Di Cangkir Kopinya Ada Lalat
di cangkir kopinya ada lalat
berenang bahagia
dia mengamuk menggebrak meja
kopinya tumpah
lalat berkata
sayapku basah
di sudut dapur si koki tertegun
menyaksikan
langit runtuh di atas meja
di sayap lalat yang masih melata
Banda Aceh, 02 Oktober 2011
Dua Sisi Sajakku
dua sisi merentang jarak
membuatku teragakagak
kau dan dia
serupa bintang amat jauh
satu di barat dan satunya di timur
benderang bersama
aku berpijak di sini
di pasir basah yang tak menyimpan
jejak gelisah
dua sisi yang sama mekar dalam aroma senja
menyemarakkan beranda
menata beruntai bunga
dalam vas warna tembaga
dua cangkir kopi mengepulkan asap dahaga
dalam retina yang menduga
kucoba menanti helai mana
luruh di kaki pengembara
Banda Aceh, 18 Februari 2011
Andai Kau Kembalikan Kopi Pada Tangkainya
andai kau kembalikan bubuk kopi pada bijinya
menggantungkan pada tangkai dahannya
diantara lebat daun yang bungkam
apa mungkin kau kembalikan
aroma yang terlanjur mengepul
di atas cangkir tak bertutup
melayang di awan petang
yang lengang
kukatakan padamu
kembalilah pada kehendak air mendidih
yang mengenali waktu kapan
uapnya menghantar basah
ke wajah kita yang lengah tengadah
seandainya pun kau kembalikan biji kopi pada tangkainya
tak jua kutemukan aromanya kembali
karena kau pun serupa awan di antara langit kelam
sehitam kopi menghitamkan hatiku
Banda Aceh, 8 Februari 2011
Daphu Kupi Malam Tertawakan Sepi
Malam tertawakan sepi
di sini, lelaki mengangkat
tangan kirinya tinggi-tinggi
mangkuk ringan di kanan
di ujung jemarinya asap mengepul
harum kupi menjalar ke meja-meja
bintik keringat di sudut mata mengering seketika
saring kain sebentuk kerucut terpancung
turun naik tak henti
bubuk hitam makin basah
makin pekat menderas permukaan
memenuhi mangkuk berpindah
dari cangkir ke bibir kering
sepanjang malam sepanjang tarikan asap rokok
awan putih diantara langit-langit
racikan bumbu mie Aceh lesap menguah
lidah panas merica menguap dalam canda
malam tertawakan sepi
di sini, sepanjang jalan, setiap sudut
kita hitung daphukupi
ratusan motor berjejer rapi
hingga tepi jalan pun
tak ada ruang pejalan kaki
pemiliknya tak perlu kuatir
tagihan parkir tetap sekali
malam mengkristal embun di pucuk daun
belum cukup kaum mengupas kacang
hingga kulit tipis diperbincangkan
bukan debat menantang bulan
malam tertawakan sepi
di belakang agamkuphi
tabung carnations merah putih tersusun rapi
di atasnya bendera negeri tanpa wali berhias diri
di meja hitam telah terlumat asa seluruh negeri
dalam secangkir kuphi
Daphu Kupi, 30 November 2010
D Kemalawati dikenal luas dalam dunia kepenyairan Indonesia dan internasional. Kesehariannya adalah sebagai guru matematika di SMKN 2 Banda Aceh. Ibu dari tiga orang putra ini lahir di Meulaboh Aceh Barat, 2 April 1965. Hingga buku puisinya yang kedua terbit, ia masih belum yakin apakah puisinya layak disebut puisi atau hanya sekedar permainan kata saja. “Saya masih terus menggali kemampuan menulis sambil mengabdi”, katanya. Dalam dunia sastra Aceh, D Kemalawati adalah salah seorang penyair perempuan yang paling produktif, ia banyak terlibat dalam forum sastra dan kepenyairan nasional dan internasional.
Puisi D Kemalawati telah melewati seleksi tahap pertama dan berhak menjadi nominator karya yang akan dimuat dalam Buku Antologi Puisi “Secangkir Kopi” terbitan oleh The Gayo Institute (TGI) dengan kurator Fikar W Eda dan Salman Yoga S.