Malam Kopi
bahkan untuk ngopi pun
kita harus berjaga: menjerang air hingga larut
dan mengaduknya sampai malam surut
lewat telepon, kau mewanti-wanti:
airnya mesti panas sekali, lalu tuangkan beberapa
sendok bubuknya, tutup, dan biarkan ia mendidih sendiri
kau pun mengirim kebun-kebun kopi
dari pedalaman Gayo,
beserta kisah cinta yang terlantar:
harga kopi anjlok, bayi-bayi menggigil sendiri
para lelaki bergegas membakar desa
mimpi telah luka, kata mereka, senja telah buta
aroma kopi membumbung,
aku mabuk, kau pun ambruk
malam makin buruk
tapi di sini, aku tetap bisa menikmati aroma getah
dari pohon-pohon kopi yang bakal ditebang esok hari
sambil membayangkan kau berceracau sendiri
selamat kopi, selamat kopi,
entah kata siapa
di luar, kampung telah sunyi
24-25 Desember 2012
Malam Kopi
bahkan untuk ngopi pun
kita harus berjaga: menjerang air hingga larut
dan mengaduknya sampai malam surut
lewat telepon, kau mewanti-wanti:
airnya mesti panas sekali, lalu tuangkan beberapa
sendok bubuknya, tutup, dan biarkan ia mendidih sendiri
kau pun mengirim kebun-kebun kopi
dari pedalaman Gayo,
beserta kisah cinta yang terlantar:
harga kopi anjlok, bayi-bayi menggigil sendiri
para lelaki bergegas membakar desa
mimpi telah luka, kata mereka, senja telah buta
aroma kopi membumbung,
aku mabuk, kau pun ambruk
malam makin buruk
tapi di sini, aku tetap bisa menikmati aroma getah
dari pohon-pohon kopi yang bakal ditebang esok hari
sambil membayangkan kau berceracau sendiri
selamat kopi, selamat kopi,
entah kata siapa
di luar, kampung telah sunyi
24-25 Desember 2012
Kopi
kopi tak lagi penuh
tapi matahari masih jauh
aku ingin ibu
segera turun dalam mimpiku
membaca panci dan
beberapa sendok gula
Depok, 7 Januari 2013
Mustafa Ismail, kelahiran Aceh pada 1971, sejak 1997 bekerja di sebuah media ternama di Jakarta. Buku puisinya “Tarian Cermin” (2007). Puisi-pusinya dimuat di berbagai media massa nasional dan juga termaktub dalam sejumlah antologi bersama. Sebagian karyanya didokumentasikan di blognya: musismail.com. Ia juga suka memposting puisi-puisi spontan di akun twitternya: @musismail. Dalam Pekan Kebudayaan Aceh (PKA-5 2009) bersama Fikar W Eda, ia membangkitkan seni sastra Aceh yang menghimpun sejumlah karya sastrawan Aceh dan Nasional berupa puisi dan cerpen dalam buku berjudul “Krueng Aceh”.
Puisi karya Mustafa Ismail dinyatakan berhak menjadi nominator karya yang akan dimuat dalam Buku Antologi Puisi “Secangkir Kopi” terbitan oleh The Gayo Institute (TGI) dengan kurator Fikar W Eda dan Salman Yoga S.