zaman (Inisiator Pembangunan Berbasis Kawasan di Aceh), menilai, keharusan adanya perwakilan penuh. Dengan begitu, pembangunan berbasis kawasan dan yang berkeadilan bisa terwujud di Aceh.
Sementara itu, terkait pertumbuhan perekonomian dan pembanguan di wilayah tengah, Kudus Arba selaku tokoh masyarakat, melihat, dampak langsung saat pembahasan anggaran yang diajukan pemerintah kepada DPR. Akibat tidak adanya perwakilan penuh dari wilayah ini, sehingga alokasi besaran anggaran ke wilayah tersebut kurang.
“Alhasil, dalam realisasi program-program pembangunan daerah ini kurang mendapat “kue APBA” tersebut,” ungkapnya.
Terakhir, T. Neta Firdaus, Koordinator Solidaritas untuk Antikorupsi (SuAK) Aceh, menyebutkan, adanya korupsi aspirasi dengan formulasi Dapil Aceh sekarang baik untuk DPR RI maupun DPRA. “Karena ketiadaan keterwakilan penuh dari wilayah tengah-tenggara dan barat daya selatan Aceh, sehingga aspirasi yang tersuarakan lebih banyak dari daerah pesisir timur Aceh,” tegasnya (LG-006/red.04).